PEKANBARU (CAKAPLAH) - Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Dr. Gulat ME Manurung, MP.,C.IMA mengatakan, Peratuan Menteri Pertanian Nomor 01 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar (TBS) Petani menorehkan banyak misteri.
Sebelumnya, ada kisruh dan klaim dari PKS (Pabrik Kelapa Sawit) yang mengatakan bahwa TBS Petani swadaya tidak ada regulasi yang mengatur sehingga bisa suka-suka dalam membuat harga.
Petani swadaya juga mempersoalkan mengenai potongan timbangan di PKS yang mencapai 15%. Semua misteri ini sangat berpotensi masuk ke ranah hukum, terutama yang namanya Potongan Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL).
Menurut Gulat, cukup menarik mengenai BOTL ini, karena hanya beberapa PKS yang ikut rapat penetapan harga kesepakatan TBS Petani di Dinas Perkebunan tapi 100% PKS di Indonesia (1.118 PKS) ikut menduplikasi harga TBS setelah potongan BOTL tersebut di PKS-PKS dengan berbagai modus.
Apa itu BOTL ? Yaitu potongan yang dilakukan terhadap harga TBS Petani sebelum diumumkan ke masyarakat umum. Menurut Permentan 01/2018 bahwa Potongan BOTL ini dipergunakan cost of money sebesar 1,33% (bunga dan biaya bank, asuransi kemanan pengiriman uang), penyusutan timbangan CPO/PK dalam transportasi 0,30% dan Over head kebun plasma (kegiatan penetapan harga TBS, Pembinaan Pekebun dan pembinaan kelembagaan pekebun) 1,0%, sehingga totalnya maksimum 2,63%.
Potongan ini dilakukan berlaku mundur tiap bulan jika penetapan harganya TBS dilakukan tiap bulan. Jadi semua pengeluaran PKS yang termasuk dalam kelompok BOTL dihitung dengan menunjukkan bukti-bukti kwitansi serta daftar pengeluaran dan dibebankan ke harga TBS Petani dengan maksimum potongan sebesar 2,63%. Jika dihitung-hitung rata rata, potongan BOTL ini antara Rp.50-150/kg TBS Petani sawit.
"Sudah saatnya petani sawit itu merasakan kemerdekaannya. Ya, sekalipun harga TBS rendah namun jika itu adalah hasil jerih payah sesungguhnya, kami tetap mensyukuri asal tidak kena tokohin. Meskipun rata rata potongan BOTL kisaran Rp.50-Rp150/kg, namun bagi kami itu sangat berarti, apalagi dalam kondisi turbulensi harga TBS pada 2 bulan terakhir ini, semakin terasa nilainya," kata Gulat.
Untuk itu, APKASINDO kata Gulat, meminta semua Gubernur Provinsi sawit supaya meniadakan Potongan BOTL ini sementara waktu. Karena selama ini proses pertanggungjawabannya tidak jelas.
Padahal regulasi mengamanahkan supaya setiap rapat penetapan harga TBS Petani di Dinas Perkebunan Provinsi supaya dipertanggungjawabkan pemanfaatan dana potongan BOTL ini kepada Gubernur melalui Kepala Dinas Perkebunan Provinsi pada saat rapat Tim harga.
"Jika tidak bisa dipertanggungjawabkan, maka potongan BOTL di rapat berikutnya (kalau Riau tiap sekali seminggu) ditiadakan atau di nol kan. Bagi saya jika tetap dilakukan potongan BOTL padahal tidak ada pertanggungjawaban, ini sudah jelas tindak pidana korupsi. Dan saat ini kami Apkasindo sedang on progress membuat draft revisi Permentan 01 tahun 2018 tersebut," ujarnya lagi.
Sementara itu, Andi Kasruddin Raja Muda, Ketua Apkasindo Provinsi Sulawesi Barat, mengatakan bahwa BOTL ini identik dengan “penggelapan”, karena tidak jelas juntrungnya. Di Sulawesi Barat sudah beberapa kali hal ini diprotes oleh petani, karena tidak ada wujud manfaat yang dirasakan oleh petani, malah digunakan untuk pengeluaran internal perusahaan. Hal ini harus dihentikan segera apalagi saat ini semakin terbeban harga TBS akibat banyaknya beban yang ditimpakan ke TBS Petani.
