WHO menyimpulkan Covid-19 varian Omicron lebih menular namun gejala yang ditimbulkan lebih ringan daripada varian Delta. (Foto: AFP/FABRICE COFFRINI)
|
(CAKAPLAH) - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Covid-19 varian Omicron lebih menular namun gejala dan tingkat keparahan lebih ringan dari varian Delta.
Pimpinan WHO urusan manajemen klinis, Janet Diaz, mengatakan studi awal timnya menunjukkan ada penurunan risiko rawat inap dari pasien Covid-19 varian Omicron jika dibandingkan dengan pasien varian Delta.
Diaz mengatakan ada penurunan risiko keparahan gejala bagi pasien usia muda dan lebih tua. Ia menuturkan kesimpulan itu diambil dari studi yang dilakukan di Afrika Selatan dan Inggris.
Sejauh ini, tingkat kematian dari jumlah kasus Covid-19 varian Omicron memang lebih rendah dibandingkan varian Delta.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom, menegaskan meski varian Omicron tidak lebih parah dari varian Delta, masyarakat tak boleh menyepelekan mutasi virus corona yang pertama kali terdeteksi di Afrika ini.
"Meskipun Omicron tampaknya tidak terlalu parah dibandingkan Delta, terutama pada mereka yang divaksinasi, itu bukan berarti kita dapat menyepelekannya dengan menganggap (Omicron) itu ringan," kata Tedros dalam jumpa pers di Jenewa pada Kamis (6/1).
"Sama seperti varian sebelumnya, Omicron memicu orang dirawat di rumah sakit dan membunuh sejumlah dari mereka," paparnya menambahkan seperti dikutip Reuters.
Tedros turut mewanti-wanti seluruh negara soal potensi "tsunami" kasus Covid-19 ketika infeksi virus corona melonjak secara global akibat penyebaran varian Omicron.
Dalam laporan epidemiologi mingguannya pada hari Kamis, WHO mengatakan kasus meningkat 71%, atau 9,5 juta kasus dalam seminggu hingga 2 Januari. Meski ada kenaikan kasus Covid-19, jumlah kematian global akibat virus corona turun 10%, atau sebanyak 41.000.
Ia juga memperingatkan ancaman fasilitas dan tenaga kesehatan yang kewalahan jika infeksi Covid-19 global terus naik.
Tedros juga mengulangi seruannya soal kesetaraan distribusi dan akses vaksin secara global.
Berdasarkan tingkat peluncuran vaksinasi saat ini, Tedros menuturkan 109 negara tidak akan berhasil mencapai target WHO terkait vaksinasi penuh 70% populasi dunia untuk divaksinasi penuh pada Juli 2022.
Padahal, Tedros menuturkan target itu dipandang dapat mengakhiri fase akut pandemi.
"Peningkatan demi peningkatan di sejumlah kecil negara tidak akan mengakhiri pandemi sementara miliaran tetap sama sekali tidak terlindungi (dengan vaksin)," katanya.
Penasihat WHO Bruce Aylward mengatakan 36 negara bahkan belum mencapai 10 persen cakupan vaksinasi. Di antara pasien parah di seluruh dunia, 80% tidak divaksinasi.
Editor | : | Ali |
Sumber | : | Cnnindonesia.com |
Kategori | : | Internasional |