SEMBILAN pasang kepala daerah hasil pilkada serentak di Riau pada 9 Desember 2020 lalu, semuanya telah dilantik. Seperti diketahui, di Riau, pilkada serentak ini diikuti sembilan kabupaten dan kota, meliputi Kabupaten Bengkalis, Kota Dumai, Kabupaten Indragiri Hulu, Kepulauan Meranti, Kuantan Singingi, Pelalawan, Rokan Hilir, Rokan Hulu, dan Kabupaten Siak. Klimak pelantikan terjadi hari ini, Senin 5 Juli 2021, ketika Rezita Meylani Yopi dan Junaidi Rachmat dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Indragiri Hulu.
Rezita Meylani Yopi (26 tahun), menorehkan rekor sebagai bupati termuda di Indonesia. Selain milenial Rezita, Riau kini memiliki pula sederetan bupati yang berasal dari generasi muda, yakni Bupati Kuantan Singingi Andi Putra, Bupati Pelalawan Zukri Misran, Bupati Rokan Hilir Afrizal Sintong, Walikota Dumai Paisal, dan Bupati Bengkalis Kasmarni. Demikian pula untuk posisi wakil bupati di Rokan Hilir, Pelalawan dan Siak, mereka termasuk kalangan generasi muda.
Kita bangga, generasi muda Riau mulai unjuk gigi, dan dipercaya oleh masyarakat untuk tampil sebagai pemimpin. Tongkat estafet kepemimpinan itu mulai berpindah. Begitulah adatnya, seperti ungkapan sejarawan Inggris Arnold Toynbee, setiap orang ada masanya setiap masa ada orangnya.
Kebutuhan Semakin Kompleks
Sembilan pasang kepala daerah tersebut langsung dihadang oleh berbagai tuntutan kebutuhan pembangunan dan pelayanan publik yang semakin kompleks. Maraknya ungkapan kekecewaan publik akhir-akhir ini di berbagai penjuru tanah air, seperti kita ikuti di media massa dan media sosial, mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan secara umum.
Masyarakat memang dihadapkan pada tekanan kehidupan yang semakin berat. Pandemi Covid-19 telah merusak pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Investasi menurun, produksi menurun, daya beli menurun akibat menurunnya penghasilan keluarga. Ada PHK, ada pemotongan gaji, ada karyawan yang untuk sementara terpaksa dirumahkan dan tak mendapat gaji. Mobilitas orang-barang sebagi tanda berputarnya roda ekonomi, terhalang PPKM - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat.
Apa boleh buat, akumulasi berbagai kekecewaan masyarakat itu pasti dialamatkan kepada pemerintah mulai dari pusat sampai ke daerah. Tuntutan pembangunan dan pelayanan publik, yang sebenarnya untuk ukuran normal sudah terakomodasi secara memadai, sekarang dianggap sangat tidak memadai, dan pemerintah kurang siap mengantisipasi. Ngeles-nya pemerintah biasanya pada keterbatasan system (peraturan perundang-undangan) dan keterbatasan sumberdaya (manusia, teknologi, informasi, dan keuangan).
Satukan Potensi
Era sudah berubah. Berbagai permasalahan yang muncul hari ini mungkin kemasannya masih sama dengan kemarin, tapi kontennya sudah berubah. Isinya sudah campur aduk. Permasalahan sistemik seperti ini, menurut Peter Drucker tak bisa diselesaikan dengan logika kemarin (yesterday logic). Alasannya sederhana, manusia-manusianya, yakni yang memerintah dan yang diperintah, semua sudah berubah. Kebutuhan masyarakat umum juga berubah cepat. Cara bekerja, cara berusaha, cara berpolitik, cara berkomunikasi, dan cara pengelolaan pemerintahan dan organisasi, semua sudah berubah.
Tidak hanya itu. Sumberdaya alam negeri kita yang berlimpah telah memikat banyak pelaku bisnis dengan aneka kepentingan yang kerap berseberangan satu sama lain, termasuklah kepentingan pusat dan daerah. Beraneka ragam kepentingan dengan beragam kelembagaan serta bermacam-macam skema pengelolaan sumberdaya, tak jarang menimbulkan konflik. Keadaan bertambah runyam bila konflik itu melibatkan kepentingan masyarakat.
Kompleksitas problematika seperti itulah yang dihadapi oleh sembilan pasang kepala daerah kita. Mereka memasuki arena “pertempuran” yang tidak bersahabat. Tantangan eksternal dan tantangan internal sama beratnya. Tantangan eksternal memaksa sembilan pasang kepala daerah membangun kolaborasi, tantangan internal harus melakukan transformasi birokrasi. (Kita sedih kehilangan Wakil Walikota Dumai, Pak Amris, yang belum sempat merasakan aroma problematika yang dihadapi Dumai, semoga Almarhum beristirahat dengan tenang).
Birokrasi sebagai instrumen pemerintahan, masih diisi oleh ASN lama (sebagian di antaranya pemain-pemain lama). Fenomena umum, birokrasi kita enggan beranjak dari zona nyaman, terperangkap formalitas struktural, miskin kreativitas dan inovasi. Permasalahan mendasar seperti pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur, penanganan sampah, banjir, dan sekarang pandemi Covid-19 serta kebakaran hutan dan lahan, semuanya ditampung dalam keranjang APBD dengan nomenklatur yang sudah baku dan kaku.
Pola itulah sebenarnya yang harus ditinggalkan oleh sembilan pasang pendekar kepala daerah kita. Birokrasi harus diajak untuk membuka diri. Kekuatan birokrasi teknokrat dikombinasi dengan potensi besar di luar birokrasi, yakni pihak perguruan tinggi, pimpinan korporasi yang sudah teruji, pemuka masyarakat, dan aktivis media. Alternatif kebijakan sebagai solusi sebuah masalah mendasar yang dihasilkan melalui pendekatan kolaborasi ini akan menjadi senjata ampuh bagi kepala daerah dalam menjalankan manajemen pemerintahan yang dipimpinnya. Sebab akan mendapatkan dukungan kuat dari berbagai pihak dalam pelaksanannya.
Manajemen kolaboratif akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pemerintahan dan akan menumbuhkan rasa ikut memiliki. Pada akhirnya semua merasa ikut bertanggungjawab. Ini baru paten. Selamat bertugas semoga sukses menjulang Amanah.***
Penulis | : | Dr drh H Chaidir MM, Tokoh Masyarakat Riau |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Cakap Rakyat |