JAKARTA (CAKAPLAH) - Seperti Setya Novanto yang saat ini menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan proyek E-KTP, Akbar Tandjung juga pernah tersangkut perkara rasuah, yang dikenal dengan sebutan Bulog Gate.
Sama dengan posisi Novanto saat ini, Akbar juga saat itu menjabat sebagai Ketua DPR sekaligus Ketua Umum DPP Partai Golkar. Bahkan politikus senior ini sempat ditahan meski akhirnya dia dinyatakan bebas di tingkat kasasi.
Meski demikian, Akbar menolak disamakan dengan Novanto. Malah, di bawah kepemimpinannya ketika itu, Golkar justru meraih posisi pertama di pemilu legislatif.
"Sangat berbeda, apalagi dikaitkan dengan volume dana yang diduga terjadi. Biaya APBN untuk E-KTP Rp2,3 triliun kerugian negara. Kasus saya, peristiwa saya Rp40 miliar," jelas Akbar di kediamannya, Kebayoran Baru, Jakarta, Ahad (23/7/2017).
Kasus yang membelitnya waktu itu adalah pembelian sembako untuk rakyat. Dia menjelaskan, yayasan yang melaksanakan mendapat rekomendasi dari pemerintah dan menteri terkait.
"Di situ secara pribadi saya tidak ada kaitannya soal Rp40 miliar itu karena yang melaksanakan pembagian sembako itu adalah yayasan," jelasnya.
Ia menyatakan kondisi pada 2004 tidak dapat disamakan dengan saat ini jika diproyeksikan untuk pemilu 2019. Menurutnya, penting juga mendengar aspirasi rakyat apalagi survei untuk partai Golkar sedang mengalami tren penurunan.
"Kita harus mengambil langkah-langkah supaya tren menurun itu tidak terus berjalan," tandasnya.