KATA birokrasi rasanya sudah akrab di telinga kita, dan tentunya sudah lazim digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari. Mendengar kata birokrasi, pikiran kita akan langsung terhubung dengan sesuatu yang berbelit-belit, kaku, penuh dengan formalitas, termasuk juga didalamnya adalah hierarki yang panjang dan kekuasaan.
Birokrasi memang sering digambarkan sebagai sesuatu yang buruk, lambat, dan cenderung menghambat kemajuan. Kata ini juga biasa diidentikkan dengan proses administrasi pemerintahan yang kolot dan tidak adaptif dengan perubahan kemajuan teknologi.
Intinya, kalau kita bicara birokrasi maka akan selalu dikaitkan dengan hal-hal yang cenderung negatif. Padahal jika kita kembali pada substansi, istilah birokrasi itu sendiri sebenarnya bukanlah diasosiasikan pada sesuatu yang buruk, namun lebih pada suatu sistem kerja yang bersifat teratur dan sistematis.
Bahkan jika kita mereview kembali pendapat Maximilian Karl Emil Weber yang dikenal sebagai Bapak Birokrasi Modern dalam bukunya The Theory of Social and Economic Organization, birokrasi itu dimaksudkan sebagai cara bekerja dengan efisien dan rasional.
Lebih lanjut Sosiolog berkebangsaan Jerman itu juga memperkenalkan prinsip-prinsip dasar birokrasi rasional dan profesional yaitu: standardisasi dan formalisasi, pembagian kerja dan spesialisasi, hierarki otoritas, profesionalisasi, dan dokumen tertulis. Alih-alih untuk menghambat, kelima prinsip birokrasi itu justru untuk menjamin kelancaran dan efektivitas pelaksanaan tugas kerja.
Seiring berjalannya waktu, birokrasi perlahan-lahan kemudian berubah makna menjadi kebalikan dari substansinya. Bahkan kalau kita merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata birokrasi memiliki arti yang salah satunya adalah cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.
Pengertian kata birokrasi dalam KBBI tersebut, menunjukkan bagaimana birokrasi itu sebenarnya digambarkan di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa memang ada permasalahan birokrasi yang nyata dan telah lama berakar dalam kehidupan kita.
Secara lebih rinci, terdapat enam permasalahan utama birokrasi di Indonesia yang dirumuskan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yaitu:
organisasi pemerintahan belum tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing);
adanya peraturan perundang-undangan di bidang aparatur negara yang masih tumpang tindih, inkonsisten, tidak jelas, dan multitafsir;
alokasi SDM aparatur negara dalam hal kuantitas, kualitas, dan distribusi PNS menurut teritorial tidak seimbang, tingkat produktivitas PNS masih rendah, dan manajemen SDM aparatur belum dilaksanakan secara optimal untuk meningkatkan profesionalisme, kinerja pegawai, dan organisasi;
masih adanya praktek penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan belum mantapnya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah;
pelayanan publik belum dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat dan belum memenuhi hak-hak dasar warga negara/penduduk;
pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set) birokrat belum sepenuhnya mendukung birokrasi yang efisien, efektif dan produktif, dan profesional, serta birokrat belum benar-benar memiliki pola pikir yang melayani masyarakat, belum mencapai kinerja yang lebih baik (better performance), dan belum berorientasi pada hasil (outcomes).
Keenam masalah utama birokrasi tersebut dinilai masih relevan dengan kondisi saat ini. Masalah dasar lainnya yang juga tidak kalah pentingnya, yaitu faktor kepemimpinan. Faktor ini merupakan kunci yang menentukan bagaimana birokrasi itu dijalankan. Pimpinan yang berorientasi pada kepentingan sepihak dan kekuasaan semata, akan menjadi masalah serius yang menghambat reformasi birokrasi.
Fungsi pimpinan pada institusi pemerintahan itu sebenarnya adalah sebagai leader yang memberikan keteladanan, dan merupakan orang terdepan yang memulai perubahan birokrasi ke arah yang lebih baik. Betapapun baiknya peraturan dan kebijakan yang ada, tidak akan menghasilkan dampak yang berarti bila pimpinannya tidak mau bersungguh-sungguh dalam mewujudkan birokrasi yang berkualitas.
