Andi Putra (tengah)
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Bupati Kuantan Singingi nonaktif, Andi Putra, terdakwa suap pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) kebun sawit PT Adimulia Agrolestari (PT AA), ternyata sering menerima uang dari perusahaan sawit tersebut.
Hal itu terungkap pada persidangan lanjutan dengan agenda pembacaan replik atas pembelaan terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (19/7/2022).
Andi Putra menerima uang Rp500 juta dari General Manager PT AA, Sudarso. Jelas kalau uang tersebut diminta oleh Andi Putra bukan hanya karena sudah kenal lama dengan Sudarso.
"Tapi terdakwa sudah sering terima uang dari PT AA, baik dalam jabatan sebagai Ketua DPRD Kuansing maupun saat proses pemilihan Kepala Daerah Kuansing," kata JPU KPK yang dipimpin Wahyu Dwi Oktafianto.
JPU juga mempertanyakan dalih terdakwa yang menyebut uang Rp500 juta itu adalah pinjaman pribadi karena alasan terdesak. Hal itu dinilai janggal.
"Permintaan uang pada 14 September 2021, dan Sudarso baru menyerahkan 21 September 2021 melalui sopir terdakwa, Deli Iswanto," tutur JPU.
Setelah uang diterima Deli Iswanto alias Pencak, lalu diserahkan kepada Andri alias Aan selaku pengawas kebun sawit milik Andi Putra. Uang tersebut baru diambil pada 29 September 2021 malam hari untuk dibawa ke Pekanbaru.
JPU menilai, sebagai seorang kepala daerah, Andi Putra punya sejumlah harta kekayaan. Diantaranya, 1 rumah pribadi, 7 objek tanah yang dijadikan kebun sawit, 2 unit kendaraan roda empat, dan 1 unit roda dua.
Total kekayaan setelah dikurangi utang, yakni sekitar Rp3,7 miliar lebih. Ini sebagaimana tercatat dalam ikhtisar LHKPN yang dikirim terdakwa ke KPK pada 31 Maret 2021.
"Sehingga tidak wajar jika alasan meminjam uang untuk keperluan pribadi mendesak. Sementara terdakwa punya harta kekayaan yang bisa dijual atau diagunkan jika memang punya kebutuhan pribadi yang mendesak," tegas JPU.
Sangat jelas, tegas JPU, uang yang diterima Andi Putra bertujuan agar terdakwa mengeluarkan rekomendasi atas lahan sawit kemitraan/plasma seluas 20 hektare tetap ada di Kabupaten Kampar.
Setelah membacakan pokok-pokok replik atas pembelaan atau pledoi terdakwa, JPU menyatakan kalau mereka tetap pada tuntutannya. "Meminta kepada majelis hakim menjatuhkan putusan kepada terdakwa sebagaimana tuntutan," pinta JPU.
Atas replik itu Andi Putra melalui melalui penasihat hukumnya langsung menyatakan bantahan dan melayangkan bantahan dan tetap pada nota pembelaan.
Setelah itu, majelis hakim yang diketuai Dahlan menunda sidang selama satu minggu. "Sidang kita tunda Rabu 27 Juli 2022 dengan agenda pembacaan putusan," tutup Dahlan.
Sebelumnya, Kamis (7/7/2022), KPK menuntut Andi Putra dengan hukuman 8,5 tahun penjara. Terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan menerima suap Rp500 juta dari PT AA untuk kepentingan pengurusan perpanjangan HGU kebun sawit.
JPU menyatakan Andi Putra bersalah melanggar Pasal 12 Huruf A UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
JPU juga menuntut Andi Putra agar membayar denda Rp400 juta subsidair kurungan badan selama 6 bulan. Terdakwa juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp500 juta subsidair 1 tahun penjara.
Tak hanya itu, JPU KPK turut meminta hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana.
Dalam hal ini, JPU mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan bagi terdakwa. Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Hal yang meringankan, terdakwa punya tanggungan keluarga, bersikap sopan dan baik di persidangan, dan belum pernah dihukum.
Dugaan suap dari PT AA lewat General Managernya, Sudarso kepada Andi Putra, terjadi sekitar medio September-Oktober 2021 lalu. Berawal ketika itu, izin HGU kebun sawit PT AA akan berakhir tahun 2024 mendatang.
Ada tiga sertifikat PT AA yang akan berakhir. Tiga sertifikat itu berada di Desa Sukamaju Kecamatan Singingi Hilir.
Frank Wijaya selaku Komisaris PT AA sekaligus pemilik (beneficial owner) meminta Sudarso untuk mengurus perpanjangannya. Atas permintaan tersebut, kemudian Sudarso memulai proses pengurusan perpanjangan Sertifikat HGU PT AA.
Sudarso yang sudah lama mengenal Andi Putra sejak masih menjadi anggota DPRD Kabupaten Kuantan Singingi, lalu melakukan pendekatan. Dari pertemuan antara terdakwa dengan Andi Putra, disepakati Bupati Kuansing itu akan menerbitkan surat rekomendasi persetujuan.
Namun syaratnya, PT AA diminta memberikan uang kepada Andi Putra. Atas laporan Sudarso tersebut, Frank Wijaya menyetujui untuk memberikan uang kepada Andi Putra agar surat rekomendasi dapat segera keluar.
Masih dalam bulan September 2021, Andi Putra meminta uang kepada Sudarso sebesar Rp1,5 miliar, dalam rangka pengurusan surat rekomendasi pesetujuan tentang penempatan lokasi kebun kemitraan/plasma di Kabupaten Kampar. Atas permintaan Andi itu, Sudarso melaporkan kepada Frank Wijaya.
Kemudian Frank Wijaya menyetujui dan menyepakati untuk memberikan uang secara bertahap. Saat itu Frank menyetujui untuk memberikan uang secara bertahap, Pertama diberi sebesar Rp500 juta.
Pada 27 September 2021, Sudarso meminta Syahlevi Andra membawa uang Rp500 juta yang telah disiapkan ke rumahnya di Jalan Kartama Gang Nurmalis No 2 RT.002 RW 021 Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru. Sudarso melalui Syahlevi memberikan uang tersebut kepada Andi Putra melalui supirnya Deli Iswanto.
Lalu pada 18 Oktober 2021, Sudarso meminta Syahlevi selaku kepala kantor PT AA untuk mencairkan uang Rp250 juta sebagaimana permintaan Andi Putra. Ketika itu, Andi Putra meminta Sudarso mengantarkan uang itu ke rumahnya di Jalan Sisingamangaraja Nomor 9 Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi.
Sudarso bersama Paino dan Yuda Andika berangkat menuju ke rumah Andi Putra, dengan menggunakan mobil Toyota Hilux warna putih dengan Nopol BK 8900 AAL. Namun setelah pertemuan dengan Andi Putra itu, Sudarso ditangkap oleh tim KPK.
Karena Sudarso diamankan oleh tim KPK, selanjutnya Frank Wijaya memerintahkan Syahlevi untuk menyetorkan kembali uang untuk Andi Putra sebesar Rp250 juta itu, ke rekening PT AA.***
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Kuantan Singingi |