Dr. Fahmi, SH. MH, Dekan Fakultas Hukum Unilak
|
(CAKAPLAH) - Kasus kriminalisasi atas pembelaan diri yang berujung pada hilangnya nyawa seseorang kembali terjadi di Lombok. MA alias AS (34) awalnya sebagai korban begal justru ditetapkan sebagai Tersangka karena menghilangkan nyawa orang lain.
Tahun 2019 Polisi menetapkan ZA (17) Pelajar SMU di Malang yg membunuh seorang begal karena ingin merampas motor dan memperkosa pacarnya.
Sementara pada tahun 2018 seorang remaja di Bekasi M Irfan (19) bersama satu rekannya menjadi korban begal, mereka diserang oleh 2 pelaku dengan celurit, berbekal kemampuan bela diri Silat di pesantren, ia berhasil mengambil celurit begal dan menyabetkan ke tubuh seorang pelaku sehingga begal meninggal dunia dan satunya melarikan diri. Pihak Kepolisian Resor Bekasi justru memberikan Penghargaan kepada Irfan dan rekannya Rofik karena berani melawan begal bersenjata.
Pertanyaannya mengapa ini bisa terjadi penegakan hukum yang berbeda? Sebagaimana kita ketahui dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) diatur bahwa seseorang tidak dapat dihukum karena melakukan pembelaan diri. Hal ini diatur dalam pasal pasal 49 KUHP ayat (1) & (2). Pasal 49 (1) Pembelaan Terapaksa (Noodweer) dan pasal 49 (2) Pembelaan melampaui batas (Noodweer exees).
Pasal 49 (1) KUHP berbunyi “Tidak dipidana barang siapa melakukan Pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun orang lain, kehormatan, kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum".
Sedangkan pasal 49 (2) berbunyi; ”pembelaan terpaksa melampaui batas disebabkan karena keguncangan jiwa yang hebat tidak dipidana".
Pembelaan diri menjadi keadaan atau peristiwa yang dapat menghapus pidana, baik menghapus sifat melawan hukum sebagai alasan pembenar maupun menghapus kesalahan pelaku sebagai alasan Pemaaf.
Terkait Pembelaan diri Terpaksa tolok ukur/ parameternya terletak pada dua unsur yaitu: pertama, Unsur Serangan; Serangan atau ancaman itu harus terjadi seketika saat itu juga mengarah terjadinya Tindak Pidana seperti; Pencurian Kekerasan (Perampokan), Penganiayaan, Perkosaan dan Pembunuhan.
Kedua, Unsur Pembelaan; Pembelaan hanya dikhususkan untuk kepentingan diri sendiri dan orang lain (badan atau nyawa menyangkut kehormatan, kesusilaan dan harta benda. Pembelaan ini harus bersifat terpaksa dan seimbang dengan sifat serangan. Artinya tidak ada cara lain untuk menghalau serangan kalau kita tidak membela diri maka nyawa kita terancam.
Terkait kasus di Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat ini perbuatan MA alias AS bukan termasuk Tindak Pidana Pembunuhan karena dilakukan dalam keadaan terpaksa. Korban begal MA ini mungkin bisa tewas atau motornya diambil paksa jika ia tidak melakukan pembelaan diri. Korban tidak punya pilihan lain sehingga harus membela diri dari serangan 4 orang begal.
Untuk membedakan perbuatan seseorang membela diri atau main hakim sendiri maka dapat digunakan Asas Hukum Pidana yaitu: Asas Proporsianalitas dan Subsidaritas sesuai Pemahaman Doktrin para Ahli Hukum (Prof.Van Hattum & Prof Andi Hamzah). Asas ini menentukan adanya keseimbangan antara kepentingan hukum yang dilindungi dari serangan dengan kepentingan hukum yang dilanggar dengan pembelaan diri atau seseimbangan antara cara pembelaan yang dilakukan dengan ada serangan yang diterima.
Sebelum menetapkan status Tersangka terhadap MA dalam kasus ini ,Pihak Penyidik Kepolisian harus bisa membuktikan fakta-fakta Pembelaan diri oleh korban dan fakta-fakta penyerangan oleh pelaku kemudian ditimbang dan dinilai. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan gelar perkara antara Penyidik, Pengawas Penyidik dan disarankan untuk meminta pendapat ahli hukum dari kampus untuk menentukan apakah perbuatan ini memenuhi unsur Tindak Pidana atau tidak. Sehingga hal ini dapat menjaga obyektivitas dan independensi penegak hukum sehingga tidak menciderai keadilan serta menimbulkan polemik di tengah masyarakat andai kasus dilimpahkan sampai ke Pengadilan.***
Penulis | : | Dr. Fahmi, SH. MH, Dekan Fakultas Hukum Unilak |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Cakap Rakyat |