TBS Sawit.
|
JAKARTA (CAKAPLAH) - Anjloknya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang menyebabkan para petani rugi membuat anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan meminta pemerintah mengambil langkah serius.
Dia meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan larangan ekspor bahan baku minyak goreng (migor) untuk mengatasi anjloknya harga TBS sawit tersebut.
"Kebijakan larangan ekspor bahan baku minyak goreng harus dievaluasi pemerintah. Saat ini harga TBS sawit rakyat sudah anjlok tajam, di Kalimantan Barat sudah turun menjadi Rp2.200 perkilogram, padahal sebelumnya Rp3.700 perkilogram," kata Daniel di Jakarta, Rabu (18/5/2022).
Dia mengatakan, kondisi tersebut bahkan lebih parah di daerah yang tidak ada pabrik besarnya, yaitu sudah menyentuh Rp1500 perkilogram.
Kondisi itu menurut dia dikhawatirkan menyebabkan TBS sawit tidak laku terserap industri karena tangki-tangki penyimpanan tidak mampu lagi menampung sehingga akan banyak pabrik yang berhenti produksi dan berdampak kepada nasib pekerja dan petani.
"Penerimaan negara sekitar Rp500 triliun bisa hilang, padahal penerimaan dari pajak ekspor yang nilainya $160/ton CPO bisa menjadi sumber berbagai subsidi untuk rakyat dan pembangunan," katanya.
Karena itu dia meminta pemerintah harus segera mengoreksi kebijakan terkait TBS sawit karena kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng di pasaran karena lebih disebabkan pengaturan perdagangan.
Dia menilai kelangkaan dan tingginya harga migor akibat telah dicabutnya harga eceran tertinggi (HET) dan akibat kebijakan ekspor yang tidak dikawal dan dikontrol secara ketat, termasuk tata kelola yang kurang tepat.
"Jadi kami mendorong Presiden melakukan kalkulasi yang mendalam dan mengoreksinya secara jitu, karena nasib 6 juta hektar lahan petani sawit rakyat dengan 2,7 juta kepala keluarga petaninya menunggu gerak cepat pemerintah, apalagi harga pupuk juga meningkat tajam, bisa hancur petani sawit kita," ujarnya.