Pertumbuhan ekonomi yang "wow" (7,07%) pada Triwulan II 2021 dibandingkan dengan (-5,32%) pada Triwulan II 2020 menjadi debat asyik bagi para ekonom dan pemerhati statistik. Kalaupun dibandingkan dengan Triwulan sebelumnya, masih tumbuh sekitar 3,31%.
Pertumbuhan 7,07% dianggap normal karena membandingkannya dengan kondisi saat awal PSBB (April 2020 PSBB dimulai dengan PP 21/2020).
PSBB dimulai dari Jakarta pada 6 April dan di Riau mulai 17 April. Ketika itu angkutan udara tumbuh -80,26% dan penyediaan akomodasi -44,13% dengan Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh -5,32%. Ekonomi rontok. Lalu kalau kita tengok komponen pertumbuhan pada 2021 TW2, angkutan udara tumbuh 137,74% dan penyediaan akomodasi 45,07%.
Fantastis tapi juga miris. Karena kalau dari nilai PDB yang terbentuk kita tidak lebih sejahtera dibanding TW3 2019. Pertumbuhan yang minus sudah dimulai sebelum wabah Covid19 menyerang. Artinya kita telah kehilangan momentum untuk lebih sejahtera dalam kurun waktu 7 triwulan.
Kalau diibaratkan badan kita, sebelum sakit berat badan mencapai 75 kg tapi sudah melemah dan turun sikit. Lalu sakit berkepanjangan selama 6 triwulan, turun 10% menjadi 67.5 kg. Jadi kurusan la. Sekarang sudah mulai enak makan, kembali naik 10 % menjadi 74,25 kg. Tapi tetap saja masih lebih kurus dibanding sebelum sakit.
Fenomena pertumbuhan sub sektor angkutan udara dan penyediaan akomodasi karena masyarakat sudah menganggap Covid19 merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari, tidak lagi sangat menakutkan dibanding April hingga Juni tahun lalu. Selain sektoral, pertumbuhan spatial juga menunjukkan ketidakmerataan.
Pertumbuhan tertinggi ada di kawasan PAPA MAMA (Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara) mencapai 8,75%. Sebagaimana kita fahami bahwa kawasan ini lebih mengandalkan sumberdaya alam yang bertujuan ekspor, artinya pertumbuhan lebih terkerek karena adanya pertumbuhan ekonomi negera tujuan ekspor. Kita di Sumatera, dengan kontribusi nasional mencapai 21,73% dalam PDB hanya tumbuh 5,27% (masih lebih baik dibanding Bali Nusra).
Kita masuk ke Riau. Pertumbuhan ekonomi Riau TW2 2021 dibanding TW2 2020 mencapai 5,13%. Termasuk ‘Waouw’. Tapi kalau dibandingkan dengan keadaan Januari-Maret 2021, periode April-Juni 2021 hanya tumbuh 0,06%, positif, tapi saya cabut kata Waouw tadi. Riau pertumbuhannya turun mulai TW1 2019. Masa yang cukup lama untuk merasakan kelesuan.
Tumbuhnya ekonomi Riau banyak ditopang oleh kondisi global, seperti kawasan PAPA MAMA. Sehatnya ekonomi negraa tujuan ekspor, seperti Tiongkok, menjadi obat bagi ekonomi Riau. Lihat saja data pertumbuhan dari sisi expenditure, ekspor tumbuh 48,58% juga dibantu oleh government spending yang tumbuh 13,68%. Terima kasih banyak buat Pemerintah Provinsi Riau dan Pemrintah Kabupaten Kota yang telah berbelanja.
Sektor migas masih sangat besar kontribusinya bagi PDRB Riau. Dengan pergerakan ekonomi global yang melambat, harga minyak duiniapun melemah, ditekan pula oleh lifting yang makin kecil. Ekonomi Riau tanpa migas sebenarnya tumbuh lebih Waouw dibanding nasional, mencapai 7,40% dibanding Triwulan II tahun lalu. Sama halnya dengan nasional, sumber pertumbuhan ditopang sektor penyediaan akomodasi dan transportasi.
Namun dibanding Triwulan II 2021 hanya tumbuh 0,03%, dengan sektor pertumbuhan utama adalah sektor adminitrasi pemerintahan mencapai 29,35%. Sekali lagi terima kasih banyak buat Pemda-Pemda.
Untuk periode Triwulan III 2021, kita masih harap-harap cemas dengan pelaksanaan PPKM yang diperpanjang, penegakan aturan yang ketat dan sanksi yang keras (PPKM yang panjang tegak dan keras). Angka 0,03% akan sulit dicapai tanpa upaya bersama seluruh komponen di Riau ini. Terutama kalau wabah ini tidak segera menampakkan penurunan kasus.
Periode April-Juni memang bisa dianggap sebagai periode wabah menjadi biasa, terutama karena vaksinasi yang lancar (walau masih banyak yg belum). Pelaksanaan vaksinasi yang menumpuk terkumpul dalam satu waktu dan tempat tertentu, justru memicu penularan.
Ini malah bisa mengubah angka 0,03% tadi menjadi minus. Akibatnya pertumbuhan ekonomi yang sudah ditargetkan "bagus" pada revisi RPJMD malah meleset bukan melesat. Wallahualam bisowab.
Penulis | : | Dahlan Tampubolon, Ekonom Senior UNRI |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Ekonomi, Cakap Rakyat |