Ombudsman menemukan potensi cacat administrasi selama pelaksanaan TWK dalam alih status pegawai KPK menjadi ASN. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
|
(CAKAPLAH) - Ombudsman Republik Indonesia menyatakan alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) cacat administrasi atau malaadministrasi. Alih status ini tidak meloloskan 75 pegawai KPK lantaran tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Hal ini disampaikan Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih setelah pihaknya melakukan pemeriksaan terkait aduan pegawai KPK yang dirugikan dalam pelaksanaan TWK.
"Oleh Ombudsman ditemukan potensi malaadministrasi dan secara umum itu dari hasil pemeriksaan yang memang kita temukan," kata Najih, Rabu (21/7).
Malaadministrasi ini, kata dia, terjadi sejak pelaksanaan TWK terhadap pegawai KPK. Menurutnya, semestinya 75 pegawai KPK ini tak perlu dipecat sebab alih status pegawai KPK pada dasarnya hanya mengonversi bukan menyeleksi.
Sesuai aturan, para pegawai KPK ini seharusnya lulus sebagai ASN. Namun pimpinan KPK bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) justru menciptakan babak baru dengan membuat 75 pegawai KPK tak lulus TWK.
Oleh sebab itu, menurut Najih, tak hanya KPK yang telah melakukan malaadministrasi, BKN pun telah melakukan hal yang sama. Bahkan, dia menyebut BKN sebagai lembaga inkompetensi dalam penyelenggaraan TWK terhadap para pegawai KPK.
"Sudah sangat jelas kita tunjukkan ada inkompetensi yang dilakukan BKN, ternyata BKN selama ini regulasi yang berkaitan dengan peralihan pegawai bukan ASN menjadi ASN itu belum ada regulasi," kata Najih.
Dia menambahkan, BKN memiliki tolok ukur pasti dalam penilaian TWK peralihan status pegawai biasa menjadi ASN. Namun, BKN malah menafsirkan ketidakmampuannya dengan menggandeng lembaga lain dan menggunakan aturan dari proses seleksi yang dimiliki TNI AD. Hal ini menurutnya, tentu tak sesuai dengan alih status pegawai KPK ini.
"Dia lakukan asesmen itu dengan menggandeng asesor lembaga lain yang tentu tak ada dasar regulasi dalam konteks peralihan tadi. Sementara yang digunakan sebagai dasar hukum peralihan ini malah dasar hukum yang dipakai TNI," kata dia.
Dalam kesempatan itu, anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng juga memaparkan temuannya terkait proses alih status pegawai KPK tersebut.
Dia mengatakan pihaknya telah menemukan penyimpangan serius yang dilakukan pimpinan KPK dan BKN saat menggelar TWK.
Pelanggaran serius itu berkaitan dengan temuan nota kesepahaman yang dibuat secara backdate atau mundur beberapa bulan sebelum pelaksanaan dilakukan. Nota kesepahaman tersebut dibuat antara KPK dengan BKN yang jadi pelaksana asesmen tersebut.
"Nota kesepahaman pengadaan barang dan jasa melalui swakelola antara Sekjen KPK dan Kepala BKN ditandatangani pada 8 April 2021 dan kontrak swakelola ditandatangani tanggal 20 April 2021. Namun, dibuat tanggal mundur 27 Januari 2021," kata Robert.
Atas sejumlah temuan ini, Ombudsman meminta pimpinan KPK segera mengalihkan status 75 pegawai KPK yang sebelumnya disebut tak lolos TWK menjadi ASN.
"Sebagaimana kemudian ditemukan dalam proses pelaksanaan asesmen, maka terhadap 75 pegawai tersebut dialihkan statusnya menjadi pegawai ASN sebelum tanggal 30 Oktober 2021," kata Robert.
Editor | : | Ali |
Sumber | : | Cnnindonesia.com |
Kategori | : | Nasional, Pemerintahan |