ilustrasi
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru dikabarkan tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengurangan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Pekanbaru. Salah satunya pajak atas PT Angkasa Pura II.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pekanbaru, Agung Irawan, ketika dikonfirmasi tidak menampik hal itu. "Masih klarifikasi," kata Agung, ketika dikonfirmasi CAKAPLAH.COM, Selasa (31/5/2022).
Namun, mantan Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Dumai tersebut belum mau secara rinci tentang kasus tersebut. Begitu juga terkait siapa saja yang sudah dipanggil untuk dimintai klarifikasi.
Berdasarkan data yang dihimpun, klarifikasi sudah dilakukan pada pihak PT Angkasa Pura II dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Pekanbaru.
Dugaan korupsi ini sebelumnya juga dilaporkan oleh lima koalisi mahasiswa ke Kejaksaan Tinggi Riau, pada April 2022. Mereka meminta kejaksaan mengusut adanya dugaan penyimpangan tersebut. Penanganan diserahkan ke Kejari Pekanbaru.
Tidak hanya di PT Angkasa Pura II, ada sejumlah dugaan pengurangan pembayaran pajak di instansi maupun tempat usaha lain di Kota Pekanbaru, seperti rumah sakit dan pusat perbelanjaan.
Koordinator Koalisi AMPR, Asmin Mahdi menyebut, diduga ada permainan pajak PBB oleh oknum Bapenda Pekanbaru di beberapa tempat. "Telah kami lakukan kajian ada 3 lokasi yang awal pajak PBB sudah ditetapkan nilai besarannya tetapi tahun berikutnya dikurangi secara drastis oleh Bapenda," kata Asmin.
Seperti salah satu objek pajak yang sebelumnya ketetapan PBB-P2 di PT Angkasa Pura II hanya Rp700 juta namun setelah dilakukan appraisal pada tahun 2019 menjadi Rp23 miliar dan sudah ditetapkan pada tahun 2019.
Padahal pajak di objek pajak Ini mencapai sebesar Rp9 miliar akan tetapi tanpa ada persyaratan ataupun pengajuan pengurangan pajak. Objek pajak hanya membayar sebesar Rp4 miliar saja.
"Berdasarkan aturan yang dikeluarkan Walikota Pekanbaru terkait beban pajak yang harus dibayarkan perusahaan, maka terbit Perwako tentang Pemungutan Pajak Bumi Bangunan, besaran pajak yang harus disetor berlaku untuk 5 tahun kebelakang setelah adanya penilaian atau appraisal," jelasnya.
Seharusnya objek pajak yang dimaksud bisa dikenakan 5 x Rp23 miliar sesuai dengan total aset yang dimiliki perusahaan setelah adanya appraisal, maka atas kurangnya penyetoran pajak tersebut, PAD Kota Pekanbaru diduga mengalami penurunan mencapai sebesar Rp100 miliar.
Hal yang sama juga terjadi pada objek pajak lainnya yakni salah satu rumah sakit, di mana ketetapan pajaknya mencapai angka Rp500 juta dan sudah ditetapkan bahwasanya besaran pajak yang harus disetor ialah senilai Rp500 juta pada tahun 2019.
Pada tahun 2022 besaran pajak di perusahaan ini mengalami penurunan menjadi Rp300 juta tanpa adanya ketentuan dan persyaratan yang jelas oleh Kepala Bapenda Kota Pekanbaru.
Akan tetapi sebenarnya total aset yang dimiliki oleh objek pajak senilai Rp8 miliar, akan tetapi kepemilikan aset tersebut masih atas nama perorangan bukannya perusahaan.
"Pemberian pengurangan pajak hanya boleh dalam bentuk stimulus bukannya pengurangan langsung, nilai pajak dan dalam kajian dan alasan yang jelas harus dipertanggungjawabkan karena mempengaruhi keuangan daerah," ungkapnya.
Lanjutnya, dari kajian yang dilakukan, maka mereka menduga perbuatan tercela tersebut dilakoni oleh beberapa oknum pejabat daerah Kota Pekanbaru.
"Untuk memuluskan keputusan Kepala Bapenda Kota Pekanbaru bekerja sama dengan Aswendi Fajri sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru, Adrizal sebagai Sekretaris Bapenda Kota Pekanbaru,," tukasnya.
Massa meminta Kejati Riau segera mengusut tuntas laporan kami secepatnya. "Kami sudah mempunyai bukti konkret, jika Kejati meminta saksi kunci terkait kasus ini, maka kami siap hadirkan saksi tersebut," pungkasnya.***
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kota Pekanbaru |