Syamsuar
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Masa jabatan Gubernur Riau Syamsuar akan berakhir tahun depan. Pilkada berikutnya baru dihelat 2024. Akankah Syamsuar maju kembali untuk periode kedua dengan langkah mulus?
Meski pun mantan Bupati Siak itu saat ini merupakan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Golkar Riau, namun belum ada jaminan ia akan maju dan diusung Golkar pada Pilkada Riau mendatang.
Seperti disampaikan pengamat politik dari Universitas Islam Riau Panca Setyo Prihatin, dinamika politik baik di pusat maupun di daerah selalu mengalami perubahan mengikuti situasi dan kondisi aktual yang terjadi. Partai politik (Parpol) masih sentralistik, dan masih mengacu pada keputusan parpol di pusat.
"Hal inilah yang menjadi sumber masalah Parpol di tingkat daerah provinsi sampai ke akar rumput lantaran hanya bisa menyampaikan aspirasi atau keinginan dan keputusan untuk mendukung calon kepala daerah tetap ditangan dewan pimpinan pusat partai politik (preogratif ketua umum parpol)," kata Panca, Senin (25/7/2022).
Menurut Panca, Parpol yang cerdas adalah Parpol yang mau secara jujur membuka diri bagi elit atau calon kepala daerah yang memang memiliki elektabilitas dan integritas yang tinggi. Tapi realitasnya banyak Parpol justru memaksa kehendak, misalnya memaksa ketua umumnya untuk maju sebagai calon presiden atau di daerah sebagai calon kepala daerah.
"Kita patut mengapresiasi cara partai Nasdem melakukan seleksi terbuka terhadap calon presiden dan mendapatkan figur-figur yang memang memiliki kualifikasi yang teruji dan tidak secara egois memaksa ketumnya untuk maju," kata dia.
Melihat peta politik di Riau menyongsong agenda politik 2024, Panca melihat Parpol kehilangan fungsinya antara lain fungsi seleksi kepemimpinan dan fungsi pendidikan politik serta fungsi artikulasi kepentingan. Ini terjadi akibat edukasi politik yang diajarkan oleh pusat, sehingga atraksi politik yang muncul hanya soal wacana perebutan kursi ketua partai.
Kata Panca, salah satu dinamika yang menarik adalah dengan selesainya Rusli Zainal menjalani masa hukumannya. Ini juga menjadi salah satu indikator bakal berubahnya peta politik di Riau.
Memang, secara formal politisi yang akrab disapa RZ itu bukan pemegang kendali partai. Tapi magnet dan legacy yang ditinggalkan menjadi kerinduan masyarakat Riau untuk melihat RZ tampil kembali di panggung politik.
"Hal ini terjadi karena dalam konteks politik sumber kekuasaan yang berpengaruh tidak hanya sumber kekuasaan formal seperti jabatan gubernur atau ketua partai. Tapi bisa bersumber dari, misalnya keturunan, kekayaan dan kharisma," kata dia.
Terkait dengan petahana Gubri yang saat ini juga sebagai ketua partai Golkar, menurut Panca secara politik memang sangat diuntungkan. Karena sebagai gubernur memiliki kewenangan luas dalam merespon kebutuhan publik melalui APBD dan sebagai ketua partai mendapat skala prioritas untuk direkomendasikan menjadi calon kepala daerah.
"Tapi jangan lupa bahwa dalam politik semua bisa terjadi. Apalagi agenda politik 2024 masih 2 tahun lagi sementara akhir masa jabatan gubernur akan selesai tahun 2023. Kekosongan jabatan formal ini sangat berpotensi terjadinya upaya pengambil alihan teraju Parpol andai kata konsolidasi dan soliditas parpol di kabupaten kota diabaikan," kata dia.
Menurut dia, realitas disharmonisasi gubernur dengan ketua DPRD Riau juga semakin terbuka dengan banyaknya penolakan yang dilakukan oleh legislator terkait dengan rekomendasi gubernur soal jabatan Sekwan tanpa melalui konsultasi dan komunikasi.
Beberapa catatan lain misalnya gagalnya Golkar memenangkan Pilkada serentak susulan 2020 di 9 kabupaten kota juga menjadi catatan tersendiri dimana dampak politiknya sangat dirasakan karena Golkar di kabupaten kota sudah banyak yang tidak menjadi kepala daerah lagi sehingga akan menyulitkan untuk melakukan konsolidasi politik.
Termasuk adanya "pembangkangan" kebijakan gubernur yang dilakukan secara diam-diam dan melakukan kerja politik sendiri oleh beberapa 'anak buahnya' dengan ending keluarnya penetapan PJ Bupati Kampar dan Walikota Pekanbaru di luar rekomendasi gubernur.
"Semua catatan ini hanya indikator, dan dalam politik indikator ini menjadi sinyal yang harus disikapi secara bijaksana oleh partai. Bukan harga mati juga bahwa Syamsuar akan tetap eksis meneruskan masa jabatan gubernurnya untuk periode kedua dengan catatan semua catatan minor itu secara atraktif dan sungguh-sungguh dapat diselesaikan dengan konsolidasi dan komunikasi politik yang intens dan membumi," paparnya.
"Apapun akrobat politik yang publik saksikan hari ini jangan lupa bahwa perang memperebutkan jabatan politik ini adalah bentuk pernyataan bagi siapapun yang akan maju memimpin negeri ini untuk berkomitmen mensejahterakan rakyatnya," tambah dia.
Penulis | : | Delvi Adri |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Politik |