Zul AS saat ditahan KPK.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru menerima permohonan banding Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap vonis mantan Walikota Dumai, Zulkifli Adnan Singkah alias Zul AS.
Hakim tinggi menambah hukuman Zul AS. PT Pekanbaru menjatuhkan vonis 5 tahun penjara terhadap Zul AS. Terdakwa terbukti melakukan suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Dumai dan gratifikasi Rp3,9 miliar. Selain 5 tahun penjara, PT Pekanbaru menghukum Zul AS membayar denda Rp250 juta atau subsider 3 bulan kurungan.
Zul AS juga dihukum membayar kerugian negara Rp3.848.427.906 subsider 1 tahun. Hukuman itu sama dengan tuntutan JPU, sekaligus mebantalkan vonis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru pada 12 Agustus 2021. Saat itu, hakim memvonis Zul AS dengan pidana kurungan selama 2 tahun 6 bulan, denda Rp250 juta atau kurungan 2 bulan penjara. Zul AS juga divonis membayar uang pengganti kerugian negara Rp3,9 miliar.
Jika satu bulan setelah putusan inkrah atau tetap, harga benda Zul AS disita untuk mengganti kerugian negara atau diganti hukuman kurungan selama 1 tahun. Telah keluarnya vonis banding terhadap Zul AS itu dibenarkan oleh Panitera Muda Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rosdiana.
“Iya benar (putusan PT Pekanbaru, red) tapi registernya belum," ujar Rosdiana.
Sebelumnya, JPU KPK, Rikhi Benindo Maghaz SH MH dan kawan-kawan, menuntut Zul AS dengan pidana penjara selama 5 tahun, denda Rp250 juta atau subsider kurungan selama 3 bulan. Zul AS juga dihukum membayar kerugian negara Rp3.848.427.906 subsider 1 tahun penjara. Dari jumlah itu telah disetor terdakwa ke rekening KPK dan telah disita KPK sebanyak Rp250 juta. JPU juga mencabut hak politik Zulkifli AS untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun.
"Terhitung sejak selesai menjalankan pidana," kata JPU. JPU menyatakan Zul AS bersalah melanggar Pasal 5 dan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
JPU dalam dakwaannya menyebutkan, perbuatan suap oleh Zul AS terjadi pada medio 2016 sampai 2018. Terjadi pemberian uang secara bertahap yang dilakukan di sejumlah tempat di Jakarta. Ketika itu, Zul AS memberikan uang secara bertahap kepada Yaya Purnomo selaku Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah pada Direktorat Jenderal Perimbangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Uang juga diberikan kepada Rifa Surya selaku Kepala Seksi Perencanaan Dana Alokasi Khusus Fisik II, Subdirektorat Dana Alokasi Khusus Fisik II dan Kepala Seksi Perencanaan Dana Alokasi Khusus Non fisik.
"Uang diberikan sebesar sebesar Rp100 juta, Rp250 juta, Rp200 juta dan SGD35,000," kata JPU.
Dalam pengurusan DAK APBN 2017, Zul AS memerintahkan Marjoko Santoso selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Daerah (Bappeda) Kota Dumai untuk pengurusan DAK melalui Yaya Purnomo. Atas perintah itu, Marjoko menemui Yaya di Hotel Aryaduta, Jakarta, pada Agustus 2016. Saat itu Yaya bersama Rifa dam bicarakan pengurusan DAK untuk bidang pendidikan, jalan dan rumah sakit. Pada saat pertemuan itu, pengajuan usulan DAK APBN 2017 Kota Dumai dalam tahap belum diverifikasi oleh Kementerian Keuangan karena Pemerintah Kota Dumai belum memiliki admin tingkat nasional. Selanjutnya, Yaya dan Rifa memberikan kode admin kepada Marjoko.
Saat itu, Marjoko menyerahkan proposal berisi usulan DAK APBN 2017 sebesar Rp154.873.690.000 kepada Yaya dan Rifa Untuk dilakukan analisa dan verifikasi. Pertemuan kembali dilakukan pada September 2016. Ketika itu Zul AS bersama Marjoko, bertemu Yaya dan Rifa di Jakarta. Yaya dan Rifa menyanggupi permintaan DAK APBN 2017 Kota Dumai.
