PEKANBARU (CAKAPLAH) - Arif Budiman, korban perkara kejahatan perbankan di Bank Jawa Barat Banten (BJB) cabang Pekanbaru menjadi saksi di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (23/8/2021). Keterangan diberikan untuk terdakwa Indra Osmer Gunawan Hutahuruk.
Arif dihadirkan langsung oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Zurwandi, ke Pengadilan Negeri Pekanbaru sedangkan terdakwa berada di Rutan Klas I. Saksi memberikan keterangan di hadapan majelis hakim yang diketuai Dahlan Tarigan.
Arif menjelaskan, dirinya sudah menjadi nasabah BJB Pekanbaru sejak 2011. Dia menjadi nasabah membawa 26 perusahaan, beberapa di antara atas nama pribadi. "Selebihnya kuasa, rekening atas nama perusahaan yang saya bawa dan uang masuk ke saya," kata Arif.
Seiring berjalannya waktu, Arif mulai curiga ada transaksi mencurigakan. Uang pencairan pekerjaan dirinya sebagai kontraktor masuk tapi tidak pernah diterima oleh dirinya.
Transaksi mencurigakan itu terungkap setelah Arif melakukan rekonsiliasi dengan manajemen BJB Pekanbaru. Dari sana terungkap ada transaksi dari ratusan juta hingga miliaran. "Uang saya dicuri, dia (terdakwa Osmer) yang melakukan, saya ada buktinya," tegas Arif.
Arif menjelaskan, transaksi sering dilakukan terdakwa Osmer tanpa sepengetahuan dirinya. Tanda tangannya juga dipalsukan dan terdakwa Osmer mengambil cek rekening atas nama dirinya.
"Jadi pernah dia mengambil cek ketika berurusan dengan karyawan saya. Transaksi dilakukan hari berikutnya tanpa sepengetahuan saya," kata Arif.
Arif menyebut ada transaksi terhadap delapan perusahaan atas nama pribadinya. Nilainya bahkan pernah mencapai Rp1,2 miliar tanpa sepengetahuan dirinya sebagai nasabah.
Beberapa transaksi sudah dikantongi buktinya oleh Arif saat rekonsiliasi dengan BJB. Namun dirinya tidak diberikan semua bukti oleh BJB Pekanbaru meskipun sudah mengirimkan surat resmi.
Bukti-bukti itu juga diserahkan Arif ke penyidik Polda Riau. Arif ingin kasus ini dikembangkan karena dirinya mengaku kehilangan uang puluhan miliar, bukan Rp3 miliar lebih yang disebut penyidik. "Kata penyidik saat itu akan dikembangkan tapi sampai sekarang tidak ada," sebut Arif.
Hakim mempertanyakan terkait aliran dana ke rekening sesuai yang tertuang dalam Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) tapi, Arif tidak mengetahuinya secara detail. "Anda kan korban, harusnya dikasih oleh penyidik berita acaranya. Biar bisa menjelaskan secara rinci," kata hakim ketua, Dahlan.
Arif menyebut, dirinya sudah berulang kali meminta kepada penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau tapi tidak diberi. "Itu adalah hak Anda. Harus transparan, tidak ada yang ditutupi," kata Dahlan.
Dahlan mengingatkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), Zurwendi, untuk memberikan terdakwa salinan berkas perkara. JPU menyebut, sebelum persidangan saksi korban sudah membaca berkas tersebut. "Tidak bisa begitu jaksa, harus diberi, kita saja kalau diminta salinan putusan, diberi," tutur Dahlan.
Karena ada sejumlah bukti tidak dipegang Arif, hakim menunda persidangan untuk dilanjutkan Kamis depan. "Persidangan memang membuktikan materil tapi juga formil, perlu bukti surat, ini harus diserahkan ke saksi apalagi dia korban agar mempermudah sidang," pinta Arif.
Usai persidangan, Arif menyebut sudah mensomasi BJB Pekanbaru. Hal itu terkait permintaan bukti transaksi yang dilakukan terdakwa Osmer tapi tidak pernah diserahkan pihak bank. "Ada ribuan transaksi, tidak semua yang diberitahukan kepada saya, somasi ini meminta bukti-bukti itu," kata Arif.
Menurut Arif, pihaknya belum mendapat data dari penyidik. Bukti yang dibawanya ke persidangan hanya bukti pengaduan dari BJB dan tambahan transaksi korban yang belum ditindaklanjuti oleh penyidik.
"Kita puas (dengan pertanyaan hakim) tidak ada tanda tangan saya (di cek), bukan dari pihak saya (pencairan) dan pada saat rekonsiliasi di BJB pernah cek keluar satu hari dengan salah satu perusahaan. Itu dua kali buku cek keluar makanya itu dipertanyakan siapa yang ambil cek, sampai saat ini tidak pernah dikasih," jelas Arif.
Arif mengungkapkan, ada sekitar 1.800 sampai 1.900 lebih transaksi melalui rekeningnya. "Ada sebagian yang sepengetahuan saya, nilai yang tidak saya ketahui sekitar Rp20 miliar lebih. Untuk yang 9 transaksi Rp3 miliar tapi 9 itu dengan transaksi yang dilakukan BJB," papar Arif.
Perkara ini juga menjerat teller BJB, Tarry Dwi Cahya (berkas penuntut terpisah). Untuk terdakwa Tarry mengajukan keberatan atau eksepsi atas dakwaan JPU sedangkan Osmer tidak.
JPU dakwaannya menyebutkan, terdakwa Indra Osmer secara bersama-sama dengan Tarry Dwi Cahya (dilakukan penuntutan terpisah) pada 13 Oktober 2017 sampai 30 Desember 2017 di Kantor BJB Pekanbaru melakukan perbuatan yang melawan hukum.
"Terdakwa (Osmer) sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank," kata JPU.
Akibat perbuatannya, kedua terdakwa diancam pidana dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a dan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992, tentang Perbankan jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kota Pekanbaru |