"Ada lima beban tersebut antara lain Pungutan Ekspor, Bea Keluar, DPO, potongan timbangan di PKS dan yang kelima adalah BOTL. Timbangan di PKS setahu saya tidak pernah ditera (dicek ulang keakuratannya), timbangan tomat saja ditera," ujar Andi.
"Jadi soal timbangan ini dua kali kena, pertama kecurangan timbangan di PKS dan kedua setelah ditimbang kena potong lagi hasil timbangan 10-15%, anehnya tidak pernah menjadi perhatian kementerian terkait, meskipun sudah bertahun-tahun dikeluhkan akibat permainan timbangan ini," lanjutnya.
Sementaea itu, KH Suher, Ketua Apkasindo Riau lebih tegas mengatakan bahwa potongan BOTL ini adalah akal-akalan berlindung dengan regulasi.
"Coba sebut satu saja pembinaan apa yang sudah dilakukan oleh PKS yang menikmati BOTL tersebut? Seperti di Riau misalnya sangat lumayan jumlahnya. Untuk PKS yang selalu ikut rapat di Disbun Riau, untuk periode minggu lalu saja mereka berhasil meraup uang dari potongan BOTL ini kisaran Rp4,1 M. Potongan ini diambil dari harga yang harusnya diumumkan ke masyarakat Rp.2.638/kg TBS, namun dipotong terlebih dahulu sebesar 2,63% (Rp. 69.38/kg) menjadi Rp.2.571, angka inilah yang diumumkan ke masyarakat. Angka yang terkumpul Rp4,1 M tersebut baru hasil hitungan pungutan TBS Petani yang dijual ke PKS peserta rapat tiap minggu (ada 10 PKS)," ketusnya.
"Gawatnya harga TBS yang sudah kena beban BOTL ini juga diduplikasi oleh PKS yang tidak ikut bersepakat di Disbun Riau. Nah tinggal kalikan saja jika PKS di Riau menurut Disbun di Riau (2021) ada 264 PKS. Luar biasanya jumlah rupiahnya. Ibaratnya, yang 10 PKS tersebut saja tidak pernah mempertanggungjawabkan kemana uang yang Rp4,1 M/minggu tersebut kemana dan untuk apa mereka gunaka kononlah yang 254 PKS lagi? Oleh karena itu saya sepakat dengan usulan Ketua Umum, supaya potongan BOTL ini ditiadakan saja, dengan alasan pertama, tidak jelas pertanggungjawabannya, kedua karena situasi anjloknya harga TBS saat ini, ketiga potongan BOTL ini telah menjadi modus bagi PKS di luar yang 10 PKS tadi untuk meraup untung," ujarnya.
Ia mencontoh PKS yang tanpa kebun dengan kapasitas 45 ton per jam. Maka setiap hari PKS ini sudah meraup untung Rp62 juta dengan menduplikasi ala mereka harga Disbun tadi, yang berasal dari potongan “modus BOTL” Rp69,38/kg TBS petani.
Sementara itu, Wakil Sekretaris DPW Apkasindo Sumbar, Dr Wily Nofranita, cerita bahwa pada rapat penetapan harga TBS Sumbar, pihaknya selalu meminta kepada perusahaan anggota tim penetapan harga, supaya menyerahkan bukti-bukti pengeluaran dana BOTL itu.
"Bukti pengeluaran itu sesuai perintah yang tertera di Permantan 01 tahun 2018. Tapi perusahaan enggak mau memberikan. Karena perusahaan tidak mau menyerahkan laporan pertanggungjawaban penggunaan BOTL maka kami meminta supaya potongan BOTL ditiadakan (di nolkan) di bulan berikutnya. Setelah beberapa bulan deadlock akhirnya awal Tahun 2022 disepakati bahwa potongan BOTL hanya 1,2% dan itu berlangsung hingga saat ini," ujar Wily mengenang perjuangan APKASINDO ketika itu.
"Ya kami sangat terbantu karena dana itu bisa kami pakai untuk berbagai kegiatan organisasi Apkasindo. Dan Mungkin karena itulah mengapa harga TBS Sumbar selalu lebih tinggi dari Riau," tukasnya.
Penulis | : | Satria Yonela |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Ekonomi |