Selanjutnya, terkait Reward dan Punishment kepada Direksi dan Komisaris BUMD yang tidak mencapai target, perlu diberlakukan sanksi yang lebih tegas dengan tidak hanya diberikan teguran, akan tetapi pada tindakan lainnya termasuk dengan pemberhentian, yang dianggap memang ternyata tidak layak dan tidak mampu serta tidak memiliki kapasitas sebagai direksi atau pun komisaris BUMD, terutama dari hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan.
Selain itu, program monitoring dan evaluasi BUMD perlu melibatkan tenaga profesional dibidangnya, tidak hanya dari akademisi.
"Membubarkan anak Perusahaan BUMD yang tidak dapat mendukung kegiatan dan keuntungan BUMD yang justru membebankan keuangan BUMD induk serta yang tidak memiliki portofolio bisnis yang jelas. Menggesa penyelesaian Novasi Hutang PT. RAL dan juga penyelesaian status badan hukum PT.RAL yang tidak lagi beroperasi sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas termasuk berkoordinasi dengan Pihak Kejaksaan Tinggi Provinsi Riau," ulasnya.
Pansus, sambung Arpah menilai, perlu dipertimbangkan untuk anak Perusahaan BUMD PT. SPR Langgak yang mengelola Blok Migas Langgak, diambil alih oleh Pemerintah Provinsi Riau menjadi BUMD dengan saham 51 persen, agar dapat berkontribusi langsung kepada Pemerintah Provinsi Riau dan lebih mudah dilakukan fungsi pengawasan kepada entitas bisnis yang mengelola blok migas tersebut.
Selain itu, hal tersebut dilakukan untuk memberikan tantangan kepada PT SPR sebagai induk BUMD agar dapat memiliki kegiatan usaha sendiri yang selama ini hanya bergantung pada deviden yang diberikan oleh PT SPR Langgak sebagai anak perusahaan.
Segera untuk menuntaskan penyelesaian penyelesaian realisasai Blok Siak untuk realisasi pada APBD tahun 2022 sebagaimana yang telah dianggarkan, dan memastikan proses persiapan pengelolaan PI 10 % Blok Rokan agar dapat direalisasikan sebagaimana yang telah dianggarkan pada APBD tahun anggaran 2022 (417 Miliar) agar tidak terjadi lagi "gagal realisasi" sebagai mana yang terjadi pada Blok Siak di tahun 2020 dan 2021.
Lebih jauh, berkaitan dengan realisasi yang masih rendah dalam Bantuan Operasional Sekolah (BOSDA) untuk SMA/SMK/dan SLB se- Provinsi Riau dapat diajukan beberapa rekomendasi, yakni Pemerintah Provinsi Riau dan sekolah penerima BOSDA harus melaksanakan SOP yang telah ditetapkan dalam penyaluran BOSDA secara konsisten dan bertanggungjawab.
Pemerintah Provinsi Riau perlu melakukan evaluasi terhadap sekolah yang tidak mampu merealisasikan anggaran BOSDA tersebut dan memberikan catatan ataupun rekomendasi terhadap persoalan yang dihadapi oleh pihak sekolah dalam merealisasikan BOSDA.
Pemerintah Provinsi Riau perlu mengoptimalkan program BOSDA ini agar program pengembangan pendidikan dapat berjalan dengan baik termasuk dengan efektifitas pengawasan penggunaan anggaran agar tepat sasaran.
Selanjutnya, masalah pembangunan infrastruktur pendidikan seperti sekolah harus ditingkatkan dengan terlebih dahulu menyusun nomenklatur pembangunan sekolah di daerah-ndaerah yang padat penduduk seperti di Pekanbaru dan daerah lainnya agar masalah
PPDB dapat teratasi dengan baik.
"Selanjutnya, pemerintah Provinsi Riau perlu membangun sinergitas dan menjalin kerjasama tidak hanya dengan Kementerian PUPR namun juga terhadap badan usaha dengan berbagai skema seperti availability payment, Corporate Social Responsibility (CSR), dan hibah Millenium challenge compact. Program Hibah untuk pembiayaan insfratruktur, Compact-2 Millennium Challenge Corporation (MCC) juga perlu menjadi fokus perhatian yang saat ini sudah melalui proses tahapan yang panjang," kata Arpah.
Berkaitan dengan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, maka diharapkan pada setiap UPT yang ada di DPUPRPKPP Provinsi Riau untuk cermat dalam menetapkan target dalam program rehabiltasi jalan maupun jembatan dan dilakukan evaluasi atas capaian kinerja UPT.
Berkaitan dengan penganggaran pada program pembangunan Jalan Pademaran (Rohil), mengingat jalan tersebut cukup vital sebagai jalan penghubung bagi masyarakat, Pemerintah Provinsi Riau perlu untuk melakukan kontrol dan pengawasan yang lebih ekstra atas proses perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan yang selama ini sering mengalami kegagalan dalam proses pengerjaannya.
"Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kependudukan dan Pencatatan Sipil harus dapat membuat program kerja dalam menunjang perkembangan BUMDES khsusunya BUMDES masuk dalam kategori tertinggal yakni klasifikasi dasar menurut Pemprov Riau sebanyak 561 Bumdes, Klasifikasi tumbuh 442 Bumdes, agar masuk ke kategori berkembang dan maju agar dapat mengejar ketertinggalannya dan program kerja yang dipersiapkan untuk BUMDES dengan kategori yang lebih baik," ucapnya.
Selain itu, Pemrov Riau melalui OPD terkait, perlu membuat program penyusunan/pemetaan potensi BUMDES, agar program yang dilaksanakan tepat sasaran.
Selanjutnya, anggaran pelatihan sebagai pendamping dari BKK bagi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kependudukan dan Catatan Sipil perlu dialokasikan sehingga dapat mengoptimalkan bantuan yang telah dikucurkan oleh pemerintah daerah.
Penulis | : | Satria Yonela Putra |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Riau |