Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Eks Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), Mursini, urung diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi 6 kegiatan di Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) setempat.
Penetapan tersangka terhadap Mursini dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Kamis (22/7/2021), bertepatan dengan Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) ke-61.
"Belum diperiksa sebagai tersangka, dan masih dalam proses pemberkasan," ujar Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto, Selasa (27/7/2021).
Raharjo menyebut, penyidik akan mengagendakan pemanggilan kepada Mursini untuk dimintai keterangan. "Kita ambil langkah sesuai aturan hukum acara yang berlaku," kata Raharjo.
Untuk pemeriksaan saksi lain, Raharjo, menyatakan sudah cukup. Keterangan saksi telah dicantumkan dalam Berkas Acara Pemeriksaan (BAP). "Tinggal pemberkasan, dalam waktu secepatnya kita selesaikan pemberkasan," kata Raharjo.
Mursini ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi enam kegiatan di Setdakab Kuansing, yang bersumber dari APBD 2017 dengan nilai Rp13.300.650.000. Tindakannya merugikan negara Rp5,8 miliar.
Enam kegiatan itu meliputi kegiatan dialog/audiensi dengan tokoh-tokoh masyarakat pimpinan/anggota organisasi sosial dan masyarakat dengan anggaran sebesar Rp7.270.000.000. Kegiatan penerimaan kunjungan kerja pejabat negara/departemen/lembaga pemerintah non departemen/luar negeri Rp1,2 miliar.
Kemudian, kegiatan Rapat Koordinasi Unsur Muspida dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) murni Rp1.185.600.000. Kegiatan Rapat Koordinasi Pejabat Pemerintah Daerah dengan anggaran Rp960 juta.
Selanjutnya, kegiatan kunjungan kerja/inspeksi kepala daerah/wakil kepala daerah Rp725 juta. Kegiatan penyediaan makanan dan minuman Rp1.960.050.000.
Dijelaskan Raharjo, penetapan tersangka terhadap Mursini berdasarkan fakta persidangan empat tersangka di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Keempat tersangka tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkrah. "Sudah dieksekusi," katanya.
Kelima tersangka itu adalah Muharlius selaku Pengguna Anggaran, kasus ini juga menjerat empat terdakwa lain. Mereka adalah M Saleh yang merupakan Kepala Bagian Umum Setdakab Kuansing selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada enam kegiatan itu.
Verdy Ananta selaku Bendahara Pengeluaran Rutin Setdakab Kuansing, Hetty Herlina sebagai mantan Kasubbag Kepegawaian Setdakab Kuansing yang menjabat Pejabat Pelaksanaan Teknis Kegiatan (PPTK), serta Yuhendrizal selaku Kasubbag Tata Usaha Setdakab Kuansing dan PPTK kegiatan rutin makanan dan minuman tahun 2017.
Tindak pidana korupsi diduga dilakukan Mursini dengan modus menerbitkan SK No KPTS 44/II/2017 tanggal 22 Februari 2017 tentang penunjukan pejabat PA, Kuasa PA, Pemeriksa Barang, Bendahara Pembantu dan Bendahara Pengeluaran dana lainnya.
Mursini memerintahkan Muharlius dan M Saleh dengan nominal berbeda. "Akibat perbuatan tersangka M bin N merugikan negara Rp5.876.038.606. Ini sudah termuat dalam putusan M Saleh," jelas Raharjo.
Atas perbuatannya, Mursini disangkakan dengan Pasal 2 ayat 1 Pasal 2 ayat (1), jo Pasal 3, jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam fakta persidangan lima terdakwa sebelumnya di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, nama Mursini berulang kali disebut dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Sejumlah terdakwa juga mengaku diperintahkan oleh Mursini untuk memberikan sejumlah uang.
Mursini disebutkan beberapa kali meminta uang kepada Muharlius dan M Saleh. Di antaranya sebesar Rp500 juta pada 13 Juni 2017. Mursini memerintahkan Verdi Ananta mengantarkan uang dalam bentuk dollar Amerika kepada seseorang di Batam, Kepulauan Riau.
Ada juga permintaan uang sebesar Rp150 juta. Uang itu untuk diberikan pada seseorang di Batam sebagai tambahan dari kekurangan uang Rp500 juta.
Muharlius juga pernah memberikan uang Rp150 juta kepada Verdi Ananta. Muharlius meminta Verdi menyerahkan uang tersebut kepada Mursini di Pekanbaru untuk kepentingan berobat istri Mursini.
Uang juga digunakan oleh Muharlius untuk membayar honor Satpol PP karena akan Idul Fitri sebesar Rp80 juta, dipakai Verdi Ananta Rp35 juta untuk kepentingan berobat orang tuanya.
Aliran dana juga diduga mengalir ke Ketua DPRD Kuansing tahun 2017, Andi Putra, atas perintah Muharlius sebesar Rp90 juta. Kemudian kepada mantan anggota DPRD Kuansing, Musliadi sebesar Rp500 juta atas perintah Mursini.
Kemudian M Saleh juga pernah menyerahkan uang Rp150 juta kepada Rosi Atali, mantan anggota DPRD Kuansing. Uang itu diberikan atas perintah Mursini.
Untuk menutupi pengeluaran dana anggaran atas enam kegiatan tersebut, para terdakwa membuat dan menandatangani Surat Pertanggungjawaban (SPj) fiktif atas enam kegiatan. Kuitansi atas enam kegiatan telah dipersiapkan sebelumnya oleh Verdi Ananta di ruang Sekda Kuansing.
Mursini sendiri pernah dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kasus ini. Pada Kamis, 3 Desember 2020 misalnya. Saat itu, Mursini banyak mengaku tidak tahu dan lupa.
Mursini dalam kesaksiannya saat itu mengaku mengetahui adanya enam proyek kegiatan di Setdakab Kuansing. Namun ia membantah ikut terlibat dalam penyelewengan anggaran pada kegiatan tersebut.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Kuantan Singingi |