BANGKINANG (CAKAPLAH) - Dalam rangka memperingati hari ulang tahun partai Golongan Karya (Golkar) ke-57, pengurus DPD Partai Golkar Kabupaten Kampar menggelar diskusi publik dengan tema "Arah Penataan Ibukota Kabupaten Kampar, Selasa (19/10/2021) malam.
Diskusi ini berjalan seru, karena antar pemateri tidak selalu memiliki kesamaan pandangan dalam menyikapi penataan ibu kota Kabupaten Kampar ke depan. Diskusi usai pada Rabu (20/10/2021) pukul 00.30 WIB.
Empat orang pemateri pada diksusi ini adalah anggota DPD RI Edwin Pratama Putra, SH, akademisi dari Universitas Riau Wahyu Hidayat, ST, MURP, Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kampar Erizal, ST, MT dan tokoh masyarakat Kabupaten Kampar H Idris. Diskusi semakin menarik karena dipandu mantan aktivis yang juga pengurus DPD Golkar Kampar Firman Wahyudi, ST.
Turut hadir Ketua DPD Partai Golkar Kampar Repol, Dewan Pertimbangan DPD Partai Golkar Kampar H Masnur, SH Korda Ahmad Fikri, S.Ag,,Ketua Komisi IV DPRD Kampar Agus Candra, S.IP, Ketua Karang Taruna Kabupaten Kampar Dhika Asril dan Ketua PWI Kabupaten Kampar Akhir Yani, SE dan undangan lainnya.
Ketua Panitia Diskusi Publik Niko Ardian, S.IP yang juga Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Kampar dalam sambutanya menyampaikan, diskusi publik ini diikuti pemuda, mahasiswa, utusan organisasi dan masyarakat. Selain menggelar diskusi publik, Golkar Kampar juga menyelenggarakan kegiatan e-sport, turnamen bola voli putri, stand UMKM, lomba ceramah yang diselenggarakan Al Hidayah dan pada 20 Oktober dilakukan Closing Ceremony HUT Partai Golkar ke-57.
Ketua DPD Partai Golkar Kampar Repol, menyampaikan, diskusi ini akan digelar secara rutin. Dalam waktu dekat akan digelar diskusi berkaitan dengan penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kampar tahun 2022. "Semua kebijakan didiskusikan kedepan. Ini semangat kami bagaimana tradisi akademisi dilakukan," cakap Repol.
Berkaitan penataan kota, pria yang juga menjabat Wakil Ketua DPRD Kampar ini menyoroti banyaknya pejabat yang tidak tinggal di Kota Bangkinang atau di Kabupaten Kampar. "Bangkinang kita anggap tak ada kotanya. Karena banyak tokoh, pejabatnya tak tinggal Bangkinang. Tinggal di Pekanbaru," ungkap Repol.
Menurutnya, pejabat Kampar mestinya tinggal di Kampar karena akan banyak berpikir tentang Kampar dan uang akan semakin banyak beredar di Kampar. "Tinggal di Pekanbaru, terima gaji di Kampar tapi belanja di Pekanbaru," imbuhnya.
Ia juga menyatakan sepakat dengan apa yang disampaikan pemateri Wahyu Hidayat bahwa di kota Bangkinang harus ada taman kota. Jalan lingkar yang sudah dibangun harus dimaksimalkan fungsinya sehingga tak ada lagi mobil besar masuk kota yang dapat merusak jalan.
Repol juga setuju dengan pembangunan alun-alun dan dibuat menyatu dengan Balai Bupati, Islamic Centre, beberapa kawasan sekitar Islamic Centre seperti daerah sekitar Puskesmas Bangkinang Kota, kantor Lemtari dan taman kota yang ada saat ini dan itu harus ditunjang dengan sarana prasarana jalan dan jembatan penghubung.
Repol juga berharap penanganan banjir menjadi prioritas, bukan pengaspalan jalan di Kota Bangkinang.
Dalam penataan kota, ia berharap agar rencana detail tata ruang (RDTR) segera digesa karena merupakan dasar acuan dari diterbitkannya dokumen perizinan terkait bangunan.
Sementara itu anggota DPD RI Edwin Pratama Putra mempertanyakan ketidakjelasan fokus dan arah Kota Bangkinang. "Kota Bangkinang ini nggak jelas, apakah untuk publik servis, penyangga jasa atau kota industri," beber Edwin.
Namun ia meyakini bahwa Pemkab Kampar masih memungkinkan menata kota Bangkinang menjadi kota yang lebih baik. "Satu hal dalam SDGes itu yang dilihat dalam penataan kota ramah bagi disabilitas," bebernya.
Menurut senator muda ini, Kampar harus jadi kota satelit dari Pekanbaru dengan ditunjang moda transportasi. "Satu satunya kota yang bisa jadi tempat refreshing adalah Kampar," katanya.
