Kapal nelayan. Foto: Jawapos.com
|
JAKARTA (CAKAPLAH) - Para Nelayan di Indonesia mempersoalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor perikanan.
Kenaikan tarif dalam PP tersebut merugikan nelayan, karena ada perbedaan tarif dan kenaikan pungutan yang tidak wajar. Bahkan dinilai akan menjadi penyebab para nelayan akhinya beralih profesi menjadi agen narkoba lintas negara melalui jalur laut.
"Akibat dari PP 85 ini, beban operasional laut semakin tinggi. Jika PP ini tetap diterapkan, kami khawatir ke depan nelayan Indonesia akan beralih profesi menjadi agen narkoba semua," ungkap Ketua Asosiasi Pengusaha Perikanan Gabion Belawan (AP2GB) Solah H Daulay dalam audiensi bersama Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (4/11/2021).
Pada aturan sebelumnya, urai dia, kategori kapal skala kecil, di bawah 60 Gross Ton (GT) dikenakan tarif 1 persen. Aturan tersebut meningkat sebanyak lima kali lipat pada PP Nomor 75 Tahun 2015, menjadi 5 persen dengan kategori kapal kecil 30-60 GT.
“Di PP Nomor 85 Tahun 2021, GT kapal semakin kecil juga dikenakan, yaitu kapal dengan ukuran 5-60 GT dengan tarif 5 persen. Menurut kami, tarif PNBP 5 persen bagi nelayan kecil sangat mengada-ada, kami mempertanyakan KKP konsultasinya dengan siapa?” tanya Solah.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Himpunan Nelayan Pengusaha Perikanan (HNPP) Samudra Bestari Remon menyoroti aturan mengenai patokan harga ikan.
Diungkapkan, patokan harga ikan di daerah berbeda-beda, dan harga yang ditetapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) jauh melampaui harga di tingkat pasar.
“Harga Patokan Ikan (HPI) yang ditetapkan KKP berdasarkan perkiraan. Mereka tidak melihat realitas di masyarakat. Tingginya HPI akan meningkatkan pungutan PNBP sektor perikanan, tapi membebani nelayan dan pelaku usaha perikanan,” ujar Remon.
Sementara Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar, mengatakan pihaknya di DPR RI akan mengkaji kembali isi dari PP tersebut. Apakah benar berdampak negatif bagi para nelayan.
“Saya menunggu usulan dan masukan dari pengusaha kapal, nelayan dan masyarakat, yang terdampak Peraturan Pemerintah Nomor 85. Setelahnya nanti kita akan coba kaji ulang isi dari PP itu, apakah benar memberatkan atau tidak," tegasnya.
Dalam audiensi ini, ia menyampaikan komitmennya untuk tidak pernah berhenti memberikan kontribusi pada iklim usaha yang kondusif dan produktif, terutama di sektor kelautan dan perikanan. Terlebih menurutnya, KKP adalah Kementerian yang didirikan oleh KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
"Kementerian ini kan yang bikin Gus Dur, jadi seharusnya memakmurkan masyarakat dari laut, bukan memberatkan," ujarnya.
Muhaimin mengaku siap memperjuangkan aspirasi Asosiasi Nelayan. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengaku akan meminta Menteri KKP, Wahyu Sakti Trenggono untuk mencabut PP 85 Tahun 2021 karena dinilai memberatkan nelayan dan pengusaha perikanan Indonesia.
"Staf-staf saya DPR telah merekam dan mencatat masukan secara detail. Saya kira ini perlu ditindaklanjuti, kalau Menterinya tidak mau mencabut, ya kita dorong Presiden yang mencabut," tutur Muhaimin.
Penulis | : | Edison |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Nasional, Pemerintahan |