Pengadilan Tinggi (PT) Riau menolak permohonan banding empat bos PT Fikasa Group terkait investasi bodong.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Pengadilan Tinggi (PT) Riau menolak permohonan banding empat bos PT Fikasa Group terkait investasi bodong senilai Rp84,9 miliar. Terdakwa tetap dijatuh hukuman 14 tahun penjara.
Putusan banding tersebut menguatkan vonis Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 1170/Pid.Sus/2021/PN Pbr, tanggal 29 Maret 2022, yakni 14 tahun penjara Hukuman' sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Keempat terdakwa adalah Bhakti Salim alias Bhakti selaku Direktur Utama PT Wahana Bersama Nusantara (WBN) dan PT Tiara Global Propertindo (TGP), Agung Salim selaku Komisaris Utama PT WBN, Elly Salim selaku Direktur PT WBN dan Komisaris PT TGP serta Christian Salim selaku Direktur PT TGP.
Majelis Hakim PT Riau menyatakan Bhakti Salim alias Bhakti, Agung Salim alias Agung, Elly Salim alias Elly, Christian Salim alias Christian, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana bersama-sama menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Bank Indonesia secara berlanjut.
"Menjatuhkan pidana terhadap para terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 14 tahun dan denda sebesar Rp20 miliar. Apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan masing masing selama 11 bulan," kata hakim.
Kemudian, hakim menyatakan masa penahanan yang telah dijalani para terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Hakim juga memerintahkan agar para terdakwa tetap ditahan.
Hakim juga mengabulkan permohonan ganti rugi yang diajukan saksi Archenius Napitupulu yang mengajukan permohonan ganti rugi atas nama saksi sendiri, Pormian Simanungkalit, Meli Novriyanti, Agus Yanto Manaek Pardede, Elida Sumarni Siagian, Pandapotan Lumbantoruan, Oki Yunus Gea,Timbul S Pardede dan Darto Jonson Marulianto Siagian, dengan lampirannya yang digabung dengan perkara pidana dengan total Rp84.916.000.000,
Hakim dalam putusan menyatakan sejumlah barang bukti dalam perkara ini, diserahkan kepada JPU untuk dipergunakan dalam perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan Berkas Perkara nomor :008/I/RES.1.11/2022/Dittipideksus atas nama Agung Salim dan kawan-kawan.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Pekanbaru, Zulham Pardamean Pane, mengaku sudah mengetahui informasi tentang putusan banding tersebut.
"Iya kita sudah terima informasinya soal putusan banding itu. Memang putusan PT (Riau) menguatkan putusan PN Pekanbaru, vonis 14 tahun penjara," kata Zulham, Jumat (3/6/2022).
Meski begitu, Zulham menyatakan sampai saat ini belum menerima salinan putusan banding tersebut. Apakah nanti terdakwa akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atau tidak, Zulham juga belum mengetahuinya.
Terkaitl penanganan perkara TPPU, Zulham menyebut itu dilakukan oleh tim dari Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. Pihaknya menunggu pelimpahan tersangka dan barang bukti atau tahap II di Kejari Pekanbaru.
Kronologis Perkara
Perbuatan itu berawal ketika itu PT WBN yang bergerak di bidang usaha consumer product dan PT TGP yang bergerak di bidang properti serta perhotelan sedang membutuhkan tambahan modal untuk membiayai operasional perusahaan. Pada saat itu terdakwa Agung Salim mencari ide untuk mendapatkan tambahan modal tersebut.
Diputuskan untuk menerbitkan Promisorry Note atas nama perusahaan yang ada dalam Fikasa Grup, yaitu PT WBN dan PT TGP. Kemudian terdakwa Agung menyuruh terdakwa Maryani (berkas perkara terpisah) menjadi Marketing Freelance PT WBN dan PT TGP (Fikasa Group).
