Syahril Abubakar
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Ketua Umum DPA Lembaga Adat Melayu Riau periode 2022 - 2027, Tan Seri Syahril Abubakar, buka suara terkait Asisten I Setdaprov Riau, bersama beberapa perangkat OPD yang menggelar rapat di luar gedung Balai Adat Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), karena tidak bisa masuk ke balai adat karena digembok.
Menurut Syahril, bahwa yang dilakukan pihak Pemprov tersebut, barulah benar, dengan menyurati pihaknya untuk pendataan dan pengambilan aset.
Namun, ia juga mengingatkan, tidak perlu dengan cara-cara yang disebutnya sebagai politik pencitraan dengan menggelar rapat secara berdiri di depan gedung LAM, cukup dengan menyurati dan memanggil pihak LAM ke Pemprov.
"Itu cara yang benar, bukan langsung dikasih ke pihak lain, tapi disurati dulu ke kita. Sementara kita menguasai gedung itu bukan hanya gedung, pernak pernik di lembaga adat itu sangat banyak. Maklumlah sudah 5 tahun, kan sedang dihitung oleh Inspektorat, yang namanya aset kan perlu dihitung," ujarnya.
"Saya mohon maaf, tak usahlah Pemprov Riau merendahkan diri, panggil kami ke kantornya kenapa. Tak usahlah pakai politik pencitraan. Tambah ketawa orang menengoknya. Undang kami, nanti kami akan jelaskan, maunya kita memang seperti ini juga, ya sama-sama lah," kata Syahril.
Ia menambahkan, dengan pejabat Pemprov Riau yang melakukan hal tersebut, sama saja dengan menjatuhkan marwah. Tak perlu dengan cara seperti itu.
"Panggil kami, kami pasti datang. Saya sudah bicara kok sama pak Sekda. Datuk yang lain pasti juga mau jika dipanggil," cakapnya
"Memang lembaga adat itu menduduki Balai Adat milik pemerintah. Namun tunggulah nanti kita serahkan baik-baik ke pemerintah. Kalau memang kami tak layak lagi duduk situ, kita serahkan baik-baik ke pemerintah, bukan ke pengurusan LAM versi lain itu," cakapnya lagi.
Lebih jauh, Syahril mengatakan, bahwa dalam menjalankan LAM selama periode tersisa, dari Januari sampai ke April, meskipun belum ada konflik, namun anggaran LAM tidak dicairkan, dan hal tersebut membuat LAM yang dipimpinnya kesulitan dan harus mencari pinjaman ke pihak ketiga.
"Kita biayai atas kerjasama kita dengan lihak lain, kita berhutang, itu kan biaya semua, sementara anggaran tak dicairkan, ini kan aneh. Padahal sampai bulan Mei tak ada sengketa, tapi kenapa Dinas Kebudayaan menahan dana ini tanpa ada kejelasan," cakapnya lagi.
Syahril mendapat informasi bahwa Gubernur Riau Syamsuar yang tidak mengizinkan dana tersebut dicairkan, namun dirinya tidak yakin gubernur Riau 'sedengki' itu.
"Pegawai sekretariat kita tidak bergaji, orang Hari Raya dapat THR, kita gaji saat masih berhutang. Dan toko tempat kita berhutang juga sudah menjerit semua. Kalau memang tidak suka sama saya, tidak apa-apa, tapi sistem kan tetap berjalan, kan dipertanggungjawabkan," ujarnya.
"Pengesahan anggaran sudah, sudah termasuk dalam Buku Lintang, kegiatan sudah dijalankan, tapi sampai saat ini dana tak dicairkan. Memang 5 tahun kedepan ia bersengketa, tapi ya Januari sampai April itu, itu murni saya bertanggungjawab sebagai ketua DPH. Bagaimana dengan dana ini, tak mungkin jadi hutang pribadi saya. Sekarang saya berbaik sangka dengan Dinas Kebudayaan, tapi jangan terlalu lama. Ini kan urusan administrasi keuangan, ini kan uang negara," tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, sejak perselisihan dualisme kepengurusan, Balai adtat LAM Riau masih digembok oleh pihak Syahril Abubakar.
Hal ini membuat Asisten I Setdaprov Riau, bersama beberapa perangkat OPD terkait—diantaranya Inspektorat, Diskominfo, Dinas Kebudayaan, Biro Hukum, Biro Umum, BPKAD dan Satpol PP, terpaksa harus menggelar rapat di luar gedung Balai Adat Lebaga Adat Melayu Riau (LAMR).
Untuk diketahui, pertemuan ini akan membahas mengenai aset yang ada di Balai Adat tersebut, namun beberapa kali upaya meminta agar kunci gedung Balai Adat tersebut agar diserahkan, gagal.
Karena mendapati pintu-pintu gedung LAMR masih terkunci, Asisten I beserta rombongan cuma bisa berada di luar gedung. Asisten bahkan sempat mengungkapkan kegusarannya.
"Apakah tidak bisa dibongkar," kata Masrul," Rabu (15/6/2022).
Namun, meski demikian, Masrul tetap meminta pengambilalihan gedung LAMR tetap dengan cara baik. Namun prinsipnya penegakan Perda tetap berjalan.
"Status kepemilikan gedung LAMR tetap dibawah pengawasan Dinas Kebudayaan Riau. Jadi hari ini kami tidak bisa masuk. Rencana rapat juga tak bisa. Kami mandatkan kepada Dinas Kebudayaan mencari kunci atau menggandaknnya," ujarnya.
Penulis | : | Satria Yonela Putra |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Riau |