SIAK (CAKAPLAH) - Terdakwa Mawardi dan Darsino menjalani sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) atas kasus penipuan jual beli lahan 122 hektare di Kampung Dayun, Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak.
Penasehat hukum (PH) kedua terdakwa, Dr Ariadi dan Daniel membacakan nota pembelaan pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Siak dipimpin oleh ketua hakim Bangun Sagita Rambe, Selasa (13/7/2021).
Dalam pledoinya, terdakwa melalui PH Daniel mengatakan adanya penerbitan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) pengganti diketahui oleh pihak penjual dalam hal ini KUD Tunas Muda, bahkan pengurusannya dibantu anggota pihak penjual.
"Semua proses pengurusan dibantu oleh pihak KUD Tunas Muda melalui almarhum Anton," sebut Daniel membacakan nota pembelaan.
SKGR itu diakui untuk dijadikan Sertifikat Hak Milik (SHM) kemudian dijadikan anggunan untuk proses peminjaman uang ke Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Pangkalan Kerinci, Pelalawan.
"Dana cair dari BSM juga digunakan untuk pembayaran lahan milik KUD Tunas Muda sebesar Rp3,9 miliar," katanya.
Selanjutnya, PH menyebutkan pihak penjual tidak jujur tentang kondisi objek lahan kebun sawit yang dibeli oleh terdakwa. Sebab dari luas 122 hektare lahan kebun sawit itu hanya menghasilkan 10-15 ton per bulan.
"Kebun itu tidak menghasilkan sebagaimana yang dijanjikan pihak penjual dalam hal ini Ketua KUD Tunas Muda Setiono," kata Daniel.
Menanggapi hal tersebut, PH KUD Tunas Muda Deddy Reza mengatakan penyampaian nota pembelaan pihak terdakwa dinilai tidak berdasar, sebab pada fakta persidangan terdakwa mengakui telah memalsukan tanda tangan dalam SKGR pengganti tanpa diketahui oleh KUD Tunas Muda bahkan anggota Mawardi sendiri.
"Dalam fakta persidangan sudah diakui oleh Mawardi bahwa dia yang melakukan penandatanganan terhadap 61 SKGR palsu atas nama-nama anggota KUD Tunas Muda. Kalau benar almarhum Anton terlibat di sana, mengapa SKGR atas nama Anton juga ikut dipalsukan?," heran Deddy.
Dijelaskannya, fakta yang terungkap dalam sidang sebelumnya adalah SKGR pengganti itu didapat dan dikeluarkan oleh pihak desa Dayun pada 2012 lalu. Pihak Mawardi memohon untuk dikeluarkan SKGR pengganti dengan alasan yang asli hilang, dan hanya tersisa fotokopinya saja. Padahal SKGR asli masih dipegang oleh KUD Tunas Muda karena pihak Mawardi belum membayar lunas pembelian lahan tersebut.
Keduanya saat itu menyepakati harga lahan tersebut senilai Rp6,7 miliar, namun pihak Mawardi baru membayar Rp3,9 miliar.
Deddy juga mengatakan tudingan PH terdakwa atas kebohongan penjual terhadap kondisi kebun yang tidak produktif hanya dalih karena terdakwa tidak sanggup bayar sisa pembelian lahan tersebut.
"Ketidakjujuran itu sama dengan menuduh, Bagaimana pembuktiannya? Sementara pada saat penawaran pihak pembeli telah melakukan survey lokasi terhadap objek lahan tersebut," katanya.
Dia menjelaskan transaksi jual beli lahan itu terjadi pada 2012 lalu. Berdasarkan keterangan saksi pekerja kebun, Tedi mengaku lahan itu tak terurus dan baru dirawat pada 2014. Artinya selisih 2 tahun sejak transaksi dilakukan. Bisa jadi pihak pembeli tidak melakukan perawatan dalam 2 tahun.
"Mana mungkin dia (Mawardi) yang juga selaku ketua KUD Sialang Makmur dan orang yang paham seluk beluk sawit lantas malah menyatakan ada ketidakjujuran? Bukannya sudah melalui proses survey, pengamatan dan lainnya. Apalagi ini objeknya Rp6 miliar lebih. Apa mungkin pembeli sembarangan memutuskan itu? Itu cuma alasan karna memang ada niat yang tidak baik, kemudian gagal bayar," ungkap Deddy.
Penulis | : | Wahyu |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Siak |