Dengan menggunakan company profil Fikasa Grup yaitu PT WBN dan PT TGP, Maryani pada sekitar bulan Oktober 2016 mendatangi korban Archenius Napitupulu, warga Pekanbaru. Ia menawarkan investasi dengan bunga 9 persen sampai 12 persen per tahun dengan cara menjadi pemegang Promissory Note PT WBN dan PT TGP.
Saat menawarkan Promissory Note atas nama PT WBN dan PT TGP kepada masyarakat di Pekanbaru, Maryani menyampaikan Fikasa Grup menghimpun dana dengan menerbitkan Produk Tabungan berbentuk Promissory Note dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan bunga bank pada umumnya.
Maryani menjelaskan, bahwa produk tabungan berbentuk Promissory Note ini sama dengan produk deposito bank pada umumnya. Di mana, nasabah menempatkan sejumlah dana untuk jangka waktu tertentu, kemudian nasabah mendapatkan bunga dalam rate yang tetap (fixed rate) sebagaimana telah disepakati dan pokok dijamin kembali pada waktu jatuh tempo,"jelasnya.
Maryati menyebut, jika bunga deposito pada bank umumnya berkisar 5 persen per tahun, maka Fikasa Group bisa memberikan bunga 6 sampai 12 persen per tahun, sehingga tabungan berbentuk Promissory Note ini lebih menguntungkan.
Selain tabungan berbentuk deposito promissory note, Fikasa Group menawarkan penempatan dana dalam jangka waktu tertentu. Korban juga dijanjikan mendapatkan imbalan bunga serta pokoknya terjamin.
Maryani menjelaskan, Fikasa Group dimiliki oleh konglomerat keluarga Salim (terdakwa Agung Salim, terdakwa Bhakti Salim, terdakwa Elly Salim, dan terdawka Christian Salim). Disebutkan, tabungan berbentuk deposito Promissory note Fikasa Group mempunyai izin dari Bank Indonesia/OJK.
Dengan kepiawaiannya selaku Marketing Freelance Fikasa Group, Maryani dari tahun 2016 sampai 2019, berhasil mendapatkan nasabah dari masyarakat dan menempatkan dana di PT WBN dan PT TGP dengan menyetorkan dana dengan cara transfer ke rekening PT WBN. Ada 3 nomor rekening, masing-masing ke BCA, CIMB Niaga, serta Bank Mandiri.
Pada beberapa Promissory Note PT WBN dari para korban, ternyata dana yang ditransfer bukan ke PT WBN melainkan ke rekening PT Inti Putra Fikasa pada ketiga bank itu. Setelah itu, para nasabah mendapatkan bukti penempatan berupa perjanjian promissory note dan certificate yang berisi nominal penempatan, bunga keuntungan, dan tanggal jatuh tempo.
Dokumen itu ditandatangani terdakwa Bhakti Salim, juga terdakwa Agung Salim, terdakwa Elly Salim, serta terdakwa Christian Salim. Sebanyak 10 nasabah yang menempatkan dananya di PT WBN dan PT TGP juga diminta menandatangani bukti perjanjian itu.
Seharusnya dana digunakan untuk operasional dan modal pengembangan usaha dari PT WBN dan PT TGP,, justru digunakan para terdakwa untuk operasional dan modal usaha perusahaan lain yang ada dalam Fikasa Group. Di antaranya, untuk usaha air minum dan perhotelan dengan badan hukum berbeda tanpa ada persetujuan nasabah.
"Hasil keuntungan dari usaha tersebut masuk ke perusahaan group Fikasa, juga ke rekening pribadi terdakwa Bhakti Salim, Agung Salim, Elly Salim, Christian Salim dan Maryani. Hal ini dapat dilihat dari aliran uang keluar dan masuk atas nama PT WBN Bulan Oktober tahun 2016 sampai dengan bulan September 2020," papar JPU.
Sementara para nasabah yang sudah menanamkan modal tidak mendapatkan keuntungan. Mereka meminta uang dikembalikan dan dijanjikan para terdakwa dibayar pada 25 Maret 2020 tapi hingga kini uang tersebut belum dikembangkan.