(CAKAPLAH) - Indonesia merupakan negara dengan masyarakat multicultural terbesar di dunia karena memiliki keberagaman budaya dengan beragam adat istiadat. Keberagaman budaya dan adat istiadat ini dapat dilihat dari keanekaragaman pakaian adat, makanan tradisional, kesenian daerah, cerita rakyat hingga permainan tradisional. Hal ini merupakan suatu hal yang sangat menarik dan penting dijadikan sebagai dasar untuk mengaitkan budaya dengan pembelajaran khususnya pembelajaran Sains.
Saat ini pendidikan Indonesia menerapkan Kurikulum 2013, yang mengamanatkan bahwa Pendidikan sebaiknya berakar pada pelibatan budaya bangsa dan kearifan lokal. Namun selama ini proses pembelajaran di sekolah masih berkiblat kepada bangsa barat yaitu negara Amerika dan Eropa. Sehingga materi sains (sains modern) yang diajarkan kepada peserta didik tidak dialaminya secara langsung, melainkan hanya menghayalkan saja.
Hal inilah yang membuat peserta didik cerdas secara semu dalam mempelajari sains yaitu hanya menghafal konsep-konsep sains saja tanpa memahami pembelajaran sains secara bermakna. Sangatlah penting bagi pendidik untuk bersifat responsive dan inovatif terhadap pengembangan materi pembelajaran yang sesuai dengan amanat kurikulum 2013 tersebut.
Etnosains merupakan salah satu pendekatan yang tepat digunakan dalam proses pembelajaran. Etnosains dapat dipelajari di sekolah melalui pembelajaran sains, yaitu pada mata pelajaran kimia, fisika, biologi, dan IPA secara umum.
Etnosains merupakan pendekatan pembelajaran yang mengimplementasikan budaya daerah atau kearifan lokal sebagai objek pembelajan sains. Pendekatan Etnosains ini telah dikembangkan oleh Prof Sudarmin yang merupakan salah satu guru besar dari Universitas Negeri Semarang.
Pendekatan etnosain dalam pembelajaran berguna untuk mengatasi kesulitan peserta didik dalam menyerap pelajaran yang boleh dikatakan abstrak bagi mereka. Apabila materi sains (sains modern) dapat diajarkan di sekolah secara harmonis dengan pengetahuan asli masyarakat (sains tradisional), pembelajaran sains akan memperkuat pandangan dan pemikiran peserta didik tentang alam semesta dan lingkungan sekitarnya sehingga terjadi proses pembelajaran yang bersifat enculturation (inkulturasi).
Inkulturasi adalah pembelajaran yang dapat menyelaraskan apa sedang dipelajari siswa di kelas dengan pengetahuan budaya siswa sehari-hari. Dengan menyediakan pengalaman belajar secara komplek yang sesuai dengan dunia nyata, diharapkan menjadi salah satu alternatif khusus dalam mewujudkan pembentukan karakter nasionalisme peserta didik.
Dengan penerapan proses pembelajaran berpendekatan etnosains ini diharapkan peserta didik tidak lagi memandang ilmu sains sebagai suatu budaya asing yang harus mereka pelajari, namun memandang ilmu sains sebagai suatu budaya dan kearifan lokal yang ada yang sudah mereka kenali dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dengan pendekatan etnosains ini, peserta didik diajarkan untuk mentransformasikan atau merekontruksi sains asli masyarakat (pengetahuan yang berkembang di masyarakat) menjadi sains ilmiah terkait dengan materi-materi Pembelajaran yang sedang dipelajari disekolah.
Pembelajaran terintegrasi etnosains merupakan pembelajaran yang bertujuan menciptakan lingkungan untuk mempermudah pembelajaran dengan mengaitkan antara budaya dan materi sains yang dikemas dalam etnosains. Pembelajaran terintegrasi etnosains mengajak siswa untuk berinteraksi langsung dengan budaya lokal dan menggali ilmu pengetahuan (sains) yang ada pada budaya lokal tersebut. Sehingga muncul Rasa cinta dan bangga terhadap budayanya sendiri.
Hal ini sangat penting dimiliki oleh generasi penerus bangsa agar mereka bisa menjaga eksistensi bangsa, mempertahankan jati diri bangsa, dan menjaga kelestarian budaya bangsa. Dengan demikian peserta didik diharapkan kelak dapat menjadi pribadi yang berbudaya dan menjadi agen yang dapat mentransfer budaya ke generasi berikutnya.
Begitu banyak contoh kebudayaan Indonesia, khususnya Provinsi Riau yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam pembelajaran sains. Diantaranya adalah materi fermentasi yang dapat diajarkan melalui proses pembuatan “Cencaluk” yang merupakan makanan khas Kabupaten Bengkalis yang terbuat dari udang kecil hasil tangkapan masyarakat setempat.
Materi ekologi dan pencemaran lingkungan yang dapat diajarkan melalui “Tradisi Maawuo” dari masyarakat Tambang di Kabupaten Kampar dan “tradisi Lubuk larangan” yang berasal dari kabupaten Rokan Hulu.
Ada juga “Menongkah kerang” dari Kabupaten Indragiri Hilir untuk materi konservasi ekosistem. Selanjutnya materi zat aditif dapat diajarkan melalui pembuatan “Bolu kemojo” yang merupakan makanan khas dari Pekanbaru dan tradisi pacu jalur, lampu colok dan banyak lagi yang lainnya.
Dengan mengangkat budaya dan tradisi dari daerah setempat diharapkan peserta didik dapat mempelajari pembelajaran sains secara bermakna, karena mereka memang mengalami dan melihatnya secara langsung. Maka tugas kita sebagai pendidiklah yang dituntut untuk dapat memfasilitasi mereka dalam mengenal budaya mereka melalui materi pembelajaran yang disajikan.***
Penulis | : | Raudhah Awal, Dosen Unilak, Mahasiswa S3 Pendidikan IPA UNP |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pendidikan, Cakap Rakyat |