PEKANBARU (CAKAPLAH) - Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) melakukan audiensi secara virtual dengan Kantor Staf Presiden (KSP) untuk membahas sejumlah persoalan terkait Blok Rokan, termasuk memperjuangkan hak masyarakat adat di wilayah kerja ladang minyak Blok Rokan di Provinsi Riau.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Datuk Seri Syahril Abubakar kepada wartawan usai audiensi mengatakan dalam audiensi secara virtual dengan KSP tersebut LAMR menyampaikan beberapa pokok pikiran terkait alih kelola ladang minyak Blok Rokan di Provinsi Riau.
Sebagaimana diketahui tanggal 9 Agustus 2021 lalu Blok Rokan kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dimana pemerintah menunjuk PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) mengelola Blok Rokan setelah sebelumnya dikelola PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
“LAMR jauh-jauh hari sebelumnya melalui BUMA (Badan Usaha Milik Adat) sudah mengikuti proses tender untuk bersama-sama PT PHR mengelola Blok Rokan dimana yang didivestasi oleh Pertamina sebesar 39%, tapi ini proses tendernya masih berlangsung,” kata Datuk Seri Syahril.
Menurut Datuk Seri Syahril, LAMR berharap KSP dapat mendorong Pertamina mempertemukan LAMR melalui badan usaha milik adat yang didirikan sebagai peserta tender dengan perusahaan-perusahaan yang lain. “Dalam hal ini supaya kita bisa berkonsorsium. Siapa pun yang menang, LAMR dapat ikut di dalamnya,” kata Datuk Seri Syahril.
Selain itu, KSP akan mengusahakan agar LAMR bisa bertemu baik dengan Pertamina, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) atau instansi terkait lainnya menyangkut saham Blok Rokan.
Sementara, Ketua Umum MKA LAMR Datuk Seri H. Al azhar pada audiensi tersebut memaparkan keberadaan masyarakat adat di wilayah kerja Blok Rokan mulai dari masyarakat ada Sakai, Bonai, dan Tapung yang kepentingannya terabaikan.
“Berkaitan dengan Blok Rokan hakikatnya yang diinginkan LAMR adalah Pertamina melalui anak perusahaannya itu mengubah kenyataan buruk yang dialami masyarakat adat di Riau,” kata Datuk Seri Al azhar.
Ada tiga kelompok masyarakat hukum adat Sakai dan Bonai, dan Tapung yang semasa Indonesia merdeka diakui kepemilikan mereka atas tanah dan sekarang merupakan wilayah kerja dari Blok Rokan.
Menurut Datuk Seri Al azhar, masyarakat adat Melayu Riau tidak mau lagi hanya menjadi penonton. Untuk itu, LAMR berupaya merintis jalan agar masyarakat adat tidak lagi menjadi penonton. Namun, kemampuan LAMR yang terbatas karena sama sekali tidak memiliki kuasa atas operasional Blok Rokan.
“Sampai sekarang penglibatan LAMR melalui badan usaha milik adat melalui mekanisme Business to Business (B2B) pengelolaan Blok Rokan sebesar 39% masih terkatung-katung. Untuk itu kami berkirim surat kepada Yang Mulia Datuk Seri Setia Amanah Negara pada tanggal 12 Agustus lalu sekaligus menyampaikan perkembangan terkini dari pengelolaan Blok Rokan,” paparnya.
Untuk mengubah masyarakat adat Melayu Riau agar tidak lagi menjadi penonton, perusahaan yang menjadi operator di wilayah kerja minyak Blok Rokan harus bersedia berubah dari pengelolaan ekslusif seperti selama ini menjadi pengelolaan yang inklusif dan kolaboratif.
"Pengelolaan yang inklusif dan kolaboratif ini atau pertumbuhan ekonomi inklusif (inklusif growth) ini menjadi amanat dari Sustainable Development Goals (SDGs) yang sudah kita ratifikasi dan mewarnai semua perencanaan di Bappenas. Tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan. Di dalamnya ada bucket yang menyatakan leaved no one behind, tidak boleh ada satu pun yang tertinggal,” ujarnya.
Ia berharap peranan strategis KSP untuk menjembatani bukan hanya kepentingan bisnis di wilayah kerja Blok Rokan tetapi juga kepentingan mewujudkan inklusif growth dan mengeluarkan masyarakat adat Melayu di Riau dari situasi terkutuk karena sumber daya alam yang kaya.
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Bidang Energi Kedeputian I KSP Didi Setiarto dapat memahami apa yang disampaikan para pimpinan LAMR dari diskusi yang dilakukan itu. Didi mengatakan dirinya mencoba meringankan tugas pimpinan dengan pengertian akan diurai.
“Perlu rasanya kita bekerja sama sehingga di daerah solid, dan hal ini akan membantu kita dalam meyakinkan bahwa ini adalah sesuatu yang valid untuk diperjuangkan,” kata Didi.
Didi mengatakan apa yang menjadi pemikiran, aspirasi dari LAMR ini bisa ditangkap dan akan disampaikan kepada Presiden melalui Kepala Staf.
“Agenda kami yang paling dekat adalah membuka komunikasi dengan PT Pertamina dan PT PT PHR. Saya tidak berjanji apa-apa, yang bisa kami janjikan adalah berusaha maksimal,” kata Didi, di akhir audiensi,” kata Didi.***