Kak Seto.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) mencatat 33 persen anak didik mengalami depresi karena belajar melalui sistem online atau daring.
Ketua Umum LPAI, Seto Mulyadi atau yang lebih dikenal dengan Kak Seto mengatakan hal ini terjadi karena kurikulum yang digunakan dalam pembelajaran online masih belum ramah anak.
"Kurikulum sekolah daring sama seperti sekolah robot dan cenderung membuat banyak anak-anak menjadi depresi," kata Kak Seto, Jumat (24/9/2021).
Lanjut Kak Seto, akibat mengalami depresi gara-gara menjalankan pembelajaran secara online, 2 hingga 3 anak lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Kak Seto menyebut, kurikulum ramah anak seharusnya dikedepankan dalam proses belajar mengajar secara daring di tengah pandemi Covid-19.
"Situasi yang dihadapi saat ini benar – benar berbeda 180 derajat. Jika sebelumnya anak-anak sekolah tidak boleh bermain gadget, saat pandemi justru anak-anak tidak boleh bersekolah dan harus memegang gadget untuk sekolah daring," jelasnya.
Satu sisi gadget ini diibaratkan oleh Kak Seto seperti halnya sebuah mata pisau atau gunting. Jika keduanya dipakai untuk hal yang positif maka hasilnya juga akan positif. Begitu juga dengan sebaliknya.
Kak Seto juga mendorong agar pemerintah dan pihak sekolah sebaiknya menciptakan kurikulum ramah anak dalam proses belajar mengajar secara daring.
Yang dimaksud kurikulum ramah anak itu menurut Kak Seto adalah lebih mengedepankan etika dan estetika dalam berkehidupan serta tidak memberikan tekanan-tekanan kepada siswa dengan tugas-tugas rumit.
"Serta tidak memberikan target-target lulus atau tidak lulus, pola seperti itu sebaiknya dikesampingkan terlebih dahulu di tengah situasi seperti ini,” tutupnya.
Penulis | : | Herianto Wibowo |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Pendidikan |