Koalisi Gerakan Riau Anti Korupsi (Grasi) mempertanyakan komitmen anti korupsi Gubernur Syamsuar.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Koalisi Gerakan Riau Anti Korupsi (Grasi) yang terdiri dari gabungan Fitra Riau, Jikalahari, Senarai, Walhi, LBH Pekanbaru, dan LPM Bahana mengatakan, bahwa kasus korupsi di Riau dari tahun ke tahun bukannya menurun, namun malah bertambah.
Dan dari kasus yang paling banyak masuk ke pengadilan di Riau, paling banyak adalah kasus korupsi di Kabupaten Kampar. Yaitu terdiri dari kasus korupsi di Dinas Kesehatan dan korupsi pembangunan Jembatan Water Front City.
Perwakilan dari Senarai, Jefri Sianturi mengatakan, bahwa komitmen anti korupsi oleh Gubernur Riau, Syamsuar dipertanyakan. Karena status sebagai gubernur yang paling rajin melaporkan LHKPN, tidak berdampak pada bawahannya di pemerintahan, dan anggotanya di Partai Golkar.
"Belum seminggu yang lalu, Gubri Syamsuar dinobatkan sebagai gubernur yang paling rajin melaporkan LHKPN. Tapi rajin tersebut tak berdampak pada anggotanya. Salah satunya kadernya di Golkar, Bupati Kuansing Andi Putra yang terjerat korupsi pertanahan. Kemudian Yan Prana Jaya, kasus korupsi dalam jabatan. Kemudian Kadis ESDM yang memang akhirnya dinyatakan bebas. Belum lagi yang di desa, sektor vital. Ini yang harusnya dijadikan evaluasi," kata Jefri, dalam acara Arah Pemberantasan Korupsi di Bumi Lancang Kuning bertepatan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia 9 Desember.
Belum lagi, kata Jefri, Syamsuar ternyata juga tidak komitmen dalam pencegahan anti korupsi, ternyata ada indikasi nepotisme. Dimana banyak orang dekat Syamsuar, yang mendapatkan jabatan dan berpotensi terjadinya korupsi dari nepotisme tersebut.
"Maka, kita menyarankan, Syamsuar komit dalam pencegahan anti korupsi, misalnya dengan membuat Pergub dan Perda terkait aturan kebijakan yang bisa untuk menutup celah korupsi," tukasnya.
Untuk diketahui, hari ini, Kamis 9 Desember 2021 merupakan hari anti korupsi sedunia.
Penulis | : | Satria Yonela |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Pemerintahan, Hukum, Riau |