(CAKAPLAH)-Pancasila sebagai sebuah ideologi negara telah teruji dalam menjaga stabilitas dari semua kalangan maupun kelompok, karena lahirnya Pancasila ialah dari kesepakatan bersama antar kelompok yang beragam. Lahirnya Pancasila tidak hanya melibatkan tokoh dari kalangan satu agama saja, melainkan juga tokoh-tokoh agama lain dan kelompok nasionalis. Namun, dalam implementasinya, nilai-nilai Pancasila masih perlu diterjemahkan secara lebih konkret agar betul-betul dirasakan manfaatnya oleh seluruh umat.
Secara umum Pancasila mengandung nilai-nilai ke-Tuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan, yaitu sebuah nilai-nilai universal yang luhur.
Semangat dari nilai-nilai Pancasila tersebut sangat sesuai dengan nilai - nilai Islam. Bahkan apa yang diusung oleh Pancasila secara keseluruhan menjadi visi Islam dalam risalahnya. Hanya saja keduanya secara eksistensial memiliki hak otonomi tersendiri. Artinya bahwa Islam adalah agama dan Pancasila adalah ideologi. Pancasila tidak akan menjadi agama dan agama tidak akan menjadi ideologi.
Tetapi secara substansial, Islam dan Pancasila merupakan satu kesatuan yang utuh dalam artian nilai-nilai yang dikandungnya. Hal ini sekaligus memberikan pemahaman bahwa perumusan ide Pancasila sejatinya diilhami oleh konsep dan nilai-nilai keislaman. Penegasan ini berdasarkan pemikiran bahwa yang dimaksud adalah nilainilai Pancasila bersesuaian dengan Islam tanpa harus menjadikan Indonesia sebagai negara Islam secara formal. Pemikiran ini pula sangat menganjurkan bahwa nilai-nilai Islam dapat tumbuh dan berkembang pada sebuah negara yang tidak menegaskan sebagai negara yang berafiliasi pada Islam.
Pancasila mengandung nilai-nilai Ketuhanan (religiusitas) sebagai sumber etika dan spiritualitas (yang bersifat vertikal-transendental) dianggap penting sebagai fundamen etik kehidupan bernegara. Maka Indonesia bukanlah negara sekuler ekstrim, yang memisahkan “agama” dan “negara” dan berpotensi untuk menyudutkan peran agama ke ruang privat/komunitas. Tetapi juga, Indonesia bukanlah "negara agama”, yang hanya merepresentasikan salah satu (unsur) agama. Maka negara bersifat netral dan mengambil jarak yang sama terhadap semua agama/keyakinan, melindungi semua agama/ keyakinan, dan mengembangkan politiknya berdasarkan nilai-nilai agama. Bahkan menurut Pancasila, agama harus dapat memainkan peran publik yang berkaitan dengan etika sosial . Umat Islam sebagai mayoritas penduduk Indonesia, tidak perlu ragu bahwa Pancasila merupakan bagian dari sistem ideologi yang memiliki dasar-dasar teologis dan filosofis Islam.
Kesalehan orang beriman sebagai hamba terhadap Allah (‘abd Allah) bermuara dan berdampak langsung pada kesalehan dalam relasi-relasi sosialhorizontal. Kedua aspek ini menjadi ciri keseimbangan ajaran Islam. Oleh karena itu, yang seharusnya menjadi pikiran kita bersama adalah nilai-nilai Pancasila secara substansial tidak bertentangan bahkan bersesuaian dengan Islam.
Mengenai Nilai-nilai Pancasila dalam Pandangan Islam, Dr. H. Ridhahani Fidzi, M.Pd berpandangan bahwa Sila pertama dan kedua merupakan Metapisikal Fundation, Sila ketiga dan keempat merupakan Instrumental Fundation, dan Sila kelima merupakan keadilan. Karena itu kita harus melakukan: mahasabah (evaluasi), murakabah (mengawal/mengawasi), dan muhawalah (menyiasati). Seperti hal nya ungkapan yudi latif, Ridhahani Firdzi juga mengatakan bahwa kita bukan negara agama dan bukan pula negara sekuler, tapi kita negara pancasila dimana butir-butir dari panca itu sangat bersesuaian dengan nilai-nilai agama. Negara memberi ruang kepada warganya untuk melaksanakan ajaran agamanya masing-masing
Kemudian Dr. Jalaluddin, mengupas mengenai Transformasi Nilai Ketuhanan dalam Kehidupan Bernegara. mengemukakan bahwa: Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi penyelenggaraan bernegara. Pancasila sebagai dasar negara berarti nilai-nilai Pancasila menjadi pedoman normatif bagi penyelenggaraan bernegara. Transformasi tersebut kemudian melahirkan : adanya Kementerian Agama, Pengadilan Agama, Bank Muamalat, serta lahirnya peraturan perundang-undangan tentang ekonomi syariah, Eksistensi dan Peranan MUI.
