(CAKAPLAH)-Mungkin inovasi yang diusulkan ini terdengar asing dan lain di telinga masyarakat pada umumnya, namun ini juga merupakan hal yang baru didengar di kalangan pemerintahan. What is the meaning ? Who is the implemented ? How about that ? when ? and then where ? (apa, siapa yang akan menjalankan, bagaimana, kapan dan dimana hal ini akan diimplementasikan). Hal inilah yang menjadi pertanyaan mendasar pada kalangan umum.
Melirik dari pada pembangunan daerah, hal ini merupakan bagian integral dari pembangunan nasional mencakup seluruh segi kehidupan masyarakat, sudah tentu memerlukan pengorganisasian pemerintahan yang mampu mengikuti perkembangan zaman. Pelaksanaan pembangunan yang ditujukan demi kemakmuran rakyat. Penyelenggaraannya dilakukan menyeluruh sampai ke pelosok daerah dan desa, sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Dengan kata lain, bahwa negara memberikan kesempatan dan keleluasan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah, ujar wanita yang di sapa DS.
Salah satu aspek yang sangat penting dalam melaksanakan fungsi Pemerintahan adalah melayani masyarakat dari berbagai aktivitasnya dan untuk itulah maka Pemerintah membentuk sistem administrasi dan birokrasi dari Pemerintah tingkat yang tertinggi sampai ke tingkat Pemerintahan yang terendah. Agar dapat memberikan pelayanan yang lebih optimal bagi seluruh masyarakat dalam fungsi pelayanan masyarakat atau Public service.
Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan berbagai macam kebijakan selalu diupayakan pemerintah baik secara sentral (Terpusat), dekonsentrasi (pelimpahan wewenang dari pusat ke pada gubernur), desentralisasi (pelimpahan sebagaian kewenangan dari pusat kepada daerah otonom) serta Tugas pembantuan. Ini pulalah yang menjadi alasan kenapa KORNAS KOHATI berfikir untuk bagaimana menciptakan inovasi baru bagi pemerintah untuk di implementasikan atau dilaksanakan penyelenggaraannya dalam tatanan kepemerintahan supaya menghindari isu tumpang tindih yang terjadi di daerah.
Namun daripada itu, ini sebagai bentuk partisipasi, keikutsertaan, serta bentuk kepedulian masyarakat dalam mengharapkan sebuah inovasi ini maka sebuah perubahan ini memerlukan yang namanya kepastian hukum sebagaimana yang tercantum pada Undang-undang 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah yang menyebutkan beberapa asa penyelenggaraan pemerintahan yang baik salah satunya yaitu kepastian hukum.
Kepastian hukum disini maka sebuah inovasi memerlukan gandengan hukum penguat yang dibuat secara tertulis yang akan di sahkan pada lembaga-lembaga terkait.
Menyikapi hal itu, menanggapi perihal apa yang disampaikan Menteri Keuangan Republik Indonesia Ayunda Sri Mulyani, bahwasanya beliau mengatakan secara global, Indonesia sendiri memiliki komitmen dalam penyelamatan krisis iklim dunia yang termanifestasi ke dalam Nationally determined contributions (NDC). Terkait dengan hal ini, Indonesia memasang target sebesar 26 persen dengan kemampuan sendiri, dan 41 persen dengan dukungan berbagai pihak. Dalam mencapai komitmen NDC tersebut, pemerintah Indonesia bersama banyak stakeholder mendorong banyak alternatif untuk mencapai target NDC, seperti rancangan pembangunan rendah karbon (PRK) yang diinisiasi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), kemudian peluncuran Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang dimotori Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan juga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Oleh sebab itu maka muncul beberapa isu wacana inisiatif pemberian insentif fiskal berbasis ekologi yang diutarakannya.
Oleh sebab itu, bahwa dalam mewujudkan tata kelola yang baik dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, pengelolaan keuangan daerah dilakukan berdasarkan hakekat tata kelola yaitu transparan, akuntabel dan partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
Transparansi, akuntabel dan partisipatif dalam pengelolaan keuangan daerah merupakan aspek penting dalam menciptakan tata kelola yang baik.
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban daerah, tidak dapat dipungkiri alokasi anggaran pusat ke daerah melalui mekanisme transfer pusat ke daerah merupakan bagian yang teramat penting dalam agenda meruntuhkan kesenjangan antara pusat dan daerah.
Tentunya, penggelontoran sejumlah anggaran tersebut diharapkan mampu menjadi stimulus bagi daerah untuk berkembang. Namun, bukan malah menjadi kreatif dan kuat secara domestik, stimulus fiskal tersebut malah membuat candu dan ketergantungan.
Tanggapan ini lah yang memunculkan wacana inisiatif pemberian insentif fiskal berbasis ekologi, yang disesuaikan dengan kondisi wilayah masing-masing daerah.
Hal serupa yang dilakukan masyarakat sipil bersama sejumlah praktisi ekonomi dan pemerhati lingkungan mendorong wacana transfer serupa berupa insentif untuk daerah yang menjaga hutan dan alamnya dengan mekanisme transfer anggaran nasional berbasis ekologi (TANE).
Wacana ini pun berkembang menjadi mekanisme transfer anggaran provinsi berbasis ekologi (TAPE) untuk alokasi anggaran kepada provinsi dan mekanisme transfer anggaran kabupaten berbasis ekologi (TAKE) untuk alokasi anggaran kepada kabupaten.
Untuk memperkuat gagasan itu, maka mekanisme TAPE dan TAKE ini pun ditunjang oleh Peraturan Pemerintah (PP) No.12 tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 45 dan 67 mengenai bantuan keuangan.
Khusus untuk TAKE, PP No.47 Tahun 2015 tentang Perubahan PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa ikut memperkuat gagasan ini sehingga wacana ini sangat rasional dan realistis untuk diterapkan.
Provinsi Riau yang terdiri dari 12 Kabupaten/Kota yang kaya akan sumberdaya alam pun tidak menutup kemungkinan untuk mengambil langkah baru dalam memperbaiki sistem pelayanan perbaikan ekonomi ke depannya berbasis Ekologi.
Dengan tidak melihat pada 1 sektor saja namun lebih kepada hal yang menguntungkan masyarakat. Seperti pemuliaan tanaman kalangan Pertanian, Perkebunan serta hal-hal yang menyangkut tindak langsung yang beroperasional di tengah masyarakat. Namun pembinaan, bimtek serta mengindentifikasi daerah-daerah yang berpotensi dalam penyelamatan lingkungan benar-benar dilakukan pembinaan, serta suversi atau pengawasan yang serius dengan adanya TAPE tentu ini akan sedikit banyak dana akan tersentuh ke masyarakat langsung penggunaannya, bukan tidak mungkin, untuk Desa pun akan ada TADE (Transfer Anggaran Desa berbasis Ekologi).
Ketika ini terselenggara, bukan tidak mungkin pemerintah yang mengidentifikasi daerah atau wilayah yang berpotensi bisa menaikkan rating ekonomi masyarakat, karena pemerintah pun bisa menentukan arah pasar dan peredaran dari hal yang menghasilkan hasil binaan kepada masyarakat, tentunya instansi terkait saling support system, support yang memberikan masukan arah perubahan baik.
Kemudian, jika dikritik, namun kritikan yang akan membangun dan memberi solusi terbaik untuk masyarakat bukan merugikan masyarakat.
Penulis | : | Delpi Susanti, Seknas KOHATI dan dosen UIR |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Cakap Rakyat |