PEKANBARU (CAKAPLAH) - Forum Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non Kategori usia di atas tiga lima tahun (GTKHNK 35+) Provinsi Riau mendukung bahkan mendesak legislatif dan eksekutif untuk segera mengesahkan rancangan perubahan UU nomor 5 tahun 2014, terutama pada pasal 131 A hingga pasal 135 A.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Forum GTKHNK 35+ Provinsi Riau Desy Qadarsy saat diundang dalam acara Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Panitia Kerja (Panja) Komisi II DPR RI yang digelar 28 Juni 2021 lalu.
Kepada CAKAPLAH.COM, Desy mengatakan dalam pertemuan tersebut, pihaknya menekankan soal pasal tersebut karena sudah jelas dalam pasal 131 A, bahwa tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non PNS, pegawai pemerintah non pegawai negeri dan tenaga kontrak yang bekerja terus menerus berdasarkan keputusan yang dikeluarkan pada tanggal 15 Januari 2014 diangkat secara langsung menjadi PNS dengan memperhatikan batasan usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam pasal 90.
"Kami ingin menegaskan bahwa benar-benar kami bermohon kepada Panja Revisi UU ASN nomor 5 tahun 2014 ini, bahwa masalah usia benar-benar diperhatikan. Kami terutama yang usia di atas 35 tahun ini sudah larut dalam usia kami dengan pekerjaan. Bukanlah kami selama ini tak bisa lulus PNS, bukan kami tidak ingin PNS, tapi memang di masa kami bekerja, pembukaan untuk PNS jarang sekali terjadi," ujar Desy, Kamis (1/7/2021).
Bahkan ada yang hampir 10 tahun pengabdian, belum juga dibuka untuk menjadi PNS. "Jadi inilah yang membuat kami sampai dengan usia kami yang terus bertambah, tak juga kami menjadi PNS. Jadi kami mohon ini untuk soal usia pengangkatan menjadi bisa menjadi perhatian," Cakapnya.
Selanjutnya adalah pada poin 2, pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya didasarkan pada seleksi administrasi berupa verifikasi dan validasi surat keputusan pengangkatan.
"Kami berharap data ini benar-benar final dan diambil dari data kami para guru honorer yang betul-betul terdata di Dapodik. Kami tidak ingin, kami yang selama ini berjuang, kami yang bekerja, kami yang sudah bekerja sebagai honorer tapi kami tidak terdata bahkan tidak terangkat karena lain-lain hal," sebutnya.
Selanjutnya pada poin 3, pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan memprioritaskan yang memiliki masa kerja paling lama serta bekerja pada bidang fungsional, administratif dan pelayan publik.
"Kami tegaskan di sini pada masa kerja. Kami yang guru honor ini ada 2 model tingkatan daripada SK kami. Ada SK yang di-SK-kan oleh kepala sekolah dan ada yang SK oleh Pemerintah Daerah. Jangan sampai ini menjadi polemik pada saat pengangkatan," cakapnya.
Jadi diharapkan jika memang revisi ini benar-benar disahkan maka diharapkan pengangkatan ini benar-benar dari SK pengangkatan yang pertama.
"Karena jika nanti dihitung pada SK guru honor daerahnya atau diangkat dari APBD tentu kami tak termasuk. Karena banyak dari teman-teman kami baru mendapatkan pengangkatan SK itu diatas 2014. Ini yang menjadi persoalan," ungkapnya.
Selanjutnya terkait dengan adanya regulasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang membuat guru honorer galau. Bahkan di berita telah disampaikan regulasi PPPK akan diturunkan.
"Jujur saja kami dari seluruh honorer guru tenaga kependidikan 35 plus selama ini merasa di-PHP. Ini hanya angin segar untuk kami. Nyatanya sampai saat ini kami menganggap program PPPK itu adalah program yang gagal dan kami tidak mendapatkan sedikitpun keadilan terhadap kami guru honorer di atas 35 tahun," sebutnya.
"Bahkan formasi PPPK yang turun saat ini sama sekali tidak mengakomodir seluruh tenaga honorer dan jumlahnya sangat sedikit sekali," imbuhnya.
Lebih lanjut Desy mengatakan pihaknya sangat mendukung penuh dengan revisi ini.
"Dengan revisi UU tersebut kami akan dapat mewujudkan cita-cita kami menjadi PNS. Inilah yang kami inginkan dan kami sangat berharap dan mendukung penuh kerja dari Panja Revisi UU agar ini segera terwujud," pungkasnya.
Penulis | : | Unik Susanti |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pendidikan, Riau |