Mengenai wacana pemindahan Stadion Tuanku Tambusai, Edwin menyatakan tidak setuju namun stadion ini perlu renovasi agar menjadi daya tarik kota seperti stadion yang ia lihat ketika berkunjung ke Kota Istanbul, Turki.
"Grand leaving back to nature harus menjadi spirit kita. Kampar harus menjadi kabupaten yang juara bukan naik kelas," ulasnya.
Sementara itu pemateri dari akademisi Wahyu Hidayat mengungkapkan, ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam menata ibu kota.
Pertama adalah dari sisi perencanaan. Menurutnya, Kota Bangkinang saat ini tanpa identitas. Kalau kita melihat kota lain dengan mudah kita bisa mengidentifikasi. Seperti tugu Monas ada di Jakarta, Menara Eiffel terdapat di Kota Paris. "Bangkinang ini datar saja, tak ada simbol," beber dosen di Fakultas Teknik Universitas Riau ini.
Untuk meletakkan simbol ini harus ditentukan titik pusat pertumbuhan di Bangkinang.
Selanjutnya bicara mengenai taman kota, alumni S1 Universitas Gajah Mada dan S2 di Malaysia ini mengungkapkan bahwa taman kota yang saat ini pembangunannya masih terbengkalai tidak layak dikatakan sebuah taman kota.
"Taman kota yang ada ini bukan taman kota pak. Dari segi keilmuan kami. Datang orang kita bilang taman kota itu, malu kita," bebernya.
"Kalau kita gembar-gemborkan ke luar itu taman kota, ini diketawain kita. Taman kota mesti 70 persen ada area hijau. Taman kota harus ada batasan luasan," ulasnya.
Perhitungan luasan taman hijau ini berdasarkan populasi penduduk di kota tersebut. "Dihitung populasi karena sekian orang berhak memenuhi sekian luas taman kota. Ada hitungannya pak," katanya lagi.
Menurutnya, wilayah yang layak dibangun taman kota Bangkinang saat ini adalah di wilayah Embung Sungai Sonsang yang dibangun oleh pihak BWWS (Balai Besar Wilayah Sungai) yang dekat ke perkantoran bupati yang baru.
"Usulan saya di daerah embung. Ada lahan cukup luas bisa dikembangkan. Kalau di kota tak ada lagi. Kalau skala Bangkinang minimal tiga sampai lima hektare. Baru dikatakan taman kota. Kalau sekarang ini eks parkir,
Itu kan parkir stadion dijadikan tempat jualan," bebernya.
Ia juga berpendapat bahwa penataan kota dilakukan di simpul pertama Lapangan Merdeka ke Jalan Prof M Yamin, Balai Bupati, alun-alun, Bukit Cadika, zona antara kantor bupati lama dan perkantoran bupati baru. "Saya pikir akan sangat berubah wajah kota. Terus kawasan pedestriannya. Orang hendaknya bisa berjalan kaki dari Lapangan Merdeka ke kantor bupati. Itu sangat berubah kota Bangkinang," terangnya.
Dalam kesempatan ini Wahyu juga menyorotoi soal belum terbentuknya rencana detail tata ruang (RDTR) Kabupaten Kampar sebagai turunan dari rencana tata ruang wilayah (RTRW).
"Yang jadi dasar sekarang RDTR.
Kedepan amdal hilang gantinya RDTR. Kalau RDTR lengkap cukup RDTR jadi acuan izin lingkungan," ungkapnya.
RDTR disusun tahun 2019 namun belum menjadi Peraturan Daerah (atau diPerdakan) "Saya yakin RDTR disusun waktu itu belum bisa disahkan, masih banyak direvisi lagi. Ini tugas Kabid Tata Ruang Dinas PUPR," tegasnya.
Masalah lainnya yang ia ungkapkan adalah keterbatasan sumber daya di Pemkab Kampar, tidak banyak yang mahir tata ruang. Sehingga mengandalkan konsultan.
"Tak tegas, tak selesai, tak tuntas, tak berguna. Apa gunananya anggaran ratusan juta satu paket tak selesai," sentilnya.
Koordinator Daerah Partai Golkar Ahmad Fikri dalam kesempatan ini mempertanyakan program kepala daerah pada periode 2017-2022 yang menjamin tidak ada lagi banjir di Bangkinang. Ia mengaku kecewa persoalan ini tak tuntas sampai saat ini.
Ia meminta DPRD mengawal program yang telah disampaikan ke masyarakat dan harus banyak duduk bersama untuk mengatasi persoalan Kampar.
Diskusi ini mendapat sambutan antusias dari masyarakat. Beberapa peserta diskusi diantaranya H Masnur, Nur Adlin, Edwar dan dari perwakilan pemuda, pengurus AMPG Amir Pakpahan menyampaikan beberapa masukan. Mereka meminta kota Bangkinang benar-benar ditata dengan baik sehingga persoalan banjir tidak terjadi lagi dan kota ini berkembang menjadi salah satu kota yang menarik di Indonesia.
Penulis | : | Akhir Yani |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Politik, Pemerintahan, Kabupaten Kampar |