Ilustrasi
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Komisaris PT Arta Niaga Nusantara (ANN), Handoko Setiono, dan Direktur Melia Boentaran, divonis penjara selama 4 tahun. Pasangan suami istri itu bersalah melakukan korupsi proyek peningkatan Jalan Lingkar Bukit Batu-Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis tahun anggaran 2103-2015 yang merugikan negara Rp114 miliar.
Terdakwa dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Vonis dibacakan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru yang diketuai Lilin Herlina. "Menyatakan terdakwa Melia Boentaran terbukti bersalah melakukan tindak pidana penjara selama 4 tahun dan Handoko Setiono 2 tahun penjara," ujar Lilin, Selasa (19/10/2021).
Kedua terdakwa juga dihukum membayar denda masing-masing Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan. Hanya saja, Melia selaku terdakwa pertama dihukum membayar uang pengganti kerugian negara Rp10,5 miliar lebih.
"Apabila satu bulan setelah putusan hukum tetap, harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk mengganti kerugian negara. Jika tidak, dapat diganti hukuman kurungan selama 1 tahun," tutur Lilin.
Hukuman itu jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tonny F Pangaribuan, yang meuntut kedua terdakwa 8 tahun penjara, denda masing-masing Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Kedua terdakwa juga dihukum pidana tambahan membayar uang pengganti kerugian pada negara secara tanggung-renteng sebesar Rp110.551.000.181. Dengan ketentuan bila tidak dibayar, diganti pidana kurungan badan selama 2 tahun.
Beda dengan hakim, JPU menyatakan terdakwa bersalah sebagaimana Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Atas putusan majelis hakim tersebut, penasihat hukum terdakwa Eva Nora dan JPU menyatakan pikir-pikir. "Kami masih pikir-pikir yang mulia," ucap Eva Nora.
JPU dalam dakwaannya menyebutkan, dalam proyek multiyears itu kedua terdakwa memiliki tugas masing-masing. Handoko Setiono diduga berperan aktif selama proses lelang untuk memenangkan PT ANN.
Sejak awal lelang dibuka PT ANN telah dinyatakan gugur di tahap prakualifikasi. Namun dengan dilakukannya rekayasa bersama dengan beberapa pihak di Dinas PUPR Kabupaten Bengkalis berbagai dokumen lelang fiktif sehingga PT ANN dinyatakan sebagai pemenang tender pekerjaan.
Melia Boentaran juga diduga aktif melakukan berbagai pertemuan dan memberikan sejumlah uang kepada beberapa pejabat di Dinas PUPR Kabupaten Bengkalis agar bisa dimenangkan dalam proyek ini.
Juga diduga ditemukan berbagai manipulasi data proyek dan pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Tindakan terdakwa itu memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan kerugian negara sebesar Rp114 miliar.
Para terdakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp110,5 miliar. Kemudian, memperkaya orang lain sebesar Rp13,5 miliar yang dibagikan kepada sejumlah pejabat di Dinas PUPR Bengkalis agar agar proyek senilai Rp265 miliar itu dapat dimenangkan oleh perusahaan terdakwa.
"Adapun pejabat yang dibagikan itu di antaranya M Nasir (Kadis PUPR Bengkalis) sebesar Rp850 juta, Syarifuddin alias H Katan (Ketua Pokja ULP) bersama Adi Zulhemi dan Rozali sebesar Rp2.025 miliar," kata JPU.
Kemudian, Maliki Rp7,5 juta, Ribut Susanto Rp700 juta, Tarmizi Rp8 juta, Syafrizan Rp7 juta, Wandala Adi Putra Rp5 juta, Raffiq Suhada Rp5 juta, Edi Sucipto Rp5 juta, Islan Iskandar Rp267 juta, Edi Kurniawan Rp5 juta, Yudianto Rp25 juta, Ardian Rp16 juta, Raja Deni Rp17,5 juta berikut sebuah sepeda motor KLX, Ridwan Rp20 juta.
Uang juga diberikan kepada Ngawidi Rp15 juta, Ardiansyah Rp10 juta, Agus Syukri Rp10 juta, Lutfi Hendra Kurniawan Rp6 juta, Lukman Hakim Rp6 juta, Safar Rp6 juta dan Muhammad Rafi Rp6 juta. "Total kerugian negara Rp114.594.000.180 sebagaimana hasil audit yang dilakukan tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)," tutur JPU.
Dijelaskan, perusahaan terdakwa memenangkan kontrak dengan total sebesar Rp291.515.703.285. Uang itu bahkan telah dibayarkan dengan 100 persen tapi kenyataannya di lapangan, progres pekerjaan tidak sesuai dengan kontrak, bahkan perusahaan telah melampaui batas waktu pengerjaan.
Akibatnya, perusahaan harus membayar addendum karena kelalaian pekerjaan yang tidak sesuai kontrak. Tidak tanggung-tanggung, pihak PUPR telah melakukan 8 kali adendum kepada perusahaan terdakwa.
Meskipun telah dilakukan addendum tapi realisasi pekerjaan PT ANN atas proyek tersebut berdasarkan dimensi dan spesifikasi yang terpasang ternyata tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam kontrak. Volume pekerjaan yang terpasang tidak sesuai dengan prestasi pembayaran atau terdapat selisih Rp114.594 miliar," terang JPU.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Bengkalis |