Jakarta (CAKAPLAH) - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah mengatakan anggaran penyelenggaraan Pemilu 2024 harus bijaksana (Prudent), sehingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai tidak perlu lagi menggelar Pemilu 2024 dengan sistem e-voting yang pada prakteknya dianggap gagal dan hanya menghamburkan anggaran saja.
"Kami tidak ingin ada lagi IT, yang selama ini IT-nya gagal terus, jadi kesannya buang-buang anggaran saja. Kan beberapa kali uji coba dilakukan oleh KPU, toh gagal. Pilkada kemarin ada istilah sim. Sim apa gitu lho ya (maksudnya Sirekap). Nah kami di daerah itu satu hari sudah selesai perhitungan. Yang IT itu, sembilan hari baru selesai," ujar Said Abdullah kepada wartawan, Kamis (30/9/2021).
Dijelaskannya, alasan menolak Pemilu dengan sistem e-voting itu salah satunya dasar hukum. Karena penggunaan E-voting tidak diatur dalam undang-undang yang berlaku.
"Dan lagi, sesuai undang-undang, yang diakui kan rekap manual. Mari dalam kondisi seperti ini, kita kurangi juga, sisir kembali, gitu lho," lanjutnya.
Selain itu ditegaskannya, dalam kondisi perekonomian Indonesia saat ini ditengah pandemi Covid-19. Penggunaan anggaran harus dialokasikan secara prudent, termasuk dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 mendatang.
"Tapi memang kita ingin anggarannya yang prudent, transparan, akuntabel, kan itu menjadi standar kita semua," tegas politisi PDI-Perjuangan itu.
Sementara terkait pemangkasan anggaran penyelenggaraan tahapan Pemilu pada tahun 2022 yang sebelumnya telah disahkan oleh Komisi II DPR RI menjadi Rp 8 Triliun, dari angka Rp 13 Triliun yang diusulkan KPU. Dirinya mengatakan pemangkasan tersebut sangat tepat, sehingga upaya untuk meminimalisir anggaran penyelenggaraan Pemilu 2024, dapat terealisasi.**