Suasana Kota Kashgar, wilayah timur laut Xinjiang, China. (Greg Baker / AFP)
|
(CAKAPLAH) - Pasukan Keamanan China dilaporkan telah memaksa etnis Uighur yang tinggal di luar negeri tetap diam selama Komisioner HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Michelle Bachelet berkunjung ke sejumlah wilayah di Provinsi Xinjiang, China.
Hal tersebut diungkap salah satu etnis Uighur yang kini tinggal di Amerika Serikat, Kalibinur Gheni.
Gheni mengatakan, polisi China di Korla mengunjungi ibunya di Cherhcen dan menekannya agar mampu meyakinkan sang anak berhenti mencuit soal penahanan saudara perempuannya.
"Anak perempuan Anda yang di Amerika Serikat berbicara melawan pemerintah. Jika Anda tak bisa bicara dengan anak ini dan minta dia setuju menghapus apa pun di Twitter, Anda akan didakwa dengan tuduhan bermuka dua," kata Gheni mengulang yang disampaikan polisi China seperti dikutip Radio Free Asia pada Jumat (27/5).
Partai komunis China menggunakan istilah bermuka dua untuk menggambarkan orang-orang yang korup atau secara ideologis tak setia kepada partai.
Para agen mengancam ibu Gheni dengan dakwaan kejahatan dan bermuka dua.
Saat Gheni menelepon ibunya usai cuitan di Twitter, ia mendengar perempuan itu menangis dan berteriak agar menghapus unggahannya di platform media sosial itu.
"Jika saya tak menghapus apa yang saya unggah, dia akan memutus hubungan darah dengan saya," imbuh Gheni.
Gheni mengaku para pejabat keamanan menekan keluarganya soal cuitan di Twitter.
Selain ibunya, adik lelaki Gheni juga pernah meminta agar menghapus unggahannya di Twitter.
"Kami dengar saat di luar negeri kamu membuat pernyataan anti-China. Apakah kamu akan membiarkan kami hidup atau tidak? Berhentilah membuat pernyataan ini dan hapus semua yang sudah diunggah,'" jelas Gheni menirukan perkataan adiknya.
Cuitan Diaspora Muskim Uighur Kecam China
Pada 23 Mei lalu, Gheni mencuit soal komitmennya. Ia berkata, "Saya akan terus berjuang, saya tak akan menyerah terhadap orang-orang yang saya cintai."
Kakak perempuan Gehni, Renagul Gheni, merupakan seorang guru sekolah dasar di daerah Cherchen. Ia dibawa ke kamp penahanan pada 2018 lalu.
Dua tahun setelahnya, Renagul dijatuhi hukuman 17 tahun penjara. Lebih rinci terkait hukuman itu, 10 tahun karena ia punya Al-Quran dan tujuh tahun karena berdoa selama pemakaman sang ayahnya.
Etnis Uighur lain yang tinggal di AS, Gulruy Esqer, mengatakan pemerintah China juga mencoba membungkam dirinya dengan menahan salah satu kerabatnya. Esmet Behti.
Behti lalu dibawa ke kamp penahanan dan dibebaskan sembilan bulan kemudian.
"Saya pikir dia telah dibebaskan karena aktivisme saya di AD dan dia akan aman dari bahaya lebih lanjut oleh pihak berwenang China, tapi saya salah. Tidak ada Uighur yang aman dari pemerintah China," kata Esqer.
Menanggapi hal itu, organisasi HAM internasional menilai upaya China membungkam Uighur di luar negeri punya tujuan yang sama dengan menggunakan propaganda untuk menutupi realitas pelanggaran hak di Xinjiang.
Bachelet tiba di China pada 23 Mei lalu. Ia akan menghabiskan enam hari untuk mengunjungi Guangzhou dan Urumqi, serta Kashgar di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang (XUAR).
Jelang kunjungan Bachelet ke XUAR, pemerintah China meluncurkan kampanye untuk "melindungi rahasia negara." Mereka juga memperingatkan warga Uighur agar tak membicarakan atau membahas "rahasia negara," soal penahanan warga Uighur atau tindakan lain untuk menekan mereka.
Kunjungan Bachelet bertepatan dengan rilis dokumen polisi China yang bocor soal Uighur di XUAR.
File tersebut merinci kebrutalan otoritas China terhadap Uighur dan menunjukkan keterlibatan langsung para pemimpin tinggi Beijing dalam kampanye penahanan massal.
Editor | : | Ali |
Sumber | : | Cnnindonesia.com |
Kategori | : | Internasional |