ROHUL (CAKAPLAH) - Aliansi Masyarakat Adat Melayu (AMA) Riau menduga telah terjadi 'tukar guling' penetapan kawasan hutan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Rokan Hulu yang diduga dilakukan oleh oknum pejabat di lingkungan Pemkab Rohul.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua AMA Riau Heri Ismanto, saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi I DPRD Rohul dan OPD terkait, di ruang rapat Medium, Kantor DPRD Rohul, Senin (11/7/2022).
Heri Ismanto menjelaskan, AMA Riau banyak mendapat laporan masyarakat yang merasa dirugikan atas terbitnya Perda RTRW Nomor 1 Tahun 2020. Mereka mengeluhkan berubahnya status lahan mereka yang sebelumnya di luar kawasan namun tiba-tiba berubah menjadi kawasan hutan setelah Perda tersebut disahkan.
"Ketahuannya setelah mereka ingin menjadikan sertifikat tanah mereka untuk menjadi agunan pinjaman di bank. Ternyata setelah dicek pihak bank lahan warga yang sebelumnya putih, tiba-tiba masuk kawasan hutan sehingga sertifikatnya tidak dapat dijadikan agunan," cakap Heri.
Atas pengaduan itu, AMA Riau kemudian melakukan kajian dan investigasi dengan mengumpulkan data-data terkait proses penyusunan Perda RTRW hingga akhirnya disahkan DPRD Rohul.
Salah satu hasil temuan AMA Riau yang mengejutkan adalah beberapa perusahaan yang sebelumnya berada di kawasan hutan, tiba-tiba berubah status menjadi putih dalam Perda RTRW Nomor 1 Tahun 2020.
"Inilah dasar kami, menduga ada tukar guling kepentingan yang dilakukan oknum pejabat daerah dalam proses penyusunan Perda RTRW ini," tegasnya.
Indikasi tersebut juga didasari terhadap besarnya kewenangan daerah dalam menentukan tata letak kawasan hutan yang akan dimuat dalam RTRW sesuai SK Menteri LHK nomor 903.
"Jadi SK Menteri LHK 903 itu tidak mengatur secara teknis tata letak kawasan hutan, (kecuali Kawasan Hutan Lindung). SK LHK 903 itu hanya memuat standar minimal luasan kawasan hutan yang harus dipenuhi. Sementara tata letak dimana kawasan hutan itu berada diatur dalam RTRW. Nah, di sini ruang abu-abunya,"
"Patut diduga ruang abu-abu inilah yang dimanfaatkan oknum pejabat memuluskan kepentingan korporasi dengan menumbalkan lahan masyarakat," imbuhnya.
Untuk membuktikan hipotesis adanya konflik kepentingan dalam Perda RTRW Nomor 1 Tahun 2020 ini, AMA Riau beberapa kali telah mengajukan permintaan data lengkap Perda RTRW sebelumnya yakni Perda Nomor 19 Tahun 2003. Namun, anehnya Perda yang diberikan adalah Perda yang tak lengkap.
"Perda itu isinya ada 250 halaman, tapi yang ada itu hanya sekitar 11 halaman, sementara data penting seperti peta, koordinat, tata letak hutan dan data lain sama sekali tidak ada. Ini kan aneh, sepertinya ada indikasi kesengajaan, bagaimana dokumen daerah sepenting itu tiba-tiba tidak ada," keluhnya.
Atas temuanya ini, AMA Riau berencana menguji Perda RTRW Nomor 1 Tahun 2020, dengan mengajukan Yudisial Review Ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar Perda RTRW Nomor 1 Tahun 2020 Kabupaten Rokan Hulu dibatalkan karena sarat konflik kepentingan dan merugikan masyarakat.
"Salah satu dalil yang akan ajukan ke MK ini adalah hasil dari RDP ini, dimana Perda RTRW tersebut ternyata dibuat dengan data yang tidak komprehensif serta tidak memiliki data pembanding, dan pemerintah mengakui itu, mereka (Pemerintah-Red) menyatakan Perda RTRW sebelumnya tidak lengkap," ujarnya.
Menanggapi tudingan AMA Riau ini, Ketua Komisi I DPRD Rohul, Budi Darman mendukung upaya AMA Riau untuk memperjelas status lahan masyarakat yang dirugikan akibat terbitnya Perda RTRW ini. Ia juga menyesalkan sikap pemerintah daerah yang selama ini tidak pro aktif dalam menginventarisasi lahan-lahan terkait tata ruang ini.
"Kita juga menyesalkan mengapa data perda RTRW sebelumnya itu tidak ada, seharusnya pemerintah mengarsipkan data-data itu, nah sekarang jika ada tudingan ada oknum pemerintah main mata dalam Perda saya kira itu sah-sah saja, dan patut diduga memang terjadi," tutup politisi Nasdem itu.***
Penulis | : | Ari |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Hukum, Kabupaten Rokan Hulu |