Berpijak dari berbagai permasalahan birokrasi pemerintahan tersebut, maka pemerintah melalui Perpres Nomor 81 Tahun 2010 telah menetapkan tujuan reformasi birokrasi yaitu untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara.
Tujuan reformasi birokrasi tersebut merupakan pengembangan dari visi reformasi birokrasi yang telah ditetapkan melalui Perpres yang sama, yaitu terwujudnya pemerintahan kelas dunia. Pada Perpres tersebut dijelaskan bahwa pemerintahan kelas dunia yaitu pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi yang mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis agar mampu menghadapi tantangan pada abad ke-21 melalui tata kelola pemerintahan yang baik pada tahun 2025.
Pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia kini telah berada pada periode ketiga atau tahap terakhir dari grand design reformasi birokrasi nasional, yaitu periode 2020-2024. Berdasarkan pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Permen PAN-RB) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024, reformasi birokrasi pada tahap akhir ini diharapkan menghasilkan karakter birokrasi yang berkelas dunia (world class bureaucracy) yang dicirikan dengan beberapa aspek, yaitu pelayanan publik yang semakin berkualitas dan tata kelola pemerintahan yang semakin efektif dan efisien.
Lebih lanjut Permen PAN-RB tersebut menguraikan bahwa pencapaian tujuan reformasi birokrasi diukur melalui indikator global yaitu diantaranya: Ease of Doing Business yang dikeluarkan oleh World Bank, Corruption Perceptions Index dari Transparency International, Government Effectiveness Index oleh World Bank, dan Trust Barometer oleh Edelman. Sedangkan sasaran reformasi birokrasi yang akan dicapai adalah birokrasi yang bersih dan akuntabel, birokrasi yang kapabel, dan pelayanan publik yang prima. Capaian ketiga sasaran tersebut diukur dari tujuh indikator yang dinilai oleh institusi dalam negeri yang diakui dan terpercaya.
Mengingat akan berakhirnya tahapan terakhir dari grand design reformasi birokrasi nasional, maka sangat perlu bagi pemerintah untuk melakukan akselerasi reformasi birokrasi di semua area perubahan. Untuk itu pemerintah perlu mengevaluasi sampai sejauh mana capaian ataupun progress dari upaya reformasi birokrasi yang dilakukan. Melalui evaluasi yang terbuka dan holistik akan diperoleh data dan informasi yang akurat tentang berbagai faktor yang menjadi penghambat dari pencapaian tujuan reformasi birokrasi. Langkah berikutnya dilanjutkan dengan menyusun formulasi dan strategi yang efektif untuk dapat diimplementasikan menjadi aksi konkret.
Akselerasi reformasi birokrasi tentunya dapat terwujud bila adanya partisipasi aktif dan dukungan dari semua elemen masyarakat di luar pemerintah, seperti masyarakat sipil, dunia usaha, dan media massa. Karenanya pemerintah perlu membangun komunikasi dan menjalin kerja sama yang harmonis dengan semua pihak terkait, sebagai mitra yang sejajar dalam mewujudkan birokrasi kelas dunia sebagaimana yang diharapkan.
Terakhir, kata kunci dari keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi itu adalah meningkatnya kepercayaan atau trust masyarakat kepada pemerintah. Kepercayaan masyarakat inilah yang menjadi pondasi yang menguatkan suatu pemerintahan. Masyarakat yang percaya pada suatu pemerintahan akan memberikan dukungan tanpa diminta, karena sejatinya mereka yakin bahwa dukungan yang mereka berikan adalah manfaat yang akan mereka terima kembali di kemudian hari.
Penulis | : | Dr. Biryanto, Ketua Pokja Penguatan Pengawasan Tim Reformasi Birokrasi Bappedalitbang Provinsi Riau |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Pemerintahan, Cakap Rakyat |