Pekanbaru (CAKAPLAH) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus dugaan korupsi alat rapid test dengan tersangka Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Kabupaten Kepulauan Meranti, Misri Hasanto.
Penanganan kasus korupsi itu dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau. Misri sudah ditahan di Rutan Polda Riau sejak Sabtu (18/9/2021).
"Untuk kasus alat rapid test sudah (dikirim,red) SPDP-nya sudah terima, hari ini," ujar Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Raharjo Budi Kisnanto, Senin (20/9/2021).
Raharjo mengatakan, dengan telah dikirim SPDP, Kejati Riau menunggu pelimpahan berkas perkara atau tahap I dari penyidik Ditreskrimsus Polda Riau. Nantinya, berkas akan ditelaah oleh jaksa peneliti untuk mengetahuinya kelengkapan formil dan materil.
Sebelumnya, Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi, menjelaskan, penyidik sudah melakukan pemeriksaan kepada Misri. "Kita sudah periksa dan tahan MH, Kadiskes Meranti," ujar Agung, saat ekspos penanganan kasus, Senin pagi.
Agung menjelaskan, Misri diduga melakukan penggelapan barang-barang negara untuk kepentingan pribadi yang merugikan negara dan masyarakat. Penyidik menemukan fakta bahwa tersangka menyelewengkan bantuan 3 ribu alat rapid test Covid-19.
Alat rapid test itu merupakan bantuan dari Kementerian Kesehatan RI yang disalurkan melalui Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Pekanbaru, kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Meranti. "Yang bersangkutan (tersangka) tidak mendistribusikan sebagaimana yang diharapkan dalam penanganan covid-19 ini," tuturnya.
Oleh Misri, alat itu dikomersilkan. Satu alat rapid test ditarik biaya dari masyarakat Rp150 ribu.
Kasus ini terungkap dari informasi dan data dari masyarakat, terkait adanya indikasi penyimpangan. Dilakukan pendalaman, dan diketahui alat rapid test tidak disimpan di fasilitas kesehatan yang semestinya. Ada pula rapid test yang disimpan di klinik milik yang bersangkutan.
Untuk menutupi perbuatannya itu diungkapkan Agung, tersangka lalu membuat laporan palsu. Yang menyatakan bahwa rapid test seakan-akan sudah disalurkan kepada masyarakat. "Tapi kita cek ternyata masyarakat tidak pernah melaksanakan rapid test," kata Agung.
Terkait hal ini, Agung berharap kepada penyelenggara penanganan covid-19, agar menolong masyarakat dengan sebaik-baiknya. Apa yang sudah diberikan negara, hendaknya disalurkan sebagaimana mestinya.
"Kami mengajak kita semua lebih mengawasi penanganan covid-19, supaya bisa dilaksanakan sebaik-baiknya tanpa adanya penyimpangan," ajak Agung.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Ferry Irawan untuk kepentingan pribadi. Hibah yang didapat oleh Dinas Kesehatan Meranti ini, tidak dilaporkan tersangka kepada BPKAD setempat sebagai aset kabupaten.
Alat rapid test itu disimpan tersangka di kantornya sendiri, dan ada yang dikliniknya. Selanjutnya alat rapid test normalnya Rp115 ribu, dijual oleh tersangka sekitar Rp150 ribu, ada pula yang dibuat semacam kerjasama dengan pihak lain.
Akibat perbuatannya, Misri dijerat dengan Pasal 9 jo Pasal 10 huruf (a) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam Pasal 9 disebutkan, ancaman hukuman bagi tersangka adalah paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun serta denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. Sementara Pasal 10 ayat (a), diancam pidana penjara paling sedikit 2 tahun dan paling banyak 7 tahun serta denda minimal Rp100 juta dan maksimal Rp350 juta.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Kepulauan Meranti |