Pengunduran diri Perdana Menteri Malaysia, Tan Sri Muhyiddin Yassin dan menyerahkan kekuasaan kepada Raja Malaysia, Raja Sultan Abdullah Alam Ahmad Shah pada 16 Agustus kemarin, menandai terjadinya kekosongan kekuasaan pemerintahan di negara jiran tersebut. Pengunduran diri Muhyiddin Yassin sebagai Perdana menteri Malaysia ditandai oleh penarikan 14 anggota parlemen dari Partai UMNO yang tergabung dalam koalisi Perikatan Nasional.
Selama ini, koalisi pemerintahan Muhyiddin atau Perikatan Nasional mengamankan 115 dari total 222 kursi di parlemen Malaysia. Sebanyak 38 kursi parlemen di antaranya diduduki politikus UMNO. Muhyiddin Yassin yang juga sebagai Ketua Partai Pribumi bersatu hanya 17 bulan berkuasa setelah Mahathir Mohamad mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri Malaysia. Muhyiddin Yassin tercatat sebagai Perdana Menteri Malaysia yang ke-8 sejak negara tersebut merdeka pada 31 Agustus 1957.
Di masa transisi kekuasaan tersebut, Malaysia akan merayakan kemerdekaannya ke-64 pada 31 Agustus 2021. Pada 31 Agustus 1957 yang lalu merupakan peristiwa sejarah bagi Semenanjung Malaya yaitu meraih kemerdekaan dari Inggris. Sebelum dikenali sebagai Malaysia saat ini, dulunya dikenali dengan sebutan Semenanjung Malaya merujuk kepada negeri negeri Melayu yaitu dari negeri-negeri dari Johor Bahru hingga negeri Kelantan yang berbatasan dengan Negara Thailand di Selatan. Wilayah Semenanjung Malaya dikenali juga sebagai Persekutuan Tanah Melayu (Federation of Malaya).
Perdana Menteri Muhyiddin Yassin kehilangan mayoritas di Parlemen yang menyebabkan pengunduran dirinya sebagai Perdana Menteri. Di pihak lain, Koalisi oposisi Pakatan Harapan pimpinan Datuk Seri Anwar Ibrahim yang juga Ketua Partai Keadilan Rakyat (PKR) memiliki harapan menggantikan Muhyiddin Yassin, jika dapat dukungan mayoritas anggota Parlemen. Sejauh ini Raja Malaysia, Sultan Abdullah Alam Ahmad Shah menolak untuk dilaksanakannya pemilihanraya (pemilihan umum) disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang masih melanda negara tersebut.
Sesuai Kelembagaan negara, Raja Malaysia memiliki kewenangan menunjuk anggota parlemen untuk menjadi perdana Menteri yang menurut Raja paling mungkin mendapat dukungan mayoritas kursi di Parlemen. Apakah peluang tersebut dapat direbut oleh Datuk Seri Anwar Ibrahim yang memegang ketua koalisi Pakatan Harapan dan juga sebagai ketua Partai Keadilan Rakyat? Tulisan ini mencoba menjelaskan perhitungan suara atau kursi di Parlemen yang mana saat ini tidak ada koalisi yang mayoritas menguasai kursi di parlemen, setelah dukungan kepada Perdana Menteri Muhyiddin Yassin tidak lagi mayoritas dibandingkan ketika menjadi Perdana Menteri sejak 17 bulan sebelumnya.
Kursi dari Partai UMNO menarik dukungannya terhadap Perdana Menteri Muhyiddin Yassin. Oleh sebab itu, pengunduran diri beliau disebabkan oleh dukungan dari partai UMNO yang tergabung dalam koalisi Perikatan Nasional di tarik kembali. Walaupun UMNO tidak lagi menjadi Partai yang berkuasa semenjak Tun Mahathir Mohamad keluar dari partai tersebut, posisi UMNO untuk melengkapi kursi di Parlemen masih menjadi rebutan bagi kedua Koalisi yaitu Koalisi Perikatan Nasional pimpinan Tan Sri Muhyiddin Yasin dan Koalisi Pakatan Harapan yang dipimpin oleh Datuk Seri Anwar Ibrahim. Oleh sebab itu, pertarungan sesungguhnya ada di ke-2 Koalisi besar tersebut yang berisikan beberapa partai politik di dalamnya.
Memandang situasi dan keadaan yang demikian, saat ini tak ada pilihan lain bagi Raja Malaysia Sultan Abdullah Alam Ahmad Shah untuk menunjuk kembali Tan Sri Muhyiddin Yassin sebagai Perdana Menteri sementara hingga ditunjuknya Perdana Menteri definitif ke-9 menggantikan Tan Sri Muhyiddin Yassin. Tidak adanya koalisi mayoritas di Parlemen menjadikan penunjukan Perdana Menteri menggantikan Muhyiddin Yassin tidak dapat dilakukan, sambil menunggu penunjukan Raja Malaysia melihat perkembangan di Parlemen. Sementara itu, pihak oposisi yang diketua oleh Datuk Seri Anwar Ibrahim dan Mahathir Mohamad telah sepakat membangun koalisi baru yang sebelumnya pecah.
Koalisi Datuk Seri Anwar Ibrahim dan Tun Mahathir Mohamad ini merupakan koalisi yang sejak awal menentang Muhyiddin Yassin diangkat sebagai Perdana Menteri Malaysia. Di Parlemen Malaysia, Koalisi Perikatan Nasional hanya memiliki 100 kursi dari jumlah 222 kursi. Ini berarti Koalisi Perikatan Nasional kehilangan mayoritas dan ini salah satu pertimbangan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin mengundurkan diri. Dalam Konstitusi Negara, Perdana Menteri harus mengundurkan diri jika dia tidak mendapat dukungan dari mayoritas dewan. Bergabungnya Tun Mahathir Mohamad dengan Datuk Seri Anwar Ibrahim akan semakin menguatkan pihak oposisi yang berusaha mendapatkan kursi mayoritas di parlemen.
Di pihak oposisi juga belum dapat mayoritas kursi di Parlemen. Koalisi Pakatan Harapan Pimpinan Datuk Seri Anwar Ibrahim hanya menguasai 80 kursi di Parlemen yang berarti membutuhkan mayoritas agar dapat membentuk pemerintahan. Koalisi Pakatan Harapan yang dipimpin oleh Datuk Seri Anwar Ibrahim memerlukan dukungan dari Partai Partai UMNO (The United Malays’ National Organization). UMNO untuk mendapat suara mayoritas di Parlemen dan sekaligus dapat membentuk pemerintahan.
Datuk Seri Anwar Ibrahim dulunya pernah menjadi bagian dari UMNO dan tercata sebagai Ketua Pemuda UMNO. Harapan tersebut dapat saja terjadi dalam politik, yang mana dukungan UMNO sangat diharapkan oleh koalisi Pakatan Harapan untuk membentuk pemerintahan dan sekaligus menjadi Perdana Menteri yang ke -9. Namun sebaliknya pula Koalisi Perikatan Nasional pimpinan Tan Sri Muhyiddin Yassin juga akan berusaha mencari kursi mayoritas untuk mendudukkan calonnya sebagai Perdana Menteri ke-9 dan sekaligus membentuk pemerintahan.
Penulis | : | Hasrul Sani Siregar, MA, Alumni IKMAS, UKM, Malaysia/Widyaiswara di BPSDM Provinsi Riau |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Internasional, Cakap Rakyat |