Pekanbaru (CAKAPLAH) - Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung memeriksa 3 orang saksi yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam Pengadaan Tower Transmisi Tahun 2016 pada PT PLN (persero).
Saksi-saksi yang diperiksa, yaitu:
GMH selaku Kepala Divisi Anggaran, DHEBS selaku General Manager UIP Nusa Tenggara Tahun 2016, dan FS selaku General Manager PLN UIP Sumbagsel Tahun 2018.
Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Dr. Ketut Sumedana, kepada CAKAPLAH.COM, Rabu (3/8/2022).
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengadaan Tower Transmisi Tahun 2016 pada PT PLN (persero)," cakapnya.
Ketut mengatakan, pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protokol kesehatan antara lain dengan menerapkan 3M.
Mengutip detikNews, Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi PT PLN (Persero). Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menerangkan kasus ini bermula pada 2016 terkait pengadaan tower sebanyak 9.085 set dengan anggaran Rp 2,2 triliun. Proyek pengadaan tower itu dilaksanakan Aspatindo serta 14 penyedia pengadaan tower.
Ketut menjelaskan, pengadaan tower transmisi ini melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan yang ada pada jabatan atau kedudukan. Perbuatan itu menimbulkan kerugian keuangan negara.
Tak hanya itu, kata Ketut, dokumen perencanaan pengadaan proyek pada 2016 juga tidak pernah dibuat. Lalu, pengadaan tower ini menggunakan daftar penyedia terseleksi (DPT) tahun 2015 yang seharusnya menggunakan produk DPT 2016.
Ketut mengungkap PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodasi permintaan dari Aspatindo. Hal itu pula yang mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka. Dalam hal ini, Ketua Aspatindo juga menjabat Direktur Operasional PT Bukaka.
PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam Aspatindo telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak Oktober 2016 hingga Oktober 2017. Realisasi pekerjaan itu sebesar 30%.
Lalu, pada November 2017 hingga Mei 2018, penyedia tower tetap mengerjakan pengadaan tower tanpa legal standing. Hal itu kemudian memaksa PLN melakukan adendum yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.
PT PLN, tambah Ketut, juga melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9.085 tower menjadi sekitar 10 ribu set tower. Dari situ, kata Ketut, ditemukan adanya tambahan alokasi sebanyak 3.000 set tower di luar kontrak dan addendum.
Penulis | : | Rilis |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum |