PEKANBARU (CAKAPLAH) - Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) nonaktif, Andi Putra, keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait kasus suap yang menjeratnya. Politisi Partai Golkar itu menilai dakwaan JPU tidak cermat dan kabur.
Andi Putra didakwa menerima suap dari General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso, sebesar Rp500 juta. Suap itu untuk memperlancar pengurusan izin Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit PT Adimulia Agrolestari di Kuansing.
Keberatan disampaikan Andi Putra melalui tim penasehat hukumnya, Aswin E. Siregar, SH., MH., CTL dan kawan-kawan di hadapan majelis hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekambaru. Ada beberapa alasan yang tidak cermat dan kaburnya dakwaan JPU.
Alasan dakwaan kabur adalah dipisahkannya berkas perkara Andi Putra dengan Sudarso selaki pemberi suap sehingga seolah-olah menjadikan Andi Putra sebagai satu-satunya yang terlibat dalam pengurus izin HGU PT Adimulia Agrolestari.
Penasehat hukum juga menilai adanya keterlibatan dari Kepala Kanwil ATR/BPN Riau, M Syahrir, selaku ketua panitia B yang mengarahkan PT Adimulia Agrolestari agar meminta surat rekomendasi persetujuan kepada Andi Putra. Juga keterlibatan Frank Wijaya selaku Komisaris PT Adimulia Agrolestari sekaligus pemegang saham.
Ia yang meminta Sudarso mengurus sertifikat perpanjangan HGU dan menyetujui pemberian uang kepada Andi Putra agar memberikan rekomendasi.
Di kasus itu, M Syahrir dan Frank Wijaya hanya dijadikan sebagai saksi oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penasehat hukum berpendapat, seharunya JPU menjadikan keduanya sebagai pelaku.
"JPU tidak cermat dan telah mengaburkan posisi dari masing-masing terdakwa atau pelaku," kata penasehat hukum, Kamis (24/3/2022).
Menurut penasehat hukum, hal tersebut melanggar pasal 141 KUHAP yang menyatakan penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan apabila pada waktu yang sama atau bersamaan.
“JPU seharusnya menggabungkan kedua terdakwa Andi Putra dan Sudarso serta menjadikan Frank Wijaya sebagai terdakwa bukan saksi. Kami berpendapat, apabila ada dua orang atau lebih melakukan tindak pidana secara bersama-sama, maka keseluruhannya diajukan bersama-sama tanpa memisah pelaku," jelasnya.
Untuk itu, penasehat hukum Andi Putra meminta majelis hakim yang diketuai Dahlan agar menolak dakwaan JPU tersebut atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvantkelijk Verklaard). Menyatakan perkara a quo tidak diperiksa lebih lanjut.
Terpisah, JPU KPK Wahyu Dwi Oktafianto, menyebut eksepsi terdakwa sudah masuk dalam pokok materi perkara. Seharusnya hanya dibahas identitas, formil surat dakwaan saja.
"Ternyata yang dibacakan masalah tanggung jawab, peran dan itu semua masuk pokok perkara. Dan Pokok perkara itu, tegas Wahyu harus dibuktikan dulu di persidangan. Jadi menurut kami semua (surat dakwaan, red) sudah cermat," jelasnya.
Terkait dipisahkan berkas perkara Andi Putra dan Sudarso, ditegaskannya, semua kewenangan ada di JPU. Di mana JPU berwenang memisahkan berkas perkara (slip) atau menggabungkan jadi satu.
"Konteksnya kalau pelaku sama dan pasal (yang diterapkan) sama, itu bisa digabung. Ini jelas berbeda, Sudarso sebagai pemberi, Andi Putra penerima. Justru pengacaranya jadi tidak cermat kalau digabung, yang digabung adalah sesama pemberi atau sesama penerima," beber JPU.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Kuantan Singingi |