"Syaratnya, ada biaya pengurusan sebesar 2,5 hingga 3 persen dari nilai pagu yang ditetapkan. Permintaan itu disanggupi oleh terdakwa," tutur JPU. Pada November 2016, Marjoko diperintahkan oleh Zul AS untuk memberikan uang kepada Yaya dan Rifa sebesar Rp100 juta. Uang diserahkan di Bandara Sukarno-Harta.
"Pemberian uang berlanjut pada Desember 2016 di Jakarta. Marjoko atas perintahnya terdakwa kembali memberikan uang kepada Yaya dan Rifa sebanyak Rp250 juta," jelas JPU.
Untuk melancarkan tujuannya, Zul AS melalui bawahannya juga melibatkan kontraktor untuk mendapatkan persetujuan dari Kementerian Keuangan. Pasalnya, Dana DAK Pemerintah Kota Dumai tahun 2016, mengalami kurang bayar sebesar Rp22.354.720.000. Zul AS memerintahkan Sya'ari selaku Kepala Dinas Pendidikan Kota Dumai untuk mencari pihak rekanan yang mampu menyiapkan komitmen fee untuk Yaya dan Rifa, agar DAK APBN-Perubahan 2017 Kota Dumai dapat diterima oleh Kementerian Keuangan.
Sya'ari memberitahu kepada terdakwa bahwa ada calon rekanan yang mampu menyiapkan komitmen fee. Calon rekanan itu adalah arif Budiman dan Mashudi. Atas hal itu, Sya'ari menyampaikan bahwa paket pekerjaan yang bersumber dari APBN-Perubahan TA 2017 Kota Dumai, dengan perkiraan pagu anggaran sebesar Rp7,5 miliar, untuk Arif Budiman. Dengan catatan, ada komitmen fee sebesar Rp150 juta dan disanggupi. Untuk Mashudi diberi paket kegiatan pekerjaan yang bersumber dari APBN-Perubahan TA 2017 Kota Dumai dengan perkiraan pagu anggaran sebesar Rp2,5 miliar.
Syaratnya, komitmen fee Rp50 juta, dan Mashudi juga menyanggupinya. Selain suap, JPU juga mendakwa Zul AS melakukan grstifikasi sebesar Rp3.940.203.152. Uang tersebut diterimanya dari pemberian izin kepada perusahaan yang mengerjakan proyek di Kota Dumai dan pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintahan Kota Dumai.
"Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, terdakwa menerima uang terkait pemberian izin kepada perusahaan yang mengerjakan proyek di Kota Dumai dan Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan Pemerintah Kota Dumai," tutur JPU.
Tindakan itu dilakukan pada 2016 dengan cara memberikan arahan kepada Hendri Sandra selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTMSP) Kota Dumai agar menyampaikan kepada perusahaan-perusahaan yang mengajukan izin pengerjaan proyek di Kota Dumai supaya melibatkan Yudi Santonoval dalam pengerjaan proyek.
Bahwa pada tahun 2017-2018 Yudi mendapatkan paket pekerjaan pada Pemasangan Pipa Gas pada Proyek Pengembangan Jaringan Distribusi Dumai (PJDD). Kemudian Zul AS secara bertahap menerima uang dari Yudi sejak 2017.
Zul AS juga menerima uang dari Rahmayani, Muhammad Indrawan, Hermanto, Yuhardi Manaf, Nanang Wisnubroto dan Hendri Sandra. Uang diperuntukkan kepentingan Zulkifli. Dari dakwaan juga ada uang untuk biaya ritual doa keberhasilan Zulkilfi AS dan keluarganya, pembelian barang antik, pembalikan bata terkait pembangunan rumah Zulkifli di Jalan Bundo Kandung Pekanbaru.
Ada juga pemberian uang untuk dengan menggunakan kartu debit, untuk biaya pembayaran pembelian tanah di Jalan HM Sidik Kelurahan Pelintung Kecamatan Medang Kampai Kota Dumai dan untuk pembayaran pada aplikasi Traveloka.
Ada juga uang diberikan untuk penyewaan posko pemenangan, Syamsuar dan Edi Natar Nasution sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Riau.
Jumlahnya sebesar Rp20 juta dan lainnya Sejak menerima uang Rp3.940.203.152, kata JPU, Zul AS tidak melaporkannya kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari sebagaimana dipersyaratkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penulis | : | Ck2 |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Hukum, Kota Dumai |