Pekanbaru (CAKAPLAH) - Setiap yang namanya olahraga pasti tidak jauh dari kata cidera, peran dari Fisioterapis sangatlah vital untuk membantu para atlet yang mengalami cidera pada saat berlatih maupun bertanding.
Saat ini Fisioterapis PSPS Riau menjadi buah bibir para pecinta sepakbola Indonesia, khususnya para pendukung PSPS Riau yang saat ini berlaga di kompetisi Liga 2.
Ia adalah Regi Faula Sari, srikandi asal Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Egi sapaan akrab Regi Faula Sari bergabung dengan PSPS Riau pada tahun 2020 lalu, dan PSPS Riau sendiri adalah tim sepakbola pertama yang ditanganinya.
"Sebelum di sepakbola, saya sebelumnya menangani olahraga seperti futsal, basket dan juga pencak silat," katanya, Sabtu (25/9/2021).
Sosok dari legenda sepakbola Indonesia, yaitu Bima Sakti tak bisa dipisahkan dari sosok Egi. Karena yang pertama kali membawa Egi untuk berkecimpung di dunia sepakbola adalah Bima Sakti.
Saat itu Egi dibawa oleh Bima Sakti untuk menjadi Fisioterapis kala pertandingan persahabatan Peduli Lombok antara Indonesia Legend melawan PSPS Legend di Pekanbaru pada tahun 2018 silam.
"Coach Bima adalah orang yang pertama kali bawa saya ke lapangan hijau," tuturnya.
Pernah Ditolak Karena Gender
Egi bercerita di tahun 2021 ini dirinya gagal menandatangani kontrak dari 2 tim besar yang berkompetisi di Liga Indonesia hanya karena dirinya seorang wanita, salah satunya adalah salah satu klub yang berlaga di Liga 1 Indonesia.
Sejatinya dia menegaskan seorang Fisioterapis tidak bisa diukur dari sisi jenis kelamin, karena tindakan Fisioterapi hanya bisa dilihat dari kemampuan sang Fisioterapi.
Lanjut wanita lulusan Fakultas Kedokteran Universitar Abdurab Pekanbaru ini membeberkan seorang Fisioterapis akan bekerja dengan sepenuh hati karena para Fisioterapis juga disumpah untuk tidak boleh membedakan ras, suku, gender dan juga agama.
"Kontrak batal karena masalah Gender, Alhamdulillah saya bersukur di PSPS Riau sangat menerima kehadiran perempuan. Dari manajemen sampai pelatih semua sangat menerima saya dengan baik," ucapnya.
Dia juga berpesan kepada seluruh Fisioterapis wanita yang ada di Indonesia untuk tidak mundur hanya karena masalah gender, serta Fisioterapis perempuan harus tanamkan pada diri bahwa mereka adalah seorang Fisioterapis.
"Saya dulu sempat dimop (tekan) sampai kena mental karena hanya seorang perempuan, tapi sekarang saya tidak peduli lagi karena saya seorang Fisioterapis," tuturnya.