Ilustrasi.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Persoalan dugaan terima 'uang terimakasih' di Inspektorat Provinsi Riau dari BUMD mendapat perhatian Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau.
Koordinator Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Triono Hadi mengatakan, bahwa gratifikasi itu berdasarkan undang-undang tindak pidana pemberantasan korupsi, bisa menjadi kategori suap ketika di sana ada kriteria tertentu. Dikarenakan ada kesepakatan tertentu.
Ketika sudah memberikan gratifikasi, itu bisa berubah menjadi pidana, dengan pasal 12 B ayat 1 UU 31 tahun 1999, junto UU nomor 20 tahun 2001, yang disebutkan bahwa setiap gratifikasi ke pegawai negeri atau penyelenggara negera dianggap memberi suap apabila berkaitan dengan jabatannya atau berlawanan dengan tugasnya.
Di pasal 12 C nya berbunyi, ketentuan di atas tidak berlaku jika penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi yang diterima kepada KPK.
"Nah, gratifikasi itu akan jadi suap ketika berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugasnya. Dan gak berlaku kalau dia melapor," kata Triono kepada CAKAPLAH.com, Selasa (16/8/2022).
Gratifikasi tersebut, kata Triono lagi bisa diminta atau tidak diminta. Jika diberi tanpa diminta, namun berhubungan dengan jabatan dan tugasnya, termasuk dalam kategori gratifikasi.
"Itu sanksinya jelas, pasal 12 B ayat 1 UU 31 tahun 1999, junto UU nomor 20 tahun 2001 bahwa hukuman denga didenda pidana paling sedikit penjara 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta, dan paling banyak Rp 1 miliar," kata Triono lagi.
Maka, kata Triono, untuk hal ini langsung saja dilaporkan penegak hukum, nantinya akan ditindaklanjuti apakah hal tersebut termasuk suap atau tidak.
"Makanya, pengendalian internal itu. Inspektorat, berkenaan tentang hal itu, maka disanksi. Ya aparat penegak hukum lah yang harus menindaklanjuti. Baik itu KPK, ya laporkan saja, nanti mereka yang akan tindak lanjuti," tukasnya.
Penulis | : | Satria Yonela |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Pemerintahan, Hukum, Riau |