Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar Dedy Kurniawan menyampaikan keterangan pada rapat dengar pendapat d ruang Banggar DPRD Kampar, Senin kemarin.
|
BANGKINANG (CAKAPLAH) - Rapat dengar pendapat yang digelar DPRD Kabupaten Kampar menyikapi keluhan proses ganti rugi oleh para pemilik lahan yang akan dibangun jalan tol di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Tambang, Senin (20/9/2021) berjalan panas.
Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang diwakili Veni dan kawan-kawan dihajar pertanyaan bertubi-tubi oleh Ketua DPRD Kampar Muhammad Faisal, Ketua Komisi I, II, III dan sejumlah anggota DPRD Kampar berkaitan adanya keluhan masyarakat Desa Sungai Pinang yang lahannya terkena dampak pembangunan jalan tol.
Nah, bagaimana pendapat beberapa pihak yang diundang dalam pertemuan ini?
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar Dedy Kurniawan yang diberikan kesempatan berbicara dalam pertemuan itu menyampaikan bahwa secara umum bahwa pekerjaan jalan tol adalah proyek strategis nasional (PSN) dan terikat Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Ia menjelaskan, ada empat tahapan yang harus dilalui dalam pelaksanaan proyek ini yaitu perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan penyerahan hasil.
Tahapan yang dibahas dalam RDP ini adalah tahapan ketiga, yakni pelaksanaan. "Sering kita bicara campur baur setiap tahapan misalkan kenapa tak ada negosiasi, kenapa tidak ada musyawarah. Kok ada pembangunan fisik sana. Padahal dalam konsep undang-undang ada empat tahapan," cakap Dedy.
Ia menambahkan, begitu bercampur baurnya, sehingga masyarakat atau beberapa pihak terlihat agak rancu menanggapi. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi.
Lebih lanjut dikatakan, pada tahap pelaksanaan, ada proses ganti kerugian. "Di situ yang ada seperti yang disampaikan KJPP itu yang ada adalah bentuk ganti kerugian. Kita semua sudah tahu itu. Bagaimana musyawarah sebelumnya terhadap harga. Musyawarah itu saya yakin dilaksanakan kepada masyarakat langsung, cuma pemahaman di masyarakat tak seakademis ini," ulasnya.
Bahkan dalam musyawarah juga tegas Undang-undang mengatakan bahwa masyarakat pemilik lahan harus hadir dan tidak ada surat kuasa dalam rapat ini.
"Begitulah proses sampai terjadinya penilaian oleh pihak KJPP. Penentuan KJPP dilaksanakan dengan lelang terbuka. Tentunya pemenangnya orang dianggap oleh PU sebagai user orang yang diangggap memiliki kemampuan dan pengalaman menentukkan penilaian," bebernya.
Ia mengakui bahwa masalah harga sering ambigu. "Sering ditemukan bahwa harga di dalam akta itu rendah sekali. Niatnya apa saya nggak tahu. Apakah nilainya seperti itu kita tak tahu. Sehingga ketika katakanlah apraisial ini melakukan kerja dia tentu akan bertanya," katanya.
"Masalah harga di republik ini mungkin Tuhan yang tahu, mungkin ditambah PPAT," kata Dedy.
Sementara itu Sekretaris Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) Lucy Novianty dalam RDP dengan DPRD Kampar menegaskan bahwa kewenangan P2T adalah menyampaikan hasil penilaian KJPP. "Kami tak punya kewenangan merubah dan menerima keberatan terhadap harga," terangnya.
Namun P2T menerima keberataan terhadap luas, ukuran, data kami termasuk tanah sisa. Tapi kalau untuk harga, P2T tidak ada negosiasi karena musyawarah ini sudah diatur adalah musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian dan menyampaikan besarnya nilai ganti kerugian.
"Jika masyarakat bertanya kenapa nilainya seperti itu, kami hadirkan masyarakat dan KJPP, masyarakat bisa bertanya, kami langsung ketemukan masyarakat dengan KJPP," ulas Lucy.
Dia menambahkan, kewenangan P2T tidak sampai menilai dan sampai menghitung. Kewenangan P2T hanya inventarisasi.
Sesuai UU Nomor 2 tahun 2012 Pasal 37, 38, dan 39 dijelaskan mengenai penetapan nilai. "Kami tak masuk tim penilai. Kecuali diaturan sebelumnya," terangnya.
Penulis | : | Akhir Yani |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Kabupaten Kampar |