Anggota Baleg DPR-RI, Firman Soebagyo.
|
JAKARTA (CAKAPLAH) - Anggota Baleg DPR-RI, Firman Soebagyo meminta agar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang (UU) Ciptaker tak perlu diperdebatkan panjang lebar. Menurutnya, perbaikan terhadap UU hasil putusan MK merupakan hal yang biasa terjadi.
"Persoalan kan sederhana, yang dianggap inkonstitusional itu kan yang omnibus law. Sekarang bagaimana bikin konstitusionalnya, ya UU 12/2011 direvisi. Itu saja," kata Firman Soebagyo dalam keterangan, Ahad (28/11/2021).
Menurutnya, persoalan UU Ciptaker sudah selesai ketika konstitusi itu telah direvisi. Kendati, dia bersikeras bahwa UU Ciptaker telah dibuat sesuai prosedur bahkan telah meminta pendapat mulai dari organisasi buruh, pelaku usaha, Kamar Dagang dan Industri hingga otoritas daerah.
"Itu sudah sangat prosedural karena sudah ada naskah akademik, pandangan undang-undang, ada surpres, sudah dibahas, semua sudah terlewati. Sosialisasi Prolegnas ada, semua lengkap," klaimnya.
Firman berpendapat kalau UU Ciptaker ini penting untuk perekonomian negara. Dia mengatakan kalau banyak investasi yang masuk ke Indonesia sejak UU tersebut disahkan. Menurutnya, putusan MK membuat investor kembali ragu menanamkan modal di Indonesia.
Anggota Baleg DPR RI, Christina Aryani menegaskan putusan MK terkait UU Ciptaker tidak berarti membatalkan regulasi tersebut. Menurutnya, UU tersebut tetap berlaku sampai dilakukan perbaikan sesuai dengan tenggang waktu dua tahun.
Dia mengatakan, konsekuensi keberlakuan ini berarti semua aturan pelaksanaan yang telah dibentuk sebelumnya juga tetap berlaku. Dia meminta pemerintah agar secepatnya berkomunikasi dengan DPR untuk membahas perbaikan pembentukan UU menyesuaikan putusan MK.
Putusan MK kata dia dikeluarkan berdasarkan permohonan uji formil terhadap UU Cipta Kerja. Formil dimaknai pada proses pembentukan undang-undangnya yang dalam hal ini mengacu pada UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Sementara terhadap permohonan uji materiil (substansi) UU Cipta Kerja, pada hari yang sama MK telah memutuskan permohonan tidak dapat diterima akibat UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat.**(Edison)
Webinar Permigastara, Bupati Rohil Sampaikan berbagai Masukan untuk Pengelolaan Blok Rokan
ROHIL (CAKAPLAH) - Bupati Rokan Hilir (Rohil) Afrizal Sintong menghadiri webinar secara virtual yang diadakan Dewan pimpinan Nasional Perkumpulan Pengusaha Minyak Gas dan Energi Baru dan Terbarukan Nusantara (Permigastara) di mess Pemda Rohil, Kamis (25/11/2021).
Dalam webinar itu, hadir Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto, Dirjen Migas Irfan ST dari Kementerian ESDM, Ketua Dewan Pimpinan Nasional Permigastara Feri Akli, Gubernur Riau dan bupati kabupaten wilayah Blok Rokan.
Berbagai narasumber usai memberikan materi, Bupati Rohil mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan beberapa hal terkait permasalahan Blok Rokan.
Pada kesempatan itu, Afrizal mengatakan hadirnya Blok Rokan, sejauh ini daerah Rohil belum begitu merasakan dampak dari hadirnya Blok Rokan kepada masyarakat.
"Ini perlu jadi catatan Pak Sugeng, bahwa selama ini anak-anak daerah dan kontraktor lokal juga jarang dilibatkan dalam hal ini. Tadi dalam materi disampaikan 77 persen harus tenaga kerja lokal, kami telusuri untuk wilayah Rohil tidak sampai segitu," papar Afrizal.
Selain itu lanjutnya, Pemda juga meminta perusahaan lokal atau milik BUMD agar ikut andil dalam pengelolaan Blok Rokan. Diharapkan BUMD bisa mengerjakan sumur sumur tua maupun sumur baru supaya dilibatkan.
"Selama ini banyak pekerjaan yang bekerja dibawah PHR, banyak kontraktor dari luar dan tenaga kerjanya pun bawa dari luar Riau," ungkapnya.
Selain itu lanjut Bupati, mengenai bagi hasil atau PI 10 persen, dari lima kabupaten penghasil di Blok Rokan, agar pembagiannya bisa dihitung sesuai banyaknya produksi masing-masing daerah.
"Penghitungan pembagian PI ini kami harap dihitung sesuai hasil produksi daerah masing-masing, ini perlu jadi pertimbangan Komisi VII dan PHR," pinta Afrizal.
Dalam pengelolaan Blok Rokan, Afrizal Sintong juga menyoroti dana operasional pengelolaan Blok Rokan yang terlalu besar. Sehingga berdampak kepada dana bagi hasil yang diterima oleh daerah nantinya.
Oleh sebab itu, Bupati meminta SOP yang dibuat PHR perlu ditinjau kembali, seperti operasi rig, dan semua proyek perlu diaudit betul karena biayanya terlalu besar supaya dana bagi hasil tidak habis untuk operasional.
Penulis | : | Edison |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Pemerintahan |