Ilustrasi.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Di Provinsi Riau banyak terjadi sengketa lahan ataupun konflik antara masyarakat dan perusahaan, serta perorangan dengan koperasi. Menangani masalah ini, DPRD Riau sudah membentuk pansus.
Pansus ini telah menyelesaikan tugas dan mengeluarkan rekomendasi pencabutan izin untuk beberapa pengusaha. Hanya saja, rekomendasi belum disampaikan lantaran masih menunggu jadwal sidang paripurna.
Selama menelusuri konflik lahan yang ada, DPRD Riau tidak hanya menemukan perusahaan menyalahi izin yang diberikan. Namun juga menemukan ada perorangan yang menguasai banyak lahan, dan berujung konflik dengan koperasi.
"Perorangan ada di konflik itu. Dia menguasai banyak lahan, kemudian konflik dengan koperasi," kata Anggota Pansus Konflik Lahan Masyarakat dengan Perusahaan DPRD Provinsi Riau Mardianto Manan, Rabu (29/6/2022).
Kepemilikan lahan untuk perorangan dan badan usaha sebenarnya sudah diatur oleh pemerintah. Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian (“Permen ATR/BPN 18/2016”) batas luas penguasaan dan kepemilikan tanah pertanian untuk perorangan, tidak padat, paling luas 20 hektar, kurang padat, paling luas 12 hektar, cukup padat, paling luas 9 hektar, dan
sangat padat, paling luas 6 hektar.
Namun, Mardianto tidak menyebutkan berapa luas lahan yang dikuasai oleh perorangan itu. Sebab, rekomendasi yang telah disusun Pansus itu mesti disampaikan di sidang paripurna nanti.
Sidang paripurna sudah sempat diagendakan pada Bulan Juni, tetapi mundur lantaran persoalan Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Namun, semua sudah difinalisasi, tinggal menunggu jadwal paripurna.
“Bahan sudah ada dan sudah dibagi ke kira-kira 5 orang anggota pansus yang akan membacakan. Tapi yang disampaikan terbatas pada tupoksi kita, hanya rekomendasi dari pemohon untuk ditindaklanjuti,” kata Mardianto.
Ia mengungkapkan, rekomendasi tersebut berisi permohonan pencabutan Hak Guna Usaha (HGU). Ada juga beberapa perusahaan yang perizinannya bermasalah, seperti izin dikeluarkan di zona merah (kawasan lindung).
“Kami memohon untuk izinnya dicabut, sesuai dengan hak legislasi kami yaitu mengontrol dan mengawasi,” jelas Mardianto.
Nantinya, rekomendasi ini akan diserahkan untuk ditindaklanjuti oleh pihak-pihak terkait, dalam hal ini eksekutif. Dalam rekomendasi tersebut, terdapat kurang lebih 31 perusahaan, tiga atau empat di antaranya perusahaan termasuk dalam kategori untuk pencabutan izin.
Menurut Mardianto. Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Provinsi Riau sudah menggelar rapat dengan agenda penyusunan jadwal kegiatan bulan Juli 2022. Dalam rapat agenda tersebut, seharusnya ada draft penetapan paripurna.
“Juli harus dilaksanakan paripurna karena sudah diajukan Juni tapi terhambat. Waktunya sudah habis, bahkan sudah diperpanjang kurang lebih sebulan,” kata Mardianto.
Permasalahan ini aku Mardianto, sempat disampaikannya saat berkunjung ke Kantor Staff Presiden (KSP) Republik Indonesia. “Kepala bidangnya meminta data-data dilengkapi semuanya mulai dari titik koordinat, apa konflik lahannya, bagaimana penanganannya, bagaimana persyaratannya,” terang Mardianto.
Di Provinsi Riau banyak terjadi sengketa lahan ataupun konflik antara masyarakat dan perusahaan, serta perorangan dengan koperasi. Menangani masalah ini, DPRD Riau sudah membentuk pansus.Penulis | : | Delvi Adri |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Pemerintahan, Riau |