Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya mengaku kecewa Mahkamah Agung (MA) memvonis bebas Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau (Fisip Unri) non aktif Syafri Harto, terkait dugaan kasus pelecehan seksual terhadap mahasiswi berinisial L.
Menurut Willy, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang baru disahkan seharusnya bisa menjerat pelaku.
“Kita sayangkan itu (vonis bebas). Dengan undang-undang TPKS, aparat hukum sudah bisa menindak pelaku, tanpa perlu menunggu aturan turunan. Ini jadi catatan bagi publik,” kata Willy di Pekanbaru, Ahad (14/8/2022).
MA memvonis bebas Syafri Harto dalam kasus pelecehan seksual yang terjadi di Kampus Fisip Unri, Selasa (9 Agustus 2022). Hakim MA menolak kasasi yang diajukan Kejati Riau. Putusan perkara Nomor 786 K/ Pid/ 2022 dibacakan Ketua Majelis Hakim Sri Murwahyuni dan anggota Gazalba Saleh, Prim Haryudi.
Putusan bebas MA ini menguatkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru yang juga memvonis bebas Syafri Harto, Rabu (30 Maret 2022). Salah satu alasan hakim, tidak cukup dua alat bukti untuk menghukum terdakwa.
Ketua DPW Nasdem Riau ini menyatakan, kampus harus jadi role model (teladan) dalam penegakan hukum kekerasan seksual. Apalagi sudah ada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Anggota DPR dari Fraksi Nasdem tersebut menyatakan undang-undang TPKS mensyaratkan satu alat bukti sudah cukup menjerat pelaku kekerasan seksual, yakni keterangan saksi dan korban. Sayangnya, hakim tidak memakai undang-undang itu sehingga terdakwa bebas di pengadilan.
“Kelebihan dan kekuatan undang-undang TPKS adalah cukup satu alat bukti. Vonis bebas itu terbantahkan dengan undang-undang itu,” tegas Willy.
Untuk itu, ia mengharapkan aparat hukum menggunakan undang-undang TPKS sebagai acuan dalam menindak kekerasan seksual. Willy juga mengimbau masyarakat tetap melakukan proses pengawalan di lapangan.
“Ini menjadi sangat penting. Bagaimana kita bersama waspada, memiliki interaksi terhadap kekerasan seksual,” ujar Willy.
Ia mengibaratkan kekerasan seksual sebagai fenomena gunung es yang bisa terjadi dimana saja, baik di ranah pribadi maupun publik. Seperti di lembaga pendidikan atau fasilitas umum. Menurut Willy, kekerasan seksual tidak menimpa satu atau dua orang, namun juga korban yang tidak berani bersuara dan tidak berdaya.
“Saya harap kita melakukan advokasi bersama dalam kerangka pengawasan dan pencegahan, ini yang harus kita lakukan, membantu korban kekerasan seksual,” kata Willy.
Sebelumnya, jasus asusila di Kampus Fisip Unri terungkap setelah viral rekaman pengakuan mahasiswi berinisial L dicabuli Dekan Fisip Unri Syafri Harto 28 Oktober 2021 lalu. Polda Riau langsung menetapkan Syafri Harto sebagai tersangka setelah memeriksa sejumlah saksi. Doktor Ilmu Hubungan Internasional ini juga langsung dinonaktifkan dari jabatannya.