SIAK (CAKAPLAH) - Pengadilan Negeri Siak akhirnya menunda proses konstatering (pencocokan objek) dan eksekusi lahan perkebunan kelapa sawit milik masyarakat di Kecamatan Dayun. Berlaku sampai waktu yang belum ditentukan.
Alasan PN Siak menunda adalah demi kondusifitas dan ketertiban masyarakat setempat.
Penundaan itu berdasarkan rekomendasi dari pihak kepolisian untuk tidak melanjutkan rencana kegiatan PN Siak setelah terjadinya bentrok antara massa aksi dengan aparat petugas di lokasi.
"Ini bukan batal ya, tapi ditunda sampai dengan kami menunggu kesiapan pihak pengamanan dari Polres Siak menginstruksikan kembali akan dilaksanakannya konstatering dan eksekusinya," cakap Humas PN Siak, Mega Mahardika kepada CAKAPLAH.com, Rabu (3/8/2022).
Ia menyampaikan pihaknya telah mengutus perwakilannya yakni Panitera, Juru Sita dan dua orang saksi untuk bernegosiasi dengan masyarakat terkait akan dilakukannya konstatering dan eksekusi.
Ditanya soal kenapa tidak melibatkan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam prosedur konstatering, Mega mengaku PN Siak sudah bekerjasama dengan pihak ketiga yaitu Kadaster Pertanahan (juru ukur berlisensi). Oleh karena itu tidak mesti mendatangkan BPN.
"Karena ini tidak terkait penerbitan surat tanah, jadi kami yang jelas cukup didampingi oleh juru ukur yang berkompetensi," kata dia.
Dijelaskannya, proses eksekusi lahan milik masyarakat tersebut bukan seperti pengosongan atau penggusuran bangunan atau kebun yang sudah ada di atas lahan itu, melainkan hanya peralihan pengelolaan kepada pihak pemohon yakni PT Duta Swakarya Indah (DSI).
"Ini bukan dirobohkan tapi diserahkan kepada pemohon untuk dikelolanya, sesuai SK pelepasan hutan dari Menteri Kehutanan," katanya.
Sebagai ganti aset yang sudah dibangun atau ditanam di lahan tersebut, PT DSI telah menitipkan anggaran kepada Kepaniteraan PN Siak sebesar Rp26 miliar untuk diambil kapan saja oleh termohon.
Eksekusi PN Siak Salah Alamat
Terhadap rencana konstatering dan eksekusi lahan oleh PN Siak, masyarakat pemilik lahan di Dayun menolak rencana tersebut. Masyarakat melakukan aksi demonstrasi bersama aliansi mahasiswa dan Ormas Ikatan Pemuda Karya (IPK) Kabupaten Siak dengan memblokade jalan lintas Siak-Dayun.
Masyarakat menuntut PN Siak untuk membatalkan eksekusi itu karena dinilai salah alamat.
Eksekusi lahan di Dayun bermula dari gugatan pemohon yaitu PT DSI terhadap lahan yang dikelola oleh termohon PT Karya Dayun yang diklaim masuk konsesi PT DSI. Kemudian MA mengabulkan permintaan pemohon agar PT Karya Dayun menyerahkan pengelolaan lahan seluas 1.300 hektare.
Ternyata PT Karya Dayun tidak memiliki lahan, perusahaan itu hanya mengelola kebun sawit milik masyarakat setempat yang notabene sudah beralas Sertifikat Hak Milik (SHM).
Kemudian dalam amar putusan perkara: 04/Pdt/EKS-PTS/2016PNSAK berbunyi objek lahan yang akan dieksekusi berlokasi di KM 8 Kecamatan Dayun, namun masyarakat mengatakan titik lahan itu bukan pada tempat mereka.
"PN Siak ini salah alamat, di sini tidak ada namanya KM 8, itu dekat SPBU Kampung Dayun, ini yang mau kami luruskan kepada PN Siak. Intinya kami tetap menolak eksekusi ini karena kami pemilik sah dari lahan ini dibuktikan dengan SHM, bahkan sertifikat kami menang di PTUN Pekanbaru," kata kuasa masyarakat, Sunardi.
Masyarakat menilai PN Siak sudah melanggar standar operasional dalam konstatering, sebab tidak melibatkan BPN sebagai lembaga yang mengeluarkan sertifikat tanah mereka.
"Kami minta BPN hadir, mereka harus bertanggungjawab kenapa SHM kami seolah-olah tidak berlaku, padahal mereka mengeluarkannya secara sah," tambahnya.
Atas permintaan itu, perwakilan PN Siak tak mampu menghadirkan BPN dan berdalih kedatangannya hanya menjalankan perintah yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Massa aksi demonstrasi juga membakar ban bekas di tengah jalan lintas Siak-Dayun sebagai bentuk penolakan eksekusi oleh PN Siak. Dari pantauan di lapangan, pihak kepolisian kesulitan menertibkan pendemo. Bahkan Kepala Polres Siak, AKBP Ronald turun melakukan negosiasi kepada demonstran.
Sempat terjadi saling dorong antara pendemo dengan aparat petugas. Kericuhan terjadi karena massa tak mau membuka blokade jalan sehingga petugas kepolisian mendorong paksa massa demo. Akibatnya, sebanyak empat orang warga terluka dan dua orang ditahan polisi.
Setelah melalui negosiasi yang cukup alot, akhirnya pihak kepolisian meminta kepada perwakilan masyarakat untuk bernegosiasi di Gedung Daerah bersama PN Siak. Dengan begitu massa berangsur bubar saat menjelang sore.
Penulis | : | Wahyu |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Peristiwa, Hukum, Kabupaten Siak |