PEKANBARU (CAKAPLAH) - Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Riau melarang siapapun menanam kelapa sawit di kawasan tersebut. Larangan itu dikeluarkan mengingat makin luasnya kerusakan hutan alam di TNTN.
Larangan menanam sawit dalam kawasan Balai TNTN tertuang dalam Surat Edaran Kepala Balai TNTN Nomor: SE.006/T.29/TU/Tks/1/2022. Larangan itu berlaku bagi perorangan, kelompok, koperasi maupun perusahaan.
Kondisi hutan alam di TNTN mengkhawatirkan mendasari keluarnya surat edaran itu. Pasalnya saat ini kondisi kawasan TNTN sudah mengkhawatirkan. Dari total luasan sekitar 81,7 ribu hektare lebih hutan alam di TNTN sekitar 40,4 hektare lebih sudah menjelma menjadi kebun kelapa sawit.
Data terkini, luas hutan tersisa di TNTN hanya sekitar 13,7 ribu hektare lebih. Sekitar 60 ribu hektare lebih kawasan hutan di TNTN terindikasi telah mengalami kerusakan akibat perambahan liar yang mengancam habitat keberagaman satwa dan fauna.
Kepala Balai TNTN Heru Sutmantoro meminta, kepada pihak yang mempunyai kebun sawit dalam kawasan TNTN, harus terbuka dalam memberikan informasi.
"Data dan informasi sangat penting untuk pengambilan keputusan dalam implementasi UU CK, tugas TNTN saat ini menyampaikan data yang akurat, guna disampaikan ke KLHK. (Karena saat ini) sekitar 50 persen luas sawit," kata Heru, Senin (24/1/2022).
Heru mengatakan, Surat Edaran Kepala Balai TNTN Nomor: SE.006/T.29/TU/Tks/1/2022 memiliki maksud dan tujuan untuk memberikan pengetahuan dan himbauan kepada masyarakat tentang larangan menanam sawit dan aktivitas lainnya yang dapat merusak kawasan hutan TNTN.
Ia menjelaskan, dasar pembuatan surat edaran ini adalah yang pertama Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. Kedua UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 2004 Tentang Perubahan atas UU Nomor 41 Tahun 1999. Ketiga Undang-undang Nomor 18 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Keempat Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, lalu kelima Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 tahun 2018 Tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Heru menguraikan untuk sawit yang sudah ada di dalam kawasan TNTN akan dilakukan penanganan sesuai peraturan yang berlaku.
Menurutnya dalam kawasan TNTN yang telah rusak, lahan kosong, areal terbuka, tidak berhutan, di sela tanaman sawit yang berada dalam zona rehabilitasi akan dilakukan rehabilitasi dengan tanaman selain sawit terdiri jengkol, petai, durian, kemiri, aren, melinjo, manggis, duku, jerenang, kempas, matoa, meranti, kruing, pulai, jabon, sengon dan mahoni
"Penanaman dilakukan dengan pola campuran antara tanaman MPTS atau serbaguna dengan tanaman kehutanan," tutur Heru.
Heru mengungkapkan, kegiatan rehabilitasi yang dimaksud, dilakukan dalam rangka pemulihan ekosistem TNTN, yang dalam implementasinya melibatkan masyarakat setempat dengan pola kemitraan dalam bentuk Kelompok Tani Hutan Konservasi (KTHK) sesuai dengan Perdirjen KLHK Nomor 6 Tahun 2018.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Lingkungan, Hukum, Riau |