ROHUL (CAKAPLAH) -- DPRD Kabupaten Rokan Hulu menyikapi serius terkait anjloknya harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit yang diduga dilakukan secara sepihak oleh Perusahaan Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) di Rohul.
Ketua DPRD Rohul Novliwanda Ade Putra ST. M.Si meminta Pemkab Rohul memberi sanksi tegas terhadap perusahaan yang menurunkan harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit secara sepihak sehingga merugikan masyarakat.
Menurut Novliwanda, menurunkan harga TBS secara sepihak merupakan tindakan ilegal karena melanggar ketentuan tim Penetapan Harga Pembelian TBS Perkebunan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1 Tahun 2018.
"Pemerintah provinsi secara berkala melalui tim Penetapan harga TBS telah menetapkan harga TBS sebagai acuan bagi perusahaan, sehingga jika ada penurunan harga TBS sepihak di luar ketentuan itu maka perusahaan harus ditegaskan melanggar Permentan 1 tahun 2018 dan diberi sanksi" cakap Novliwanda, Selasa (26/4/2022).
Sebagai sikap resmi, lanjut Wanda, Pimpinan DPRD dalam waktu dekat akan bersurat kepada pemerintah guna mendorong pemberian sanksi atau peringatan kepada perusahan yang tidak taat aturan.
"Kejadian ini harus cepat disikapi sehingga tidak menimbulkan keresahan yang bisa saja berpotensi menyebabkan konflik petani sawit dengan PKS," ujarnya.
Menurut Wanda, ada indikasi perusahaan memainkan isu Pelarangan ekspor CPO untuk menghalalkan perusahaan menurunkan harga TBS secara sepihak sehingga meraup keuntungan dari petani.
Padahal, berdasarkan keterangan Direktorat Jendral Perkebunan Kementerian Pertanian RI, Larangan Ekspor Produk Kelapa Sawit hanya bersifat terbatas dan hanya produk RDB Palm Olein, bukan CPO.
RBD Palm Olein atau Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Olein sendiri adalah produk hasil rafinasi dan fraksinasi Crude Palm Oil (CPO) yang digunakan sebagai minyak goreng. Tujuan larangan Ekspor RDB tersebut bertujuan untuk menormalkan kembali Harga minyak goreng yang kini mahal di pasaran.
"Kalau larangan ekspor minyak goreng kami dari Fraksi Gerindra setuju. Bahkan sejak Januari Fraksi Gerindra di Komisi VI DPR-RI telah mendorong larangan ekspor 3 produk turunan yang baru dilaksanakan pemerintah saat ini," ujarnya.
Ditambahkannya, saat ini yang harus segera ditangani pemerintah adalah mengusut tuntas mafia minyak goreng yang bermain sehingga menyebabkan harga minyak goreng melonjak.
"Indikasinya jelas, produksi CPO kita per tahun 49 juta ton, sedangkan produksi minyak goreng kita per tahun itu mencapai 16 juta liter dan kebutuhan dalam negeri kita hanya 5,7 juta liter. Artinya Indonesia itu surplus hampir 11 juta liter. Tapi kan aneh mengapa kok migor kita masih langka dan mahal, ada apa?," tutupnya.***
Penulis | : | Ari |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Kabupaten Rokan Hulu |