Kepala Kejari Kuansing, Hadiman SH MH
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Jaksa menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit kerugian negara perkara dugaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif 2019 di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kuantan Singingi (Kuansing).
Sebelumnya di perkara ini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing menetapkan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) BPKAD Kuansing, Hendra AP alias Keken, sebagai tersangka. Keken ditahan pada Kamis (25/3/2021) sore.
Tidak terima, Hendra AP mengajukan praperadilan ke Pengadilan Teluk Kuantan. Hakim tunggal Timothee Kencono Malye SH, Senin (5/4/2021), mengabulkan praperadilan dan menyatakan penetapan tersangka terhadap Hendra AP tidak sah.
Tidak putus asa, Kejari Kuansing kembali menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru atas penanganan kasus itu. Sejumlah staf di BPKAD kembali dipanggil sebagai saksi, termasuk Hendra AP.
Kepala Kejari Kuansing, Hadiman, mengatakan, penyidikan kasus ini masih berjalan. Pihaknya akan segera melakukan gelar perkara. "Insya Allah dalam bulan ini kita ekspos," ujar Hadiman, Sabtu (16/10/2021).
Hadiman mengatakan, pihaknya menggandeng tim ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau untuk melakukan audit. "Tim ahli sudah oke," kata Hadiman.
Dipilihnya BPKP, kata Hadiman, karena dalam putusan praperadilan hakim mempertimbangkan audit perhitungan kerugian negara yang dilakukan penyidik. Hakim menyatakan jaksa penyidik tidak berwenang menghitung kerugian negara dalam dugaan korupsi tersebut.
"Makanya (Hendra AP) di lepas. Penghitungan jaksa penyidik tidak sah. Dengan langkah itu kami lakukan penghitungan BPKP cuma hasilnya belum keluar. Nanti kami koordinasikan dengan BPKP," jelas Hadiman.
Hadiman menjelaskan, sekarang peraturan memperluas wewenang penyidik dalam menghitung kerugian negara. Misalnya KPK berwenang melakukan perhitungan audit atas perkara dugaan korupsi.
"KPK kan penyidik (boleh menghitung kerugian negara sendiri) dalam kapasitas mengungkap kasus korupsi, jaksa juga penyidik, apa bedanya itu perluasan penjelasan, cuma itu domain pengadilan membuat pertimbangan, jaksa tidak berwenang, makanya (Hendra AP) dilepas," jelas Hadiman
Hadiman menyebut banyak perkara ditangani oleh Kejari Kuansing yang penghitungan ketugian negara tidak dilakukan oleh BPK maupun BPKP. Ia mencontohkan korupsi pengadaan alat peraga di Dinas Pendidikan Kuansing 2019.
Dalam perkara yang menjerat tiga tersangka itu penghitungan kerugian negara dilakukan oleh penyidik sendiri dengan kerugian Rp 1,3 miliar. Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru menyatakan penghitungan itu sah.
"(Hukuman terdakwa) sudah berkekuatan hukum tetap. Hakim mengabulkan bahwa penghitungan kerugian keuangan negara itu sah. Penyidik berwenang untuk menghitung kerugian keuangan negara. Lantas apa bedanya dengan BPKAD," tutur Hadiman.
Selain itu juga ada perkara korupsi yang ditangani Kejari Kuansing, penghitungan kerugian negaranya tidak dilakukan BPKP, yakni korupsi ruang pertemuan Hotel Kuansing Kuansing. Itu penghitungan kerugian negaranya dilakukan oleh ahli dari Universitas Tadulako.
"Dua terdakwa telah dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan. Begitu juga perkara 6 kegiatan di Setdakab yang menjerat lima terdakwa, dan sudah dinyatakan bersalah. Itu (audit) bukan oleh BPKP. Hakim dalam praperadilan BPKAD menyebut harus BPKP, makanya kami ke BPKP," jelas Hadiman.
Dana SPPD fiktif 2019 ditaksir merugikan negara Rp600 juta. Angka itu bisa bertambah lagi karena pihak ketiga di luar daerah seperti Jakarta, Padang, dan Batam belum dihitung.
Sebelumnya, dalam perkara ini pihak BPKAD Kabupaten Kuansing diwakili Kabid Aset BPKAD Kuansing, Hasvirta Indra, menyerahkan uang perjalanan dinas fiktif sebanyak Rp493 juta ke penyidik. Uang itu disita sebagai barang bukti.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Kuantan Singingi |