(CAKAPLAH) - 2021 merupakan tahun politik di beberapa Desa. Kabupaten Indragiri Hulu menjadi salah satu kabupaten di Provinsi Riau yang telah mengagendakan Pemilihan Kepala Desa serentak pada bulan Agustus ini. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa telah memberikan amanat, bahwa pemilihan kepala desa dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah kabupaten/kota. Prosesi pemilihan kepala desa tidak dapat dipandang sebelah mata. Positioning kepala desa sangat urgen dari banyak sisi karena bersentuhan secara langsung dengan masyarakat grassroot.
Dalam mindset kita atau gambaran secara umum, desa merupakan suatu daerah terpencil yang jauh dari keramaian kota. Daerah yang dikelilingi hutan. Suasana yang sejuk, rindang, bersih, dan segar. Masyarakat yang ramah dan saling gotong royong. Ternyata, tanpa sadar paradigma tersebut sudah berlalu. Mungkin 10 atau 20 tahun yang lalu. Pada umumnya, desa hari ini sudah mengalami perubahan yang drastis. Akses transfortasi telah terjangkau, meskipun masih banyak jalan yang rusak. Sumber penerangan telah terbangun. Komunikasi melalui perangkat internet dan android sudah dapat tersambung. Intinya, desa sudah tidak dapat dikatakan lagi sebagai masyarakat pedalaman atau terkebelakang.
Ibarat dua sisi mata uang, haq dan batil akan selalu memberikan potensi dan peluang beriringan. Begitu juga yang dialami desa. Peningkatan ekonomi, kesadaran pendidikan, dan seperangkat kemudahan akses dan teknologi juga membawa dampak tergerusnya nilai-nilai yang menjadi karakter desa. Hidup di pedesaan terasa mulai makin padat dan panas. Sikap apatis dan individualis semakin subur. Desa tak ubahnya kepingan kota di tempat yang berbeda.
Pada momentum pesta demokrasi desa, terselip pesan mengenai lingkungan. Perihal lingkungan di desa jangan sampai terabaikan oleh kepala desa terpilih nantinya. Hal ini patut dikhawatirkan, karena visi dan misi calon kepala desa hanya seputar pembangunan fisik, pemberdayaan, pengokohan adat dan agama, serta persatuan. Itu semua penting. Namun kita menyadari perihal tersebut merupakan rangkaian kalimat yang lumrah dari waktu ke waktu. Jarang sekali kita perhatikan aspek lingkungan yang menjadi topik program calon kepala desa yang baru.
Minimal, ada tiga aspek lingkungan di desa yang butuh diperhatikan. Pertama, terancamnya hutan Desa. Kedua, aliran sungai desa yang tercemar. Dan yang ketiga, tidak terkelolanya sampah di desa.
Dulu, ketiga persoalan lingkungan tersebut merupakan problematika daerah perkotaan. Akan tetapi krisis lingkungan di perkotaan dibahas dan diperhatikan oleh banyak pihak. Sementara itu, persoalan lingkungan di desa terlupakan. Sehingga waktu demi waktu lingkungan di desa tidak terkendalikan, terancam, dan dapat mengancam.
Sebelum semuanya terlambat, ketiga aspek lingkungan di desa tersebut perlu perhatian para tokoh dan tetua desa serta perlunya kesadaran masyarakat. Namun kesadaran masyarakat tidak bisa ditunggu. Perlu pembinaan serta sistem berupa aturan adat atau Perdes (Peraturan Desa). Lebih hebat lagi jika kebijakan mengenai lingkungan di desa ditopang oleh Perda (Peraturan Daerah) di tingkat kabupaten.
Persoalan hutan atau zona hijau di desa dapat dibentuk suatu kebijakan dengan istilah hutan larangan desa, hutan lindung desa, atau apa saja istilahnya yang bisa dikelola oleh desa. Sehingga desa masih memiliki hutan yang tetap terjaga. Desa perlu menyiapkan lahan atau areal tertentu sebagai sumber kekayaan hayati yang tetap lestari. Jangan sampai semua lahan atau areal di desa dikelola menjadi lahan perkebunan atau pertanian.
Kemudian mengenai sungai yang tercemar. Beberapa puluh tahun yang lalu, sungai menjadi sumber air bersih di desa. Tempat mandi dan sumber air minum. Hari ini sungai di pedesaan tercemar karena sampah, penambangan ilegal, dan bahkan terdapat beberapa kasus mengalirnya limbah Pabrik Kelapa Sawit ke sungai. Aspek ini perlu perhatian dan kekuasaan untuk mengaturnya. Baik itu berupa peraturan yang bersifat memaksa maupun sosialisasi secara terus menerus untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat.
Terakhir, berkaitan dengan persoalan sampah. Rumah di Desa sudah mulai padat. Sampah rumah tangga dan plastik berserakan dan berantakan. Bahkan popok bayi yang telah membesar tersiram air tak luput dari pandangan. Tidak sedikit yang membuang sampah di pinggir jalan, di tanah kosong, bahkan ke sungai. Perlu waktu puluhan tahun bahkan sampai ratusan tahun sampah tersebut baru dapat terurai. Sebenarnya, bisa saja Pemerintah Desa membentuk bagian struktur di Pemerintahan Desa yang mengelola hal tersebut. Termasuk sosialisasi melalui jajaran Kepala Dusun, Ketua RW, dan Ketua RT. Bahkan perkumpulan pengajian ibu-ibu dan PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) dapat menjadi ujung tombak sebagai pelopor kebersihan lingkungan di Desa.
Akankah Desa dapat kembali pada nilai-nilai lamanya? Desa seperti kepingan Surga. Semoga. Harapan penyelamatan lingkungan Desa terselip di saku Kepala Desa terpilih nantinya. Kepedulian para tokoh dan kesadaran masyarakat akan mendongkrak akselerasi pemulihan lingkungan di Desa.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia…” (QS. Ar-Rum: 41).
Penulis | : | El Hadi, Pemerhati Lingkungan Desa Kabupaten Indragiri Hulu |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Lingkungan, Cakap Rakyat |