Ilustrasi
|
Pekanbaru (CAKAPLAH) - Wabah pandemi Covid-19 sejak 1,5 tahun terakhir telah memberikan dampak pada semua sektor dan dimensi kehidupan. Dunia usaha berada pada kondisi titik nadir dan menghadapi tantangan yang teramat sangat berat, tersebab banyak sektor perekonomian yang terganggu dan tidak berjalan karena saling ketergantungan satu dengan yang lainnya.
Aktivitas produksi dan transaksi bisnis terhenti. Sekitar setengah dari 3,3 miliar pekerja di dunia menghadapi risiko kekurangan uang dan atau kehilangan pekerjaan dalam berbagai tingkatannya. Sektor UMKM dan ekonomi informal juga terpukul hebat. Jutaan petani di dunia, begitu juga pekerja migran menghadapi situasi ekonomi yang berat dengan berkurang atau bahkan hilangnya penghasilan mereka. Semua sektor dan lapangan usaha rakyat terganggu, sehingga mengakibatkan berkurangnya pendapatan, meningkatnya pengangguran, meningkatnya angka kemiskinan dan menurunnya derajat kesejahteraan rakyat secara luas.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menangani dan mencegah penyebaran pandemi covid-19 maupun berbagai kebijakan untuk mengatasi dampak yang terjadi. Pemerintah juga telah menerapkan kebijakan pembatasan aktivitas yang telah dilakukan sejak April 2020 lalu, dimulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diberlakukan di 18 wilayah di Indonesia.
Kemudian dengan beberapa aturan lain yang berbeda, Pemerintah menerapkan beberapa kebijakan yang disinyalir dapat mempengaruhi pergerakan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19,yakni Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro mulai Januari 2021 lalu, yang bertujuan untuk menekan penularan covid, sehingga aktivitas ekonomi diharapkan dapat kembalipulih.
Sebenarnya dampak PPKM darurat terhadap perekonomian tidak lebih dalam jika dibandingkan dengan dampak PSBB tahun 2020, karena beberapa sektor esensial sudah diperbolehkan untuk beroperasi walaupun dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
“Namun jika PPKM dijalankan terlalu lama apalagi diterapkan secara berjilid dan mencicil, tanpa ada kepastian maka akan berdampak pada konsumsi rumah tangga. Kebijakan pembatasan mobilitas yang inkonsisten dan tanpa kepastian akan meningkatkan resiko sektor industri menghadapi gangguan signifikan dari sisi rantai pasok, tenaga kerja, kesinambungan bisnis hingga arus kas usaha.Pada akhirnya perpanjangan PPKM akan kembali berdampak pada ekonomi nasional,” kata Sekretaris DPP Apindo Riau, Edi Darmawi, kepada CAKAPLAH.COM, Selasa (24/8/2021).
Edi Darmawi mengatakan, agar perekonomian bergerak maka daya beli masyarakat harus kembali normal, untuk itu mobilitas harus kembali normal dan pendapatan masyarakat pulih. Namun inilah yang justru jadi persoalannya, akibat dari pemberlakuan PPKM yang tidak jelas arah dan metodologi sehingga semakin memperparah perekonomian rakyat. “Ketika daya beli terus lesu maka akan berimbas pada terganggunya proses produksi dan perdagangan, yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya PHK dan angka pengangguran bakal tinggi karena investasi tertunda atau usaha tutup,” jelasnya.
“Pada dasarnya, Apindo dan Dunia Usaha di Riau memahami bahkan mendukung berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam menangani dan mencegah penyebaran pandemi covid-19, demikian juga adanya penerapan PPKM. Namun, Apindo Riau berharap pemerintah lebih arif dan bijak serta cermat untuk menentukan metode dan strategi yang lebih cepat dan tepat,” katanya lagi.
Edy menyebut, idealnya, setiap metodologi yang diterapkan haruslah dilakukan evaluasi secara komprehensif, diperlukan pengamatan terhadap efektivitas dan dampak penerapannya. Tidak sekedar menerapkan kebijakan PPKM dengan cara berjilid-jilid dan dicicil-cicil, selain tidak efektif juga akan mengakibatkan ketidakpastian yang berkepanjangan.
Penerapan PPKM yang dilakukan dengan membatasi mobilitas melalui penyekatan dan penutupan ruas jalan dalam praktiknya terjadi ketidakjelasan maksud dan tujuannya, justru menimbulkan persoalan baru yang memperparah kondisi sosial ekonomi masyarakat. Memperparah kemacetan dan bahkan menimbulkan prilaku pungli sebagian oknum yang mengatasnamakan pemuda tempatan pada ruas jalan yang dijadikan akses alternatif. Ironisnya, fenomena faktual ini terbiarkan tanpa ada tindakan dan solusi yang tegas oleh aparat yang berwenang.
“Sebagai contoh konkret, penutupan sebagian ruas jalan di Kota Pekanbaru, sangat membingungkan dan sepertinya di luar akal sehat, akses flyover di Jalan Sudirman ditutup. Sementara jalan lurus melalui bawah dibuka, bagaimana logikanya? Hal sama terjadi di beberapa ruas jalan protokol lainnya ditutup, sementara jalan tikus masih dibuka, sehingga masyarakat memelesetkan arti dari PPKM menjadi Pandai Pandai Keluar dari Macet, dan banyak lagi pelesetan-pelesetan yang viral di medsos,” katanya.
Dari pengaduan yang disampaikan oleh anggota Apindo Riau, sektor Ritel (penutupan mal dan pasar), perhotelan, rumah makan dan cafe, serta UMKM, saat ini mengalami kondisi yang sangat berat. Akibat penurunan omzet yang sangat signifikan, sebagian besar usahanya tutup dan dengan sangat terpaksa melakukan PHK dan merumahkan karyawan. Bahkan beberapa waktu lalu, pedagang pasar Sukaramai telah mengibarkan bendera putih. Sektor perhotelan terpuruk, penutupan jalan menyebabkan akses ke hotel terbatas. Pedagang kecil dan sektor informal tak ada pembeli.
“Untuk itu Apindo Riau meminta Pemerintah meninjau ulang penerapan PPKM yang menutup akses jalan maupun akses aktivitas ekonomi masyarakat. Meminta pemerintah untuk mengintensifkan 3 T dan sosialisasi serta pengawasan Prokes 6 T secara masif dan berkesinambungan,” kata Edi.
Ia menyebut UMKM memiliki peran dan berpengaruh besar dalam perekonomian Indonesia dan menjadi sektor yang harus diprioritaskan oleh pemerintah, mengingat banyaknya jumlah UMKM berikut tenaga kerja maupun keterkaitan ekonomi pada sektor ini sangat besar. Jika kondisi ini tidak segera disikapi, dikhawatirkan akan menimbulkan dampak sosial ekonomi yang semakin kompleks dan parah.
Untuk itu, Apindo Riau berharap pemerintah senantiasa mengajak dan melibatkan dunia usaha serta stakeholder dalam setiap menentukan kebijakan pengendalian dan pencegahan pandemi covid-19, tentunya akan lebih baik lagi jika dilakukan sinergi dan kolaborasi dengan berbagi peran secara proporsional. Kita semua berharap pandemi covid-19 ini segera dapat diatasi dan kita kembali pada kondisi perekonomian yang normal. Semoga.***