Rohul (CAKAPLAH) - Anggota DPRD Rokan Hulu Muhammad Hasbi Assidiqi mendesak Kanwil ATR BPN Provinsi Riau menghentikan sementara proses perpanjangan izin HGU PT Eka Dura Indonesia (PT EDI). Pasalnya, diduga ada persyaratan yang tidak sesuai yang diajukan anak Perusahaan PT Astra Agrolestari itu.
Menurut politisi Nasdem itu, syarat kemitraan yang sudah diklaim PT EDI sebesar 25 persen, bukan bagian dari MoU Izin HGU PT EDI di Sei Manding seluas 10 ribu hektare yang akan diperpanjang, melainkan MoU dengan Ekadura Sumber Rezeki di Sei Mandau dengan luas pelepasan kawasan kurang lebih 14.050 hektare.
Artinya, PT EDI sama sekali belum pernah membangunkan pola kemitraan dari luasan HGU yang akan diperpanjang, melainkan mengklaim kebun yang sudah dibangun anak perusahaan Astra lainnya (Eka Dura Sumber Rejeki) yang malah gagal menuntaskan pembangunan kebun dan PKS sebagaimana MoU dengan KUD Sumber Rejeki tahun 1999.
“Kebun kemitraan di Sei Mandau itu bukan bagian dari PT EDI Sei Manding. Walaupun satu group, tapi konteksnya waktu itu, Astra mendapatkan lahan pengembangan di Sei Mandau yang akan dibangunkan kebun dan PKS bernama PT Eka Dura Sumber Rejeki, namun dalam perjalanannya astra gagal menyelesaikan kebun dan PKS yang sudah mendapatkan pelepasan kawasan 14.050 Ha,” katanya.
“Jika pembangunan Eka Dura Sumber Rejeki gagal, tidak logis rasanya secara otomatis kebun yang sudah jadi itu seluas 2.600 hektare dimasukkan sebagai persyaratan perpanjangan HGU PT EDI Sei Mending, karena MoU-nya beda yang satu 10 ribu yang satu lagi 14 ribu,” cakap Hasbi.
Dalam pengajuan perpanjangan HGU ini, lanjut Hasbi, PT EDI terkesan menyembunyikan data MoU pertama yang diteken antara ketua KUD Sumber Rejeki Syawal bersama Direktur Utama Astra Agro Lestari Maruli Gultom yang disampaikan ke Kementerian Kehutanan yang sampai saat ini tidak ada adendum peralihan MoU dari Ekadura Sumber Rejeki ke PT Eka Dura Indonesia.
“Saat RDP kami tanyakan, ada tidak dibuat addendum peralihan dari Eka Dura Sumber Rejeki ke Eka Dura Indonesia? Ternyata tidak ada, kalau tidak ada addendum MoU pertama maka seharusnya tidak bisa kesepahaman yang ditandatangani KUD Sumber Rejeki itu dibatalkan oleh kesepakatan dibawahnya,” tegasnya.
Hasbi mengaku, persoalan ini sudah dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi 2, masyarakat Kota Lama, Disnakbun dan PT EDI beberapa waktu lalu.
Dalam RDP tersebut Komisi 2 mengkritisi kinerja Pemkab Rohul yang dinilai tidak teliti mengkaji data yang disodorkan PT EDI dalam proses perpanjangan HGU-nya. Jika ada peralihan MoU dari Ekadura Sumber Rejeki ke PT EDI tentunya harus dituangkan dalam MoU berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
“Tapi kami melihat di sini pemerintah menyimpulkan sepihak tanpa pertimbangan dasar hukum yang jelas. Seolah-olah kebun kemitraan di Sei Mandau 2.600 hektare itu adalah bagian dari 10.016 HGU PT EDI Sei Manding. Padahal kenyataannya dibawah bukan seperti itu makanya harus ditelaah secara komprehensif data yang harus diajukan harus lengkap sehingga tidak salah penafsiran,” ujarnya.
Mengingat masih banyak persoalan yang berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat maka DPRD Rohul melalui Komisi 2 merekomendasikan kepada Bupati agar mengevaluasi kembali dokumen perpanjangan izin HGU PT EDI karena ada beberapa dokumen yang belum dimasukkan sehingga menghasilkan keputusan bupati yang tidak sempurna dan berkeadilan.
DPRD rencananya juga akan melakukan hearing dengan kanwil ATR BPN Provinsi Riau, Dirjenbun, KLHK dan DPR RI untuk menginformasikan hasil RDP, sehingga proses perpanjangan HGU PT EDI dihentikan sementara hingga ada titik terang terkait hak-hak masyarakat.
“Kalau pemerintah tetap melanjutkan berarti ada upaya pemaksaan kehendak sepihak antara pemerintah dengan perusahaan yang telah mengabaikan hak-hak masyarakat setempat,” ujarnya.
“Kita khawatir jika tidak clear di bawah tidak terkesan arogan dalam perpanjangan kami tidak ingin melahirkan konflik yang berkepanjangan dengan perusahaan kita ingin persahabatan antara masyarakat dan perusahaan. Untuk membangun itu, harus ada suasana yang fair antara perusahaan dan masyarakat, perusahaan jangan terlalu memaksakan. Kita mendukung investasi tapi prioritas yang harus dijaga adalah menjamin kemakmuran kesejahteraan masyarakat. Apa artinya investasi banyak tapi realitanya keterjajahan di tengah masyarakat," tutupnya.***
Penulis | : | Ari |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Kabupaten Rokan Hulu |