Dr. Wahyuddin, M.Si juga mengemukakan bahwa: Term Dar Al-Salam di dalam Alquran sesungguhnya digunakan sebagai gambaran tentang kehidupan di surga, yaitu kehidupan penuh bahagia di sisi Tuhan (QS. 6 : 125-127, 10 : 25, 56 : 25- 26). Dan Dar Al-Salam bermakna “Negeri Damai” Dalam makna seperti itu, Dar Al Salam sama artinya dengan Al-Balad Al-Amin yang merupakan nama lain untuk kota Makkah. Juga sama artinya dengan Yerusyalim (Yerusalem) yang merupakan nama asli dari bahasa Suryani atau Arami untuk kota Al-Quds atau Al-Bait Al-Maqdis di Palestina di mana berdiri mesjid Aqsha.
Prinsip dalam Pancasila merupakan cermin konsep monotheisme atau tauhid (unitas). Prinsip ini pula merupakan dasar kerohanian dan dasar moral bagi bangsa Indonesia dalam bernegara, bermasyarakat, artinya dalam aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara wajib mengimplementasikan dan memperhatikan petunjuk-petunjuk Tuhan Yang Maha Esa.
Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi egalitarianisme, yaitu konsep yang terbuka atas solidaritas dan ketergantungan sosial (ta`awun).
Islam mengakui hak semua manusia untuk hidup layak dalam hal kesehatan, pakaian, makanan, perumahan serta usaha-usaha sosial yang diperlukan tanpa melihat perbedaan latar belakang. Islam juga menekankan hak setiap orang atas jaminan sosial di waktu mengalami pengangguran, sakit, cacat, janda/duda, lanjut usia atau mengalami kekurangan.
Standar hidup semacam ini hanya mungkin dalam sebuah tatanan sosial yang sehat, di mana individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok saling memelihara hubungan sosial kuat. Hal ini menjadi spirit Islam dalam bertanggung jawab dan saling berkorban agar tercipta masyarakat yang saling berbagi, tolong menolong dan gotong-royong (QS. al-Maidah 5: 2).
Persatuan Indonesia pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa Indonesia merupakan Negara Kebangsaan. Bangsa yang memiliki kehendak untuk bersatu, memiliki persatuan perangai karena persatuan nasib. Persatuan berarti menyiratkan arti adanya keragaman, bukan berarti memaksakan persamaan, yaitu Bhineka Tunggal Ika.
Persatuan dalam hal ini adalah persatuan kebangsaan Indonesia yang dibentuk atas bersatunya beragam latar belakang sosial, budaya, politik, agama, suku bangsa, dan ideologi yang berada di wilayah Indonesia. Dalam hal ini Islam sejalan dengan konsep Pancasila karena secara konkret Islam mengajarkan tentang upaya-upaya menyikapi keanekaragaman masyarakat dan bangsa. Yaitu persatuan dan kesatuan manusia perlu diikat oleh persaudaraan.
Persaudaraan yang dimaksud ialah “persaudaraan universal” di mana umat manusia diikat tanpa mengenal warna, identitas etnis dan agama yang dipeluk. Nilai-nilai tentang persaudaraan ini sangat jelas disuratkan dalam Al-Qur’an. “dan umat manusia adalah umat yang satu” (QS. al-Baqarah [2]: 213) dan “semua Muslim adalah bersaudara” (QS. Yunus [10]: 4).
Maka negara bersifat netral dan mengambil jarak yang sama terhadap semua agama/keyakinan, melindungi semua agama/ keyakinan, dan mengembangkan politiknya berdasarkan nilai-nilai agama. Oleh karena itu, yang seharusnya yang menjadi pikiran kita bersama adalah nilai-nilai Pancasila secara substansial tidak bertentangan bahkan bersesuaian dengan Islam. Hal ini tercermin pada Qs. Ali-Imran ayat 103 yang artinya “dan berpeganglah semuanya kamu dalam tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai – berai”.
Tidak perlu lagi ada yang dipertentangkan, dan tidak ada lagi yang harus di perdebatkan msalah persoalan ini. Karenanya dengan mendalami dan memahami Islam secara komprehensif artinya kita dapat memahami apa arti nilai serta butir-butir di dalam Pancasila itu sendiri.
Penulis | : | Muhammad Farell Alfatha Pasaribu, mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Cakap Rakyat |