(CAKAPLAH) - Sepanjang abad ke-18 hingga abad ke-19 orang-orang Cina yang berasal dari Tanah Besar Cina (The Republic People of China) yang berimigrasi ke Semenanjung Malaya (kini Malaysia) lebih banyak memilih dan mendiami wilayah Malaka (Malacca), Penang dan Tumasik (Singapura).
Sebagai dampaknya, orang-orang Cina Perantauan (Overseas Chinese) tersebut berasimilasi dan bersosialisasi serta menjalin kontak dengan penduduk tempatan. Kesulitan dalam masalah kewarganegaraan yang mana, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang menganut sistem Dwi kewarganegaraan (Ius Sanguinis) telah menjadi masalah bagi kaum pria untuk membawa istri mereka ke Semenanjung Malaya (baca: Malaysia) ketika itu.
Oleh RRT, semua warga negaranya yang berada di luar negeri, dianggap pula sebagai warganegaranya. Akibatnya banyak dari kaum pria tersebut mengawini perempuan melayu setempat. Cucu dan keturunan mereka telah mewariskan sejarah di Tanah Semenanjung Malaya (baca: Malaysia). Yang demikian sering pula disebut dengan “Straits Chinese“ (selat bagi orang-orang Cina).
Cina peranakan di Malaka khususnya dan Malaysia umumnya lebih dikenal dengan sebutan “Babas”dan “Nonyas”. Ini umumnya dapat dijumpai di Bandar Malaka dan sekitarnya. Kajian-kajian kecil pernah penulis lakukan dengan pengamatan langsung dan penerusuran referensi-referensi yang ada. Di Kota Bharu, Kelantan pula, sebutannya disebut dengan “Saudara Baru”. Sebutan “Babas” ini, lebih digunakan untuk pihak laki-laki, sedangkan perempuannya disebut dengan “Nonyas”.
Orang-orang Cina peranakan ini dalam kesehariannya juga selalu menggunakan bahasa Melayu dan Mandarin. Tidak ada kesulitan bagi “Nonyas” dan “Babas” untuk berbicara dalam bahasa keseharian umumnya di Malaka yaitu bahasa Melayu Malaysia yang sudah baku.
Dalam hal menu keseharian, makan dengan menu Melayu serta memakai pakaian serba Melayu dapat dilihat dalam kesehariannya. Bagi mereka, asimilasi sudah berjalan sejak awal sebelum kemerdekaan Malaysia. Tradisi ini dapat dilihat kesehariannya di bandar Malaka dan sekitarnya. Asimilasi dan pencampuran adat dan tradisi merupakan hal yang biasa dan telah berlaku.
Orang Cina (Chinese) sejak abad ke 19 telah berimigrasi secara besar-besaran ke Semenanjung Malaya (sekarang Malaysia) yang mana, Semenanjung Malaya menjanjikan harapan bagi orang-orang Cina tersebut untuk berimigrasi. Diperkirakan lebih kurang 5 ribu jiwa, orang-orang Cina dari Tanah Besar Cina (RRT) telah berimigrasi ke Semenanjung Malaya. Semenanjung Malaya ketika itu, kaya akan sumber daya alam berupa timah.
Awal mulanya, orang-orang Cina tersebut merupakan pekerja kontrak dan setelah kontrak mereka selesai, mereka kembali ke negara asalnya. Namun, setelah ditemukannya sumber daya alam berupa timah di Semenanjung Malaya, imigrasi secara besar-besaran mulai dilakukan secara bergelombang.
Kontak dagang antara orang-orang Tongkok dan Melayu pada abad ke 19 tersebut, diyakini sebagai latar belakang mulainya imigrasi orang-orang Tiongkok ke Semenanjung Malaya. Selain dasar mencari sumber daya alam, faktor yang sangat signifikan mendorong mereka berimigrasi adalah kondisi kehidupan yang sangat miskin di negaranya.
Pemerintahan (dinasti) Manchu (1644-1911) ketika itu sangat korup dan tidak efisien dalam mengelola pemerintahan. Lahan pekerjaan bagi penduduk setempat sangat langka. Banyak rakyat khususnya petani dieksploitasi. Pemberontakan terhadap pemerintah telah terjadi pada tahun 1850 khususnya di wilayah provinsi selatan.
Akibat dari masalah tersebut, banyak rakyatnya melarikan diri ke Semenanjung Malaya untuk menghindari perlakuan kasar dari pemerintahan Manchu. Akibat kemiskinan itu pula, pemerintah sukar untuk mencukupi kebutuhan rakyatnya, yang mana jumlah populasi penduduk semakin meningkat yang tidak diikuti oleh ketersediaan lahan pekerjaan yang memadai. Akibat dari semua itu, pengangguran semakin menjadi permasalahan yang cukup serius. Selain faktor tersebut, juga faktor berupa bencana alam sering pula melanda wilayah Tiongkok dan juga wabah penyakit dan kurangnya bahan sandang dan pangan.
Umumnya, orang-orang Cina yang berimigrasi ke Semenanjung Malaya tersebut, mendiami daerah yang bernama Tumasik yang sekarang dikenal dengan negara Singapura, wilayah Malaka (Malacca) dan wilayah Penang. Tumasik (Singapura) dulunya merupakan bagian dari Federasi Malaya sebelum Singapura memisahkan diri dari Semenanjung Malaya pada 9 Agustus 1965. Diperkirakan 2 ribu telah berimigrasi ke Malaka dan 6 ribu ke Penang. Oleh yang demikian, tingkat populasi di ke-2 wilayah tersebut, meningkat dengan pesat. 60% hingga 70% mayoritas penduduk di ke-2 wilayah tersebut merupakan etnis tiongkok.
Malaysian Chinese Association
Jauh sebelum Semenanjung Malaya (Malaysia) merdeka pada 31 Agustus 1957 yang dilakukan oleh Tunku Abdul Rahman dalam perayaan seromonial di Dataran Merdeka, Kuala Lumpur, partisipasi politik masyarakat Cina Malaysia telah disalurkan dalam partai
politik yang mewakili dari kaum etnis Cina Malaysia. Partai politik tersebut adalah MCA (Malayan Chinese Association) atau Asosiasi Cina Malaysia. Kata Malayan telah diganti dengan Malaysian sehubungan dengan penggantian Malaya dengan Malaysian
(Malaysia).
MCA dibentuk pada tahun 1946 oleh Tan Cheng Lock yang awal mulanya disebut Dewan Pan-Malaya yang bertujuan untuk melindungi kepentingan orang Cina Malaysia terhadap keputusan pemerintah Inggris bagi pembentukan Kesatuan Malaya (Malayan Union). Namun secara resminya, Malayan Chinese Association ini terbentuk pada tahun 1949 dengan Presiden pertamanya, Tan Cheng Lock. Partai MCA ini dibentuk antara lain dengan berbagai macam pertimbangan salah satunya adalah melindungi kepentingannya baik secara politik maupun ekonomi.
Partai politik MCA memiliki peran yang cukup besar dalam Koalisi Barisan Nasional yang telah memberikan kontribusi kemenangan dalam mendapatkan kursi bagi koalisi Barisan Nasional, khususnya bagi Partai UMNO yang juga tergabung dalam koalisi Barisan Nasional. Di bidang Pendidikan, orang Cina Malaysia yang bernaung ke dalam Partai MCA berhasil meyakinkan pemerintah Federal Malaysia untuk dipercayai membuka universitas yaitu Tunku Abdul Rahman University (UTAR) Kuala Lumpur.
Nama Tunku Abdul Rahman diambil sebagai menghormati nama Bapak pendiri Malaysia yang sekaligus sebagai Perdana Menteri Pertama Malaysia. Oleh sebab itu, Partai MCA merupakan salah satu partai politik yang berperan dalam mendukung keberhasilan di
bidang pendidikan khususnya di Malaysia yang berbilang kaum (multikultural etnis).***
Penulis | : | Hasrul Sani Siregar, S.IP, MA; Alumni IKMAS, Malaysia/Widyaiswara di BPSDM Provinsi Riau |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Internasional, Cakap